Sabtu, 30 Mei 2020

Zuckerberg Ambil Sikap Beda Soal Cek Fakta Ucapan Politisi

Masalah kebebasan berpendapat di media sosial sedang menjadi isu yang ramai dibicarakan. CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan bahwa media sosial seharusnya tidak mengecek fakta di balik klaim yang dibuat politisi.
Hal ini diungkap Zuckerberg saat ditanya presenter program Squawk Box mengenai kebijakan Twitter yang mengecek fakta cuitan Presiden Donald Trump tentang pemungutan suara via surat.

"Saya rasa Facebook atau platform internet lainnya secara umum tidak boleh menjadi wasit kebenaran," kata Zuckerberg seperti dikutip detikINET dari CNBC, Jumat (29/5/2020).

"Ucapan politik adalah salah satu bagian paling sensitif dalam demokrasi, dan orang-orang harus bisa melihat apa yang diucapkan politisi," sambungnya.

Padahal Facebook telah bekerjasama dengan pengecek fakta independen untuk mengulas konten yang diunggah di platform-nya. Tapi Zuckerberg mengatakan pengecek fakta itu hanya untuk menyaring hal-hal yang buruk.

Pengecek fakta independen ini juga sering dikerahkan Facebook untuk menandai postingan di platform-nya yang dianggap menyesatkan. Contohnya di tengah pandemi COVID-19, Facebook mulai memberikan label peringatan untuk misinformasi yang disebarkan.

Mereka juga sering menghapus konten yang memiliki klaim palsu atau teori konspirasi yang telah ditandai salah oleh organisasi kesehatan global.

"Tujuan dari program itu bukan untuk mengurai kata-kata pada sesuatu yang sedikit benar atau salah. Dari sisi ucapan politik, lagi-lagi, saya pikir kalian ingin memberikan penghormatan yang luas terhadap proses dan ucapan politik," jelas Zuckerberg.

Tapi ada batas yang tidak boleh dilewati semua pengguna Facebook, termasuk politisi. Zuckerberg mengatakan tidak boleh ada yang menggunakan Facebook untuk menyebabkan kekerasan atau melukai dirinya, atau mengunggah misinformasi yang berujung pada tekanan untuk pemilih.

"Ada garis jelas yang memetakan celaka dan kerusakan spesifik yang bisa dilakukan ketika kita menghapus kontennya," kata pria berusia 36 tahun itu.

"Tapi secara keseluruhan, termasuk dibandingkan dengan beberapa perusahaan lainnya, kami mencoba untuk berada di sisi yang memberikan banyak orang suara dan kebebasan berpendapat," pungkasnya.

Meski berbeda soal cek fakta ucapan politisi, Facebook dan Twitter satu kepala mengenai perlindungan hukum terhadap platform medsos. Facebook dan Twitter menentang keputusan Trump yang mengeluarkan perintah eksekutif untuk membatasi perlindungan tanggung jawab platform media sosial dan perusahaan teknologi yang diatur oleh Section 230 Communications Decency Act.

Fitur Baru Youtube Bisa Lompati Video yang Ingin Dituju

Dalam sebuah video YouTube dengan durasi panjang kadang sang kreator memberikan tautan link berupa waktu di bagian deskripsi tujuannya agar penonton bisa langsung menonton bagian yang mereka ingin lihat.
Misal, ketika ada video tutorial memasak penonton bisa meng-skip bagian intro dan langsung masuk ke inti dari tutorial tersebut tanpa harus membuang-buang waktu. Meski cara ini belum paling efisien, namun berhasil dan dilakukan di konten video YouTube.

Menjawab persoalan tersebut YouTube pun mendengarkan akan permintaan para penggunaannya dan mengumumkan telah meluncurkan fitur yang dinamai 'Chapters'

Fitur Chapters sendiri sebelumnya sudah diuji coba, dengan fitur ini dapat mempermudah penonton untuk mencari bagian video yang diinginkan.

YouTube
@YouTube
0:00 We heard you and added Video Chapters.
0:30 You liked it.
1:00 Now it's official: Video Chapters are here to stay.
1:30 Creators, try Chapters by adding timestamps starting at 0:00 to your video description. Viewers, scrub to find exactly what you’re looking for.
2:00 Enjoy!

Video terlekat
1.221
00.00 - 29 Mei 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
301 orang memperbincangkan tentang ini

Setelah mendapatkan respon yang baik akhirnya YouTube merilis fitur Chapters ini secara permanen baik di YouTube versi website serta perangkat Android dan iOS.

Chapters ini akan terlihat pada bagian bawah pemutar video dengan bentuk garis-garis patah dan menunjukkan tanda waktu yang dapat diklik penonton untuk langsung menuju ke video tersebut.

Namun dilansir detiKINET dari Ubergizmo, ada catatan bahwa fitur ini sepenuhnya adalah opsional dan pembuat video harus memasukkannya secara manual sehingga tidak semua video dapat memanfaatkan fitur tersebut.
http://kamumovie28.com/the-servant/

Kejanggalan Plandemic, Film Konspirasi COVID-19 yang Kontroversial

Meski rilis pada 4 Mei silam, film dokumenter Plandemic yang menampilkan seorang ilmuwan kontroversial, Dr Judy Mikovits, masih banyak dicari orang. Namun kali ini berbeda, orang-orang justru mengecek mengenai kebenaran dan kejanggalan yang ada dalam video tersebut.
Sebagai latar belakang, Plandemic dibuat oleh Mikki Willis yang merupakan produser film. Dari video ini, Dr Judy menjelaskan pandangannya mengenai COVID-19 yang ia yakini sebagai bagian dari konspirasi dan menyeret nama Dr Anthony Fauci hingga Bill Gates.

detikINET telah merangkum dari berbagai sumber mengenai kejanggalan dari video Plandemic yang berakhir pada penurunan paksanya di YouTube.

1. Klaim dipenjarakan tanpa sebab
The Whittemore Peterson Institute for Neuro-Immune Disease memecat Mikovits pada September 2011 sebagai direktur penelitian setelah studinya yang menghubungkan retrovirus tikus dengan sindrom kelelahan kronis didiskreditkan dan ditarik kembali oleh Science, sebuah jurnal peer-review bergengsi.

Meski ia menyangkal, faktanya pada November 2011, ia diajukan tuntutan pidana karena diduga mencuri data komputer, buku catatan, dan properti lainnya dari institut. Mikovits sempat dipenjara sebentar di California atas tuduhan kriminal. Pada 11 Juni 2012, kantor kejaksaan mengajukan petisi untuk memberhentikan dakwaan tanpa prasangka.

2. Klaim bahwa virus Corona dimanipulasi
Justru banyak ilmuwan yang berpendapat sebaliknya. Struktur genetik pada novel coronavirus disebutkan tidak mungkin dirancang dari sebuah lab.

Sebuah artikel di Nature (baca DI SINI untuk lengkapnya), jurnal ilmiah juga menuliskan hasil penelitian mereka mengenai COVID-19.

"Analisis kami menunjukkan dengan jelas bahwa SARS-CoV-2 bukan buatan lab atau virus yang dimanipulasi secara sengaja," tulis penelitian tersebut.

Kendati demikian, ada juga yang menaruh perhatian pada asal muasal virus ini. Ilmuwan top di Australia bahkan meminta ada investigasi khusus untuk menyelidiki asal muasal sesungguhnya COVID-19 lantaran timnya menemukan bahwa virus tersebut secara unik bisa beradaptasi untuk menginfeksi manusia.

Profesor Nikolai Petrovsky yang memimpin mengatakan COVID-19 bukan infeksi penyakit hewan ke manusia biasa karena tampaknya punya kemampuan luar biasa untuk masuk ke tubuh manusia sejak hari pertama. Ada juga Profesor Clive Hamilton dari Australia yang menaruh kecurigaan virus SARS-CoV-2 bocor dari lab di Wuhan meski telah dibantah oleh Wuhan Institute of Virology. Profesor Shi Zhengli dari Wuhan Institute of Virology mengatakan virus Corona hanya 80% sama dengan SARS yang mereka miliki di lab.

3. Klaim penyakit lama dan tidak terjadi secara alami
Mengutip Politifact yang melakukan fact-checking dokumenter Plandemic, penjelasan ini adalah salah. Virus yang menyebabkan COVID-19 adalah penyakit baru bukan dari Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Memang novel coronavirus mirip dengan SARS dalam beberapa hal. Keduanya adalah virus Corona manusia yang diduga berasal dari kelelawar serta menyebabkan penyakit pernapasan dan menyebar melalui batuk dan bersin.

Tetapi virus ini memiliki 79% kesamaan genetik, menurut para peneliti. Coronavirus novel ini lebih mirip secara genetik dengan coronavirus yang diturunkan kelelawar lainnya daripada SARS.

4. Klaim Hydroxychloroquine efektif melawan virus Corona
Nah, yang ini belum bisa dibilang salah, tapi tepatnya terlalu dini untuk menyimpulkan. Sejauh ini tidak ada obat atau vaksin untuk SARS atau coronavirus baru.

Sementara beberapa penelitian telah menemukan bahwa hydroxychloroquine dapat mengurangi beberapa gejala yang terkait dengan COVID-19, penelitian lain tidak menemukan efek yang sama.

Dengan lebih dari 50 penelitian yang sedang dikerjakan, serta uji coba klinis NIH, terlalu dini untuk mengatakan apakah obat ini adalah pengobatan yang layak untuk coronavirus. Beberapa negara juga telah membatasi penggunaan hydroxychloroquine mengingat keterbatasan informasi tentang bagaimana kerja obat mempengaruhi virus Corona.
http://kamumovie28.com/chloe-and-theo/