Rabu, 29 April 2020

Kasus Corona AS Tertinggi di Dunia, Trump Rencanakan Tes Corona bagi Para Turis

 Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah merencanakan tes Corona yang bagi setiap orang yang datang ke negaranya. Hal ini ia rencanakan karena melihat perkembangan kasus Corona di Brasil yang semakin meningkat.
"Kita mungkin akan melakukan itu. Brasil sudah cukup banyak mencatat kasus Corona. Kami akan segera mengambil keputusan," ujar Trump saat konferensi pers di Gedung Putih, Selasa (28/4/2020).

Terkait tes yang dimaksud, ia mengatakan akan melakukan pemeriksaan suhu dan tes virus Corona. Mengutip CNN, Trump menyebut ia sedang membahas rencananya ini dengan gubernur negara bagian Florida, Roy Desantis.

"Kami sedang melakukan pembahasan dengan orang lain yang menerima banyak kunjungan dari Amerika Selatan, Amerika Latin, dan kami akan membuat keputusan," katanya.

Menurut Trump, langkah tes Corona ini dilakukan bukan hanya di bandara. Namun ketika penumpang berada di pesawat akan dilakukan tes Corona serupa. Upayanya pun masih dalam tahap diskusi maskapai penerbangan.

Berdasarkan laporan data worldometers saat ini kasus positif di AS sebanyak 1.035.765 dengan kasus kematian sebanyak 59.266 dan sembuh 142.238 orang. Karenanya, hingga kini Amerika Serikat masih menjadi negara dengan angka pasien positif Corona tertinggi di dunia.

4 Alasan Perokok Rentan Alami Kondisi Fatal Virus Corona

Beberapa hal bisa menyebabkan seseorang rentan terhadap virus Corona COVID-19, mulai dari faktor usia hingga penyakit penyerta atau komorbid. Namun, salah satu hal yang sangat berpengaruh pada kondisi pasien Corona adalah kebiasaan merokok.
Dalam pemaparannya, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) menyebutkan bahwa perokok lebih berisiko terhadap virus Corona. Hal ini dibuktikan dengan data dari 12 penelitian di dunia yang menyebutkan dari 9.025 orang, sekitar 17,8 persen perokok lebih berisiko mengalami kondisi buruk.

"Sedangkan yang bukan perokok, hanya mengalami perburukan sebanyak 9,3 persen. Artinya, merokok hampir dua kali lipatnya meningkatkan risiko terjadinya perburukan dari COVID-19," katanya dalam webinar yang diselenggarakan pada Selasa (28/4/2020).

Berdasarkan hal itu, terdapat 4 alasan yang menjelaskan mengapa seorang perokok atau yang mempunyai kebiasaan merokok itu lebih mengalami kondisi fatal saat terinfeksi COVID-19.

1. Mengganggu sistem imunitas saluran pernapasan
Dalam hal ini, dr Agus mengatakan terdapat dua hal yang bisa menyebabkan rokok bisa mengganggu sistem imunitas saluran pernapasan. Pertama, adalah fungsi silia untuk membersihkan saluran pernapasan menjadi terganggu.

Silia berfungsi untuk menyaring dan membersihkan saluran pernapasan, sehingga bakteri dan virus akan dibuang melalui batuk. Tetapi, jika orang tersebut menghisap rokok sebanyak 2-3 kali, bisa melemahkan fungsi silia sebanyak 50 persen bahkan tidak berfungsi lagi.

Kedua, zat radikal seperti nikotin yang ada di dalam sebatang rokok bisa berpengaruh pada sel-sel imunitas tubuh manusia. Nikotin ini akan menekan fungsi sel imunitas seperti leukosit, untuk memerangi virus. Akibatnya, infeksi virus akan menjadi lebih berat.

Pandemi Corona Diprediksi Dongkrak Angka Kehamilan

Pandemi virus Corona atau COVID-19 berdampak pada turunnya angka akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kabupaten Sragen. Imbasnya, angka kehamilan diperkirakan mengalami kenaikan hingga 10 persen.
"Kenaikan angka kehamilan kami prediksi di kisaran 10 persen. Ini kan kita banyak di rumah, banyak PUS (pasangan usia subur) yang terkendala untuk keluar rumah. Pelayanan pemasangan alat KB juga terbatas," ujar Ketua Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Sragen, Suwanto, dihubungi detikcom, Selasa (28/4/2020).

Suwanti menjelaskan, kebijakan social dan physical distancing menjadi faktor utama penyumbang potensi naiknya angka kehamilan. Ditambah dengan terkendalanya sosialisasi para penyuluh KB karena pertemuan-pertemuan yang bersifat mengumpulkan banyak orang, saat ini tidak bisa dilakukan.

"Di puskesmas, klinik dan rumah sakit, pelayanan pemasangan alat KB juga terbatas, paling-paling hanya maksimal 10 pasien per hari. Dan masyarakat kan juga sedang membatasi aktivitas keluar rumah," terangnya.

Berbagai faktor ini, lanjut Suwanto, membuat jumlah akseptor KB mengalami penurunan hingga 45 persen. Para penyuluh, kini harus memutar otak untuk menekan angka kehamilan serta mengatur jarak kehamilan.

"Prediksi kenaikan angka kehamilan ini menggunakan logika psikologi dalam menganalisa masyarakat. Mereka kesulitan ber-KB karena memang terbatas keluar. Kenaikan ini nanti akan kelihatan kalo sudah berjalan tujuh hingga sembilan bulan," imbuh dia.

Suwanto bersama 52 penyuluh KB di Kabupaten Sragen, kini menggencarkan sosialisasi door to door, dengan tetap mengedepankan imbauan pemerintah untuk jaga jarak. Selain itu, warga juga diberi imbauan untuk menggunakan cara kontrasepsi yang lebih terjangkau aksesnya, seperti kondom dan pil.

"Dulu sosialisasi kita kumpulkan ibu-ibu di posyandu. Tapi dengan keadaan seperti ini tidak bisa. Sekarang kita cari data dulu desa A jumlah PUS-nya berapa, kita datangi. Kita juga menambah suplai alat kontrasepsi seperti kondom dan pil ke bidan desa, agar warga bisa memperolehnya secara gratis," kata Suwanto.

Dihubungi terpisah, Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Sragen, Joko Puryanto membenarkan penurunan jumlah akseptor KB di wilayahnya. Berdasarkan data DP2KBP3A, perbandingan jumlah akseptor KB triwulan pertama di tahun 2019 dan 2020 terjadi selisih 435 akseptor.

"Memang menurun. Di tahun 2019, sampai akhir Maret jumlah akseptor ada 2.145. Pada periode yang sama tahun ini, jumlahnya hanya 1.710 akseptor. Itu data akseptor fasilitas kesehatan pemerintah," terang Joko.

Sementara untuk akseptor di fasilitas swasta, juga terjadi penurunan, yakni dari 1.276 akseptor di triwulan pertama 2019, turun menjadi 1.181 di tahun ini. Pihaknya kini berupaya mengalihkan akseptor KB untuk sementara menggunakan kontrasepsi suntik, pil dan kondom. Upaya ini diimbangi dengan perluasan droping alat kontrasepsi yang dulunya hanya dilakukan di faskes BPJS, diperluas ke semua faskes yang terdaftar di kantor KB.

"Kita juga sedang upayakan bidan desa untuk bisa melakukan pemasangan impan atau IUD dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Intinya upaya-upaya sudah dilakukan untuk tetap mengontrol angka kehamilan," tegas Joko.