Minggu, 01 Maret 2020

Perjuangan Menggapai Puncak Kerinci

Gunung Kerinci di Jambi merupakan gunung yang difavoritkan para pendaki untuk ditaklukkan. Ini salah satu cerita perjalanan mencapai puncaknya.
Gunung Kerinci di Jambi bagi sebagian orang tentu menjadi tempat yang menyeramkan untuk didaki, mengingat gunung ini adalah gunung berapi tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 3805 MDPL. Ditambah lagi kini sudah memasuki musim penghujan yang tentu banyak ancaman alam yang mengintai kapan pun, seperti longsor dan petir.

Namun hal itu tidak menyurutkan sejumlah pendaki untuk menikmati pergantian malam tahun baru 2019 di atap Sumatra tersebut. Bisa dikatakan mereka berusaha menolak rasa takut akan berbagai hal buruk yang kapan pun datang di musim hujan ini. Di sisi lain sebagai gunung yang tinggi, Kerinci memiliki medan yang cukup ekstrim dan khas yang tentunya tidak mudah ditaklukkan.

Namun ada Kuasa Tuhan di sini. Prediksi cuaca buruk dan dongeng horor musim hujan tak terbukti, karena cuaca begitu menyambut sejumlah pendaki. Berdasarkan pengamatan kami selama mengikuti pendakian Kerinci bersama sebuah komunitas pendaki asal Jakarta dan Lampung dari tanggal 31 Desember 2018 hingga 1 Januari 2019 langit memang tampak cerah dan hampir setiap pos pendakian terisi penuh sejumlah pendaki yang mendirikan tenda.

Tim kami sendiri mendirikan tenda di (Pos) Shelter 1 yang tentunya masih jauh dari puncak atau berkisar antara 6-7 jam perjalanan lagi. Sebelum menuju Shelter 1, para pendaki akan memasuki Pos Pintu Rimba, Pos 1 ( Bangku Panjang), Pos 2 (Batu Lumut), dan Pos 3 (Pondok Panorama).

Masing-masing pos memiliki trek yang bervariasi dan cenderung menanjak terjal dengan rata-rata tempuh 1 hingga 2 jam. Setelah Shelter 1 para pendaki akan melewati Shelter 2 dan Shelter 3 dengan medan yang dilalui begitu berat karena jalur begitu menanjak dan sempit. Sehingga dibutuhkan tenaga ekstra.

Nyatanya bagi para pecinta pendakian gunung, medan Kerinci yang berat tersebut tidak menjadi halangan yang berarti melainkan sebuah tantangan yang harus ditaklukkan dengan mempertimbangkan faktor keamanan juga pastinya. Tim Kami sendiri memutuskan untuk melakukan summit pada tengah malam pukul 1.00 WIB (1 Januari 2019).

Selama perjalanan tentu dihadapakan dengan rasa lelah dan letih yang tak karuan. Namun niatan yang tulus untuk mencapai puncak Kerinci tidak bisa dihilangkan dengan kata lelah, sehingga dengan cara apapun kami berusaha menguatkan diri dan tekad. Setelah berjam-jam melalui trek terjal dan sempit dengan hiasan akar-akaran yang besar ditambah lagi gelapnya malam yang membatasi langkah, kami pun mencapai Shelter 3 pukul 4.30 WIB.

Untuk selanjutnya kami harus melewati trek miring dan curam dengan hamparan batuan cadas tanpa pepohonan (batas vegetasi) sebelum mencapai puncak Kerinci dengan udara yang semakin menipis tentunya. Laju semakin berat namun tetap berusaha kuat, kami pun melewati Tugu Yudha dan sejumlah plakat pengingat untuk para pendaki yang menjadi korban ganasnya Kerinci yang tak pernah kembali pulang.

Sejumlah doa pun kami panjatkan untuk mereka agar diterima di sisi-Nya. Puncak semakin tampak, hanya saja tenaga semakin susah untuk diajak kompromi. Dengan langkah tergopoh-gopoh karena medan berbatu dan berkerikil yang tak kunjung usai dan asupan oksigen yang berkurang akhirnya kami mengucap syukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa karena pada pukul 07.00 WIB kami mampu menginjakkan kaki di Atap Sumatra.

Tak lupa juga kami sampaikan terima kasih pada mereka yang turut memperlancar jalannya pendakian ini khususnya warga Kerinci yang rumahnya kami tempati, dan juga untuk sahabat-sahabat kami yang namanya tidak bisa kami sebutkan satu persatu.Kalian luar biasa.

Sabtu, 29 Februari 2020

Harga Tiket Pesawat Naik, Pariwisata NTB Menjerit

Sudah jatuh tertimpa tangga, peribahasa ini cocok menggambarkan nasib pariwisata NTB. Setelah gempa, kini naiknya harga tiket pesawat jadi masalah baru.

Menyusul terjadinya bencana gempa bumi beruntun yang memporakporandakan Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa di penghujung Juli hingga akhir Agustus 2018, bisnis pariwisata di sana masih belum pulih betul.

Bisnis pelancongan di NTB akibat bencana gempa bumi yang mengakibatkan ribuan bangunan rusak, termasuk hotel dan restoran serta merenggut ratusan korban jiwa itu, sejak beberapa bulan terakhir mulai menggeliat untuk bangkit kembali.

Namun, 'musibah' kembali menghadang. Ibarat orang sakit, ketika akan sembuh kembali diserang penyakit. Itulah nasib yang dialami sektor pariwisata NTB saat ini akibat naiknya hara tiket pesawat dan tambahan biaya bagasi awal 2019.

Kenaikan harga tiket transportasi udara itu memunculkan keprihatinan berbagai pihak, tak terkecuali Pemerintah Provinsi NTB yang saat ini sedang berupaya mendorong pemulihan pariwisata pasca bencana gempa yang memporakporandakan Lombok dan Kabupaten Sumbawa.

Karena itu Pemerintah Provinsi NTB meminta maskapai penerbangan menurunkan harga tiket pesawat untuk mendorong pemulihan pariwisata pasca bencana gempa bumi yang sangat berpengaruh terhadap sektor pariwisata di Pulau 'Seribu Masjid' ini.

Sekretaris Daerah (Sekda) NTB H Rosiady Sayuti mengakui yang menjadi masalah saat ini adalah penerbangan. Di situ sudah harga tiket sangat mahal juga ada tambahan tarif biaya bagasi bagi para penumpang.

Ia mengaku melihat langsung sejumlah calon penumpang yang komplain terhadap penerapan biaya bagasi.

Hal ini akan berdampak buruk bagi wisatawan yang ingin berlibur ke Lombok. Aturan bagasi berbayar juga mempengaruhi penjualan oleh-oleh dan kerajinan tangan khas Lombok.

Menurut dia, dengan mahalnya harga tiket pesawat itu yang mungkin memperburuk kondisi saat ini yang sedang "low season" (musim sepi) kunjungan wisatawan. Artinya, yang biasanya memang sepi penumpang menjadi bertambah sepi karena mahalnya harga tiket pesawat," katanya.

Rosiady Sayuti mengaku telah menugaskan Dinas Pariwisata NTB agar secepatnya berkomunikasi dengan manajemen maskapai agar bisa menurunkan harga tiket pesawat tujuan ke Lombok.

Dia berharap manajemen maskapai bisa memberikan harga tiket pesawat ke Lombok yang lebih terjangkau untuk menarik minat wisatawan. Sebab, Lombok tidak bisa disamakan dengan daerah lain mengingat sedang dalam masa pemulihan pasca gempa.

Jadi, kata dia, pihaknya tidak bisa berdiam diri, harus mendorong maskapai agar ada kebijakan khusus bagi daerah NTB karena masih dalam pemulihan akibat bencana.

Pemda NTB berencana mengubah 'low season' saat ini menjadi 'middle' dengan proyeksi wisman yang bisa diraih mencapai 40-50 persen wisatawan saat puncak.

Kenaikan harga tiket pesawat itu merugikan para pelaku usaha pariwisata NTB yang saat ini sedang berupaya untuk mendorong pemulihan bisnis pelancongan pasca bencana gempa Lombok.

Untuk menuntut penurunan harga tiket pesawat dan bagasi berbayar itu Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) akan menggelar unjuk rasa ke Istana Negara di Jakarta.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ASITA NTB Dewantoro Umbu Joka mengatakan aksi unjuk rasa ke Istana Negara pada 28 Februari 2019 itu akan diikuti seluruh DPD ASITA di seluruh Indonesia. Tuntutannya agar pemerintah meninjau ulang harga tiket pesawat dan bagasi berbayar.