Minggu, 05 Januari 2020

Coba Jawab, Turki Berada di Asia atau Eropa?

Keindahan Turki dan budaya yang khas menjadikannya salah satu negara yang ramai wisatawan. Namun apakah kamu bisa jawab, Turki berada di Asia atau Eropa?

Apa yang terbayang oleh Anda saat ingin liburan ke Turki? Melihat balon udara di bentangan alam Cappadocia? Berkunjung ke Blue Mosque? Jelajah Istanbul dan kebudayaannya? Semua itu terdengar sangat menyenangkan.

Namun masih banyak lho wisatawan yang tidak bisa menjawab lokasi Turki tepatnya berada di mana. Apakah di Eropa atau Asia?

Dirangkum detikcom, Senin (5/8/2019) Turki merupakan negara Eurasia, yang berada di lintas benua antara Asia dan Eropa. Turki sangat terkenal dengan alam, kebudayaan dan ragam hasil tambang dan industrinya.

Di manakah Turki?

Pertanyaan pun timbul, di manakah sebenarnya posisi Turki, di Asia atau Eropa? Berdasarkan daratan Turki diposisikan 95 persen di Asia dan 5 persen di Eropa.

Daratan di Asia mewakilkan Anatolia, atau dikenal juga dengan nama Asia Kecil, Turki Asia atau Dataran Tinggi Anatolia. Wilayah ini memiliki iklim campuran,subur, semi kering dan wilayahnya dipenuhi perbukitan dan pegunungan.

Sedangkan wilayah Turki yang 5 persen di Eropa mewakili sisi barat Istanbul sampai ke perbatasan Bulgaria dan Yunani, rumah bagi 10 persen penduduk Turki. Perlu traveler ketahui, Istanbul adalah kota nomor tiga terpadat di Eropa setelah Moskow dan Paris.

Ada pun yang memisahkan Anatolia dengan Asia adalah Selat Turki mencakup Bosphorus, Laut Marmara dan Dardanelles yang menghubungkan Laut Aegean dengan Laut Hitam.

Bagaimana dengan kebudayaan?

Secara teknis Turki berada di lintas benua, 95 persen wilayahnya di Asia dan 5 persen di Eropa. Lokasinya ini membuatnya beragam budaya.

Populasi Turki terdiri dari etnis Turki, Armenia, Yunani, Yahudi, Kurdi, Circassians, Albania, Bosnia, Georgia yang mencerminkan seperti apa negara Turki. Perkembangan yang ada di Turki memperlihatkan bahwa negara ini ingin mengikuti budaya, peradaban, dan sistem Barat walau 95 persen negaranya berada di Asia.

Hal ini sangat terlihat dari lembaga-lembaga pemerintahan Turki yang menempatkan negaranya sebagai sekutu utama Barat dalam kampanye global melawan banyak negara Asia.

Kehidupan politik dan internasional

Berada di antara dua benua dengan budaya yang berbeda membuat Turki memiliki dan kaya akan keberagaman. Juga dalam segi politik dan pembangunan internasional Turki berada di antara dua paham ideologi Barat dan Asia. Barat lebih condong ke pro demokrasi dan kapitalis, sedangkan Asia lebih ke tradisional dan condong ke sosialisme dan ideologi komunisme.

Tidak dimungkiri, Turki juga kesulitan menyeimbangi dua ideologi ini. Dari kebanyakan kasus, Turki telah banyak mendukung Barat dan bergabung dalam badan regional di Eropa. Serta Turki adalah anggota NATO dan mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak tahun 1990 dan 2003.

Perlu traveler ketahui, Turki memiliki kekuatan militer terbesar kedua di NATO dan berbagi kebijakan nuklir dengan Jerman, Belgia, Belanda dan Italia. Negara ini juga telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan Uni Eropa, namun prosesnya belum lancar.

Baru-baru ini Turki pun memainkan perannya dalam mendukung pemberontak Suriah dan menembak jatuh jet tempur Rusia yang berada di wilayah udaranya. Barat pun berdiri teguh dan berjanji akan membalas jika ada negara yang menginvasi Turki.

Turki merupakan salah satu anggota pendiri PBB dan telah menjadi anggota Dewan Keamanan PBB. Baru-baru ini kebijakan Turki sepertinya telah bergeser ke Timur Tengah. Timbul lagi pertanyaan, Turki berada di Asia atau Eropa?

Namun di balik kerumitan menjawab pertanyaan itu, Turki tetaplah negara yang kaya akan destinasi wisata. Kamu bisa menemukan semua hal di sini, mula dari kebudayaan, ragam megahnya arsitektur, kuliner dan bentangan alam yang khas.

Naik Perahu Kayu di Sungai Dubai, Asyiknya!

Kota Dubai punya banyak atraksi yang menarik. Salah satunya menaiki Abra, perahu kayu yang melintas di Sungai Dubai.

Sebuah perahu tradisional beratap terpal melintas di atas sungai. Jauh di belakangnya terdapat barisan bangunan berwarna cokelat khas Timur Tengah. Di atas perahu, ada dua buah papan tempat belasan orang duduk beradu punggung.

Gambaran itu yang saya lihat di inflight magazine maskapai Emirates yang saya tumpangi dari Jakarta menuju Belanda. Gambar yang terekam jelas di benak saya, mengendap, dan seakan mengundang saya untuk datang ke sana. Dubai Creek, sungai yang membentang di bagian timur Dubai.

Alhasil, ketika transit di Dubai, sehari ketika kembali ke Jakarta, saya memaksa diri untuk menuju kawasan yang ada di foto itu. Tak terlalu sulit karena transportasi di Dubai amat nyaman dan memadai. Tak perlu waktu lama, metro di lintasan hijau itu membawa saya ke daerah yang amat kontras dengan Dubai yang selama ini saya tahu, Dubai modern yang penuh pencakar langit di mana-mana.

Dubai Creek rupanya membentang sepanjang 2,3 km. Bagian yang saya lihat di foto berada di area Old Dubai, kawasan lama Dubai yang ternyata juga menjadi tujuan wisata para turis mancanegara.

Old Dubai memang amat kontras dengan Dubai Modern. Bangunan-bangunan berwarna cokelat dan dipenuhi dengan kehidupan masyarakat tradisional yang hampir tak saya temui di kota sebelumya. Saya langsung berpikir, saya suka kota ini.

Waktu saya cukup mepet. Dengan setengah berlari saya langsung bergegas menuju Bur Dubai Station, tempat perahu kayu itu bersandar. Di sana, terdapat deretan perahu-perahu kayu kecil. Abra, begitu nama perahunya, yang kurang lebih memiliki arti "to cross" atau menyebrang.

"Miss, jump. There's only one slot," kata pengemudi Abra ke saya. Saya melirik ke arah perahu yang hampir terisi penuh itu. Di dalamnya terdapat dua bilah papan panjang. Rupanya, papan panjang itu adalah tempat duduk penumpang.

Hampir mirip dengan perahu tradisional Indonesia. Namun, jika di Indonesia para penumpang saling berhadapan atau menghadap ke sisi yang sama, di sini para penumpang duduk saling membelakangi.

Dengan satu lompatan, saya akhirnya berhasil duduk di ujung, di satu-satunya space yang tersisa. Pengemudi menyalakan mesin, menimbulkan asap yang menusuk hidung saya. Kemudian ia meminta uang 1 dirham kepada seluruh penumpang dan menjalankan perahunya menuju Deira Old Souk, area terkenal di seberang Bur Dubai.

Menurut informasi dari orang di sebelah saya, Abra ini kini banyak jenisnya. Selain yang tradisional seperti yang saya naiki, wisatawan juga bisa mencoba Abra ber AC dari Al Jaddaf Marine menuju Dubai Festival City. Atau Abra khusus wisatawan yang berada di Dubai Water Canal.

Begitu perahu menyentuh daratan, saya lompat dan berlari menuju metro terdekat. Waktu saya sungguh tak banyak, saya harus kembali ke bandara. Di tengah perjalanan, saya melewati Old Souk, pasar tradisional Dubai yang sangat menarik. Mata saya sempat melirik karpet-karpet, pashmina, dan beraneka ragam souvenir yang memikat mata. Hidung saya sempet mencium wangi rempah dan bumbu-bumbu khas Timur Tengah.

Tak jauh dari Souk, ada Dubai Museum, sebuah museum yang dibangun di bekas benteng, berbentuk segi empat dengan menara di 3 sudutnya. Dibangun dari batuan berwarna cokelat, yang merupakan batuan khas bangunan di daerah Arab. Konon dari literatur yang saya baca, bangunan ini didirikan tahun 1787 dan merupakan bangunan tertua yang masih tersisa di Dubai.

Sayang, waktu saya di sana sangat terbatas. Saya cuma bisa melirik semua itu sambil berdoa, semoga suatu saat saya bisa kembali ke sana.