Minggu, 01 Maret 2020

Inilah Titik Nol Jakarta di Masa Belanda

 Ini adalah sisa kejayaan masa lalu Batavia sebagai kota pelabuhan. Sejarahnya masih tersimpan sampai sekarang.
Adalah Menara Syahbandar yang terletak dalam satu kawasan dengan Museum Bahari yang sempat terbakar beberapa waktu yang lalu. Letaknya di sudut Jalan Pakin dan Jalan Pasar Ikan, Sunda Kelapa, Jakarta.

Menara Syahbandar dibangun sekitar tahun 1839 yang berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk pelabuhan Sunda Kelapa, serta berfungsi sebagai kantor pabean. Pada zaman penjajahan Belanda, titik nol kilometer Kota Batavia ada di menara ini, bahkan pada tahun 1977, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menempatkan tugu nol kilometer di dekat menara ini.

Menara Syahbandar Jakarta memiliki tiga ruangan, yaitu di lantai dasar, di bagian tengah berukuran 6-7 meter dan paling atas yang berfungsi sebagai ruang pengamatan dengan empat jendela. Di bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulu berfungsi sebagai tempat untuk mengurung awak kapal yang melanggar peraturan pelabuhan.

Karena padatnya lalu lintas, terutama truk berukuran besar yang melewati jalanan di sekitar Menara Syahbandar, mengakibatkan kondisi menara setinggi 12 meter ini menjadi miring saat ini. Dari bagian bawah menara ini, konon terdapat terowongan bawah tanah yang tembus sampai Museum Fatahillah dan bahkan Masjid Istiqlal, namun karena alasan keselamatan, kini area menuju terowongan bawah tanah di museum ini sudah ditutup.

Di bagian luar menara masih dapat ditemui meriam-meriam peninggalan Belanda yang semakin menambah suasana klasik bangunan ini. Ada pula prasasti yang menceritakan mengenai titik nol kilometer Kota Batavia, maupun kunjungan saudagar China ke Batavia.

Di Magelang Kini Ada Museum Lima Gunung, Apa Koleksinya?

Destinasi di Magelang bertambah. Kini ada Museum Lima Gunung, apa saja koleksinya ya?

Tarian Umbul Dungo yang dibawakan Suprapto Suryodharmo bersama penari lainnya menandai pembukaan Museum Lima Gunung. Museum Lima Gunung ini berada satu kompleks dengan rumah seniman Sutanto Mendut.

Pembukaan museum tersebut dimulai pukul 05.00 WIB di komplek studio Mendut, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (5/2/2019). Sejumlah tokoh dari Komunitas Lima Gunung menyampaikan testimoni tentang kiprahnya selama ini di Komunitas Lima Gunung. Para seniman pun berdatangan di pembukaan museum ini.

Menandai pembukaan museum ini, diawali tarian yang dibawakan Suprapto Suryodharmo dari Padepokan Lemah Putih, Plesungan, Karanganyar. Sambil menari dengan diikuti para penari lainnya, Mbah Prapto memasuki Museum Lima Gunung yang berada di bawah panggung utama.

Pembukaan Museum Lima Gunung ini terasa istimewa karena bersamaan dengan HUT ke-65 Sutanto Mendut yang di Komunitas Lima Gunung sebagai Presiden Lima Gunung. Adapun Komunitas Lima Gunung sendiri merupakan wadah berkumpulnya para seniman dari Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong dan Menoreh.

Sejumlah benda maupun barang koleksi yang ada di museum ini bukan hasil kurator. Untuk koleksi yang berada di Museum Lima Gunung ini antara lain Lukisan Kaca Waged Kodya Magelang, wayang kulit lengkap karya Rastika (Cirebon), Topeng Madura, Topeng Wonosari, Topeng Malang dan Keramik Cina, Kemudian, Topeng Wayang Cirebon, Wayang Golek, Wayang Wonosobo dan Wayang Sunda.

Selain itu, terdapat kliping berita-berita maupun foto-foto kegiatan dari Komunitas Lima Gunung. "Pembangunan museum ini sejak dua tahun lalu, dari sedikit terus seperti ini. Ada koleksi wayang Cirebon karya Raskita, seorang maestro," kata Sutanto Mendut di sela-sela pembukaan Museum Lima Gunung.

Sementara itu, Mbah Prapto mengatakan, tarian yang dibawakan bertema satu rasa untuk Umbul Dongo. Sekalian yang menari ada yang berasal dari Spanyol, Denmark, Inggris dan Indonesia untuk rasa sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Satu rasa umbul dungo, meskipun berlatar belakang dari Mexico, Spanyol, Denmark, Indonesia, sebenarnya mewujukan rasa sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa," kata Mbah Prapto.

Rekomendasi Wisata Kuliner di Sentul, Coba Saja ke Sini

Salah satu tempat tujuan kuliner yang bisa di coba di daerah Bogor, khususnya di kawasan Sentul City adalah adalah Talaga Kuring. Talaga Kuring berada di kawasan kantor pemasaran Nirwana Resident Sentul City, yakni persis di samping pintu gerbang utama kawasan Perumahan Sentul City.
Telaga Kuring adalah restoran dengan konsep tempat makan di pinggir danau. Dilengkapi dengan saung-saung, restoran ini dikelilingi oleh pepohonan yang bikin suasananya jadi segar dan sejuk.

Di sekililing danau ada pedestarian yang bisa jadi latar foto bareng bersama keluarga. Dijamin instragamable dan mengalihkan waktu menunggu makanan dan minuman yang dipesan.

Talaga Kuring adalah restoran Sunda, harga yang dijual tidak hanya per porsi tetapi juga ada harga paket untuk group dengan minimal untuk 2 (2orang). Harga paket sangat cocok untuk makan bersama dengan keluarga besar atau acara seperti ulang tahun hingga reuni.

Inilah Titik Nol Jakarta di Masa Belanda

 Ini adalah sisa kejayaan masa lalu Batavia sebagai kota pelabuhan. Sejarahnya masih tersimpan sampai sekarang.
Adalah Menara Syahbandar yang terletak dalam satu kawasan dengan Museum Bahari yang sempat terbakar beberapa waktu yang lalu. Letaknya di sudut Jalan Pakin dan Jalan Pasar Ikan, Sunda Kelapa, Jakarta.

Menara Syahbandar dibangun sekitar tahun 1839 yang berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk pelabuhan Sunda Kelapa, serta berfungsi sebagai kantor pabean. Pada zaman penjajahan Belanda, titik nol kilometer Kota Batavia ada di menara ini, bahkan pada tahun 1977, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menempatkan tugu nol kilometer di dekat menara ini.

Menara Syahbandar Jakarta memiliki tiga ruangan, yaitu di lantai dasar, di bagian tengah berukuran 6-7 meter dan paling atas yang berfungsi sebagai ruang pengamatan dengan empat jendela. Di bawah lantai dasar, terdapat ruangan yang dulu berfungsi sebagai tempat untuk mengurung awak kapal yang melanggar peraturan pelabuhan.

Karena padatnya lalu lintas, terutama truk berukuran besar yang melewati jalanan di sekitar Menara Syahbandar, mengakibatkan kondisi menara setinggi 12 meter ini menjadi miring saat ini. Dari bagian bawah menara ini, konon terdapat terowongan bawah tanah yang tembus sampai Museum Fatahillah dan bahkan Masjid Istiqlal, namun karena alasan keselamatan, kini area menuju terowongan bawah tanah di museum ini sudah ditutup.

Di bagian luar menara masih dapat ditemui meriam-meriam peninggalan Belanda yang semakin menambah suasana klasik bangunan ini. Ada pula prasasti yang menceritakan mengenai titik nol kilometer Kota Batavia, maupun kunjungan saudagar China ke Batavia.

Di Magelang Kini Ada Museum Lima Gunung, Apa Koleksinya?

Destinasi di Magelang bertambah. Kini ada Museum Lima Gunung, apa saja koleksinya ya?

Tarian Umbul Dungo yang dibawakan Suprapto Suryodharmo bersama penari lainnya menandai pembukaan Museum Lima Gunung. Museum Lima Gunung ini berada satu kompleks dengan rumah seniman Sutanto Mendut.

Pembukaan museum tersebut dimulai pukul 05.00 WIB di komplek studio Mendut, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (5/2/2019). Sejumlah tokoh dari Komunitas Lima Gunung menyampaikan testimoni tentang kiprahnya selama ini di Komunitas Lima Gunung. Para seniman pun berdatangan di pembukaan museum ini.

Menandai pembukaan museum ini, diawali tarian yang dibawakan Suprapto Suryodharmo dari Padepokan Lemah Putih, Plesungan, Karanganyar. Sambil menari dengan diikuti para penari lainnya, Mbah Prapto memasuki Museum Lima Gunung yang berada di bawah panggung utama.

Pembukaan Museum Lima Gunung ini terasa istimewa karena bersamaan dengan HUT ke-65 Sutanto Mendut yang di Komunitas Lima Gunung sebagai Presiden Lima Gunung. Adapun Komunitas Lima Gunung sendiri merupakan wadah berkumpulnya para seniman dari Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong dan Menoreh.