Jumat, 30 Oktober 2020

Langkah BPOM Jika Vaksin COVID-19 Ternyata Berisiko Tinggi

  Vaksin COVID-19 rencananya tiba November 2020 dan vaksinasi tahap awal diberikan pada tenaga kesehatan serta pelayanan publik. Meski begitu, BPOM menegaskan hingga saat ini belum ada satu pun vaksin COVID-19 yang uji klinisnya sudah selesai.

"Sampai saat ini belum ada vaksin COVID-19 yang sudah mendapatkan izin edar. Semua kandidat vaksin COVID-19 yang ada masih dalam proses pengembangan uji klinik," tegas Dra Togi J Hutadjulu, Apt, MHA, Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM dalam konferensi pers Rabu (28/10/2020).


Meski nanti vaksin COVID-19 sudah mendapatkan penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA), BPOM akan terus melakukan pemantauan terkait keamanan vaksin COVID-19. Jika pasca imunisasi, efek samping yang dikeluhkan semakin sering, BPOM akan meninjau kembali keamanan vaksin.


"Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, BPOM berhak untuk meninjau kembali aspek keamanan dan khasiat vaksin dengan ditemukan bukti baru terkait dengan keamanan vaksin tersebut," lanjutnya.


Pemantauan BPOM ini akan dilakukan dengan berbagai ahli di bidangnya untuk kembali meninjau keamanan vaksin COVID-19. Hal ini disebutnya sebagai salah satu langkah kehati-hatian terhadap kemungkinan risiko yang muncul usai vaksinasi.


"Dan jika ditemukan risiko lebih besar dari manfaatnya, hasil keputusan BPOM berdasarkan pemantauan tersebut akan ditindak lanjuti, dengan melakukan komunikasi risiko," ungkapnya.


"Dan dapat juga kalau memang ini memiliki risiko yang tinggi akan dilakukan pencabutan EUA," pungkasnya.

https://kamumovie28.com/forever-strong-2008/


Peneliti Sebut Dampak COVID-19 Bisa Bikin Otak 'Menua' 10 Tahun


Hingga saat ini peneliti terus berusaha menguak teka-teki berbagai aspek virus Corona COVID-19. Salah satunya adalah dampak apa saja yang bisa dilakukan penyakit ini pada tubuh.

Terkait hal tersebut, studi terbaru yang dilakukan peneliti dari Imperial College London menemukan virus Corona COVID-19 bisa mempengaruhi fungsi otak. Hal ini diketahui setelah peneliti memeriksa data tes kognitif lebih dari 84.000 orang.


Tes kognitif mengukur kemampuan berpikir otak dengan teka-teki mulai dari mengingat kata, memecahkan masalah, hingga menghubungkan titik-titik. Tes ini biasanya dipakai untuk membantu dokter mendiagnosis penyakit Alzheimer dan semacamnya.


Pemimpin studi Adam Hampshire menemukan hasilnya diketahui beberapa orang yang mengalami kasus infeksi COVID-19 parah mengalami penurunan fungsi kognitif. Skor tes pasien yang paling parah disebut bisa sama dengan skor orang yang 10 tahun lebih tua dari dirinya.


"Analisis kami... mendukung pandangan bahwa ada konsekuensi kognitif kronis dari infeksi COVID-19," tulis peneliti seperti dikutip dari Reuters, Rabu (28/10/2020).


"Orang-orang yang sudah sembuh, termasuk mereka yang sudah tidak menunjukkan gejala, mengalami defisit fungsi kognitif yang signifikan," lanjutnya.


Studi ini dipublikasi di situs medis MedRxiv dan belum mendapat penelaahan sejawat (peer review).

https://kamumovie28.com/my-girlfriend-is-an-agent-2009/

Peneliti Gunakan 'Rumus' Berburu Alien untuk Prediksi Persebaran COVID-19

 Persamaan Drake atau Drake Equation yang terkenal dalam perburuan kehidupan alien telah menginspirasi model baru untuk memprediksi kemungkinan penularan COVID-19.

Model baru ini pada dasarnya merupakan persamaan tunggal dengan beberapa istilah, lalu dikalikan bersamaan. Nantinya, akan keluar risiko penularan COVID-19 melalui udara.


Para peneliti menginginkan untuk bekerja menggunakan rumus matematika sederhana yang signifikan secara historis, yakni dikenal sebagai Persamaan Drake. Model ini pun sebelumnya digunakan untuk mencari kemungkinan adanya kehidupan di luar angkasa.


Persamaan Drake dihitung menggunakan tujuh variabel dan menyediakan kerangka yang mudah dipahami, untuk melihat jumlah peradaban alien.


"Masih banyak kebingungan soal penularan COVID-19. Karena, tidak ada bahasa umum yang mudah untuk memahami faktor resiko yang terlibat," jelas penulis studi dan profesor Departemen Teknik Mesin di John Hopkins University, Rajat Mittal, seperti dilansir dari laman Live Science.


Selain itu, Rajat saat ini tengah sedang mencari tahu bagaimana seseorang bisa terinfeksi COVID-19. Jika dapat memvisualisasikan lebih jelas dan kuantitatif, mereka dapat memutuskan kegiatan mana yang perlu dilakukan dan dihindari.


Model baru ini dipecah dalam tiga tahap. Pertama penularan droplet mengandung virus dari orang yang terinfeksi Corona ke udara. Lalu, tahap penyebaran droplet. Terakhir, droplet dihirup oleh orang yang rentan.


Secara keseluruhan, model tersebut memiliki 10 variabel dalam penularan COVID-19. Termasuk mengenai tingkat pernapasan orang terinfeksi dan rentan, jumlah partikel virus droplet yang dikeluarkan dan jumlah waktu seseorang untuk terpapar.


Para peneliti juga menggunakan model lain yang disebut ketidaksetaraan Contagion Airborne Transmission (CAT).

https://kamumovie28.com/qi-men-dun-jia-2020/


Langkah BPOM Jika Vaksin COVID-19 Ternyata Berisiko Tinggi


 Vaksin COVID-19 rencananya tiba November 2020 dan vaksinasi tahap awal diberikan pada tenaga kesehatan serta pelayanan publik. Meski begitu, BPOM menegaskan hingga saat ini belum ada satu pun vaksin COVID-19 yang uji klinisnya sudah selesai.

"Sampai saat ini belum ada vaksin COVID-19 yang sudah mendapatkan izin edar. Semua kandidat vaksin COVID-19 yang ada masih dalam proses pengembangan uji klinik," tegas Dra Togi J Hutadjulu, Apt, MHA, Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM dalam konferensi pers Rabu (28/10/2020).


Meski nanti vaksin COVID-19 sudah mendapatkan penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA), BPOM akan terus melakukan pemantauan terkait keamanan vaksin COVID-19. Jika pasca imunisasi, efek samping yang dikeluhkan semakin sering, BPOM akan meninjau kembali keamanan vaksin.


"Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, BPOM berhak untuk meninjau kembali aspek keamanan dan khasiat vaksin dengan ditemukan bukti baru terkait dengan keamanan vaksin tersebut," lanjutnya.


Pemantauan BPOM ini akan dilakukan dengan berbagai ahli di bidangnya untuk kembali meninjau keamanan vaksin COVID-19. Hal ini disebutnya sebagai salah satu langkah kehati-hatian terhadap kemungkinan risiko yang muncul usai vaksinasi.


"Dan jika ditemukan risiko lebih besar dari manfaatnya, hasil keputusan BPOM berdasarkan pemantauan tersebut akan ditindak lanjuti, dengan melakukan komunikasi risiko," ungkapnya.


"Dan dapat juga kalau memang ini memiliki risiko yang tinggi akan dilakukan pencabutan EUA," pungkasnya.

https://kamumovie28.com/jagdzeit-2020/