Minggu, 01 Maret 2020

Pekerjaan Ini Tawarkan Bayaran 1,3 Miliar Buat Jalan-jalan, Mau?

Situs belanja kaum jetset asal Inggris rela mengeluarkan bayaran senilai 1,3 miliar rupiah per tahun bagi traveler yang mau jalan-jalan. Ini dia pekerjaannya.

Diketahui sebagai tempat belanja kaum jetset, situs HushHush asal Inggris tengah mencari seorang kandidat yang berminat jalan-jalan gratis. Dilihat detikTravel dari situs resminya, Selasa (5/2/2019), bayarannya pun cukup fantastis!

Dari keterangan di situsnya, pihak HushHush tengah mencari seorang traveler yang akan ditugaskan untuk me-review sejumlah produk seperti mobil mewah, yacht hingga pulau indah yang nantinya akan dijual di situs tersebut.

Bayarannya pun cukup menggiurkan, yakni £75,000 atau sekitar 1,3 miliar rupiah per tahun. Kalau dibagi 12 bulan, per bulan kamu akan dibayar sekitar 108 juta. Wow!

"Kandidat yang diterima diharapkan bepergian secara ekstensif, karena mereka akan me-review pulau pribadi dan properti yang akan dijual di seluruh dunia," tulis lowongan kerja di situsnya.

Diketahui, tidak ada deadline bagi pelamar yang ingin melamar pekerjaan tersebut. Untuk detil atau kriteria persyaratan, mungkin bisa didapat setelah mengirim cv.

Sebagai pemain baru di pasar, situs HushHush menawarkan aneka barang branded dan premium seperti pesawat, mobil mewah, hingga pulau pribadi yang tersebar di seluruh dunia dengan harga fantastis.

Rekomendasi Wisata Kuliner di Sentul, Coba Saja ke Sini

 Salah satu tempat tujuan kuliner yang bisa di coba di daerah Bogor, khususnya di kawasan Sentul City adalah adalah Talaga Kuring. Talaga Kuring berada di kawasan kantor pemasaran Nirwana Resident Sentul City, yakni persis di samping pintu gerbang utama kawasan Perumahan Sentul City.
Telaga Kuring adalah restoran dengan konsep tempat makan di pinggir danau. Dilengkapi dengan saung-saung, restoran ini dikelilingi oleh pepohonan yang bikin suasananya jadi segar dan sejuk.

Di sekililing danau ada pedestarian yang bisa jadi latar foto bareng bersama keluarga. Dijamin instragamable dan mengalihkan waktu menunggu makanan dan minuman yang dipesan.

Talaga Kuring adalah restoran Sunda, harga yang dijual tidak hanya per porsi tetapi juga ada harga paket untuk group dengan minimal untuk 2 (2orang). Harga paket sangat cocok untuk makan bersama dengan keluarga besar atau acara seperti ulang tahun hingga reuni.

Inilah Titik Nol Jakarta di Masa Belanda

 Ini adalah sisa kejayaan masa lalu Batavia sebagai kota pelabuhan. Sejarahnya masih tersimpan sampai sekarang.
Adalah Menara Syahbandar yang terletak dalam satu kawasan dengan Museum Bahari yang sempat terbakar beberapa waktu yang lalu. Letaknya di sudut Jalan Pakin dan Jalan Pasar Ikan, Sunda Kelapa, Jakarta.

Menara Syahbandar dibangun sekitar tahun 1839 yang berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk pelabuhan Sunda Kelapa, serta berfungsi sebagai kantor pabean. Pada zaman penjajahan Belanda, titik nol kilometer Kota Batavia ada di menara ini, bahkan pada tahun 1977, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menempatkan tugu nol kilometer di dekat menara ini.

Menara Syahbandar Jakarta memiliki tiga ruangan, yaitu di lantai dasar, di bagian tengah berukuran 6-7 meter dan paling atas yang berfungsi sebagai ruang pengamatan dengan empat jendela. Di bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulu berfungsi sebagai tempat untuk mengurung awak kapal yang melanggar peraturan pelabuhan.

Karena padatnya lalu lintas, terutama truk berukuran besar yang melewati jalanan di sekitar Menara Syahbandar, mengakibatkan kondisi menara setinggi 12 meter ini menjadi miring saat ini. Dari bagian bawah menara ini, konon terdapat terowongan bawah tanah yang tembus sampai Museum Fatahillah dan bahkan Masjid Istiqlal, namun karena alasan keselamatan, kini area menuju terowongan bawah tanah di museum ini sudah ditutup.

Di bagian luar menara masih dapat ditemui meriam-meriam peninggalan Belanda yang semakin menambah suasana klasik bangunan ini. Ada pula prasasti yang menceritakan mengenai titik nol kilometer Kota Batavia, maupun kunjungan saudagar China ke Batavia.

Kisah Penggembala Rusa dari Suku Terkecil Sedunia

Traveler anti mainstream pasti menyukai ini. Ini adalah kisah suku terkecil sedunia menjadi penggembala rusa di Mongolia.

Melansir BBC Capital, Rabu (5/2/2019), keberadaan mereka jauh di dalam hutan salju Mongolia. Menggembala rusa lebih dari sekedar pekerjaan karena merupakan budaya dan tradisi mereka.

"Yang kita miliki adalah rusa. Tujuan kami untuk bangun dan bekerja setiap hari adalah agar kami dapat membesarkan mereka," kata salah satu anggota suku, Dawaajaw Balanish.

Lokasi tepatnya ada di Provinsi Khovsgol, Mongolia bagian utara, sekitar 50 km selatan perbatasan Rusia. Kelompok etnis minoritas terkecil ini memiliki populasi sekitar 300 orang, bernama Suku Dukha.

Mereka hidup sebagai penggembala rusa di hutan salju atau taiga. Di musim dingin, taiga diselimuti salju tebal, pohon-pohon konifernya hanya tinggal dahan tanpa daun karena dingin yang menggigit dapat turun hingga ke suhu -50 derajat C.

Suku Dukha adalah suku nomaden, yang disebut sebagai Tsaatan dalam bahasa Mongolia berarti orang rusa. Tempat mereka tinggal mengikuti kebutuhan ternak mereka, bergerak di antara kamp musiman di kawasan taiga.

Rusa mampu cepat beradaptasi dengan cuaca sekitarnya dan selama musim panas, Suku Dukha mencari tempat yang lebih tinggi dan berangin. Di musim dingin, mereka pergi ke daerah-daerah di mana salju berlimpah.

Mereka secara tradisional tinggal di teepees, dikenal sebagai ortz, agar sesuai dengan gaya hidup nomaden mereka. Dibangun menggunakan kayu dan dibungkus dengan kain kanvas untuk berlindung.

Ortz dan semua yang ada di dalamnya dapat dikemas dengan cepat. Namun, kini, beberapa keluarga telah memilih untuk membangun kabin kayu di tempat musim dingin karena dingin yang mencekam.

Selama musim dingin, Suku Dukha mulai bekerja saat matahari terbit dengan minuman teh susu panas. Sambil menunggu salju mencair ke dalam air yang bisa diminum, para penggembala muncul dari ortz untuk mengumpulkan rusa untuk merumput dan tidak ditambatkan pada malam hari.

Anak rusa yang lebih muda masih liar. Rusa tua diikat ke pohon untuk mengatur anaknya. Rusa-rusa itu digiring ke padang rumput baru untuk mencari lumut.

Tidak mudah hidup di kawasan taiga, tidak ada sumber air, jadi air diambil dari salju atau es bersih selama musim dingin atau dari sungai di musim panas. Api adalah dalam ortz adalah penjaga kehangatan dari ekstremnya musim dingin.

Menggembala rusa secara nomaden juga dengan iklim yang keras mampu mendapat penghasilan pariwisata sehingga mereka dapat terus membesarkan rusanya. Namun kenyamanannya terbilang minimal.

Suku Dukha tidak membutuhkan banyak uang, mereka hidup dan bergantung sepenuhnya pada kekayaan hutannya. Pemerintah juga memberi mereka gaji bulanan, jumlahnya tergantung pada jumlah orang dewasa dalam keluarga.

Daging dibeli secara berkala dari Tsagaannuur, kota terdekat yang terletak sekitar dua jam perjalanan, meski warga Dukha juga terkadang hidup dari daging rusa. Seekor rusa dewasa berukuran besar dapat menjadi sumber bahan makanan sekeluarga bertahan hidup selama satu musim.

Musim panas membawa beberapa kegiatan baru, karena itu adalah waktu yang populer bagi wisatawan untuk mengunjungi kamp-kamp Suku Dukha dan belajar tentang kehidupannya. Suku Dukha menyewakan ortz dan kuda mereka, bekerja sebagai pemandu dan pengatur dan menjual kerajinan tangan yang diukir dari tanduk rusa gembalaannya.

Semua penghasilan mereka dari pariwisata disimpan untuk bertahan hidup melalui musim dingin yang ekstrem berikutnya. Turis adalah penghasilan sampingan dan meningkat setiap tahun, bahkan orang Mongolia sendiri juga melancong ke sana.

Penghasilan ini memungkinkan Suku Dukha fokus pada pemeliharaan ternak rusa. Mereka tidak akan tahan tinggal di kota di mana rusa tidak ada di sana.

Suku Dukha yang nomaden mampu menentukan sabana terbaik untuk rusa setiap tahunnya. Gaya hidupnya benar-benar diarahkan pada kebutuhan untuk memelihara ternak rusa yang sehat.

Suku Dukha memang sangat terkait hidupnya dengan alam dan yang paling penting dengan rusa. Keseharian mereka berkisar pada kebutuhan rusa, merumput, membawa mereka kembali di malam hari, memerah susu rusa dan pindah ke padang rumput baru sepanjang tahun. Secara umum, motivasi Suku Dukha tinggal dan bekerja dalam kawasan taiga adalah kebutuhan rusanya.

Pada tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup Mongolia membentuk kawasan lindung di dalam taiga dan membuat peraturan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan sumber daya kawasan tersebut. Macan tutul salju, rusa kesturi dan beruang coklat hanyalah tiga dari banyak spesies dilindungi Mongolia.

Dalam buminya kaya akan mineral, seperti batu giok dan emas. Sebelum dilindungi, kawasan taiga itu penuh dengan orang luar yang ingin menambangnya.