Beredar isu bakal adanya merger antara dua perusahaan aplikasi transportasi raksasa Grab dan Gojek. Isu itu muncul setelah merebak kabar SoftBank sebagai pemegang saham mayoritas Grab sedang tertekan.
Lalu seberapa besar kemungkinan Grab dan Gojek 'kawin'?
Menurut Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia (BEI), Poltak Hotradero hal itu akan sulit dilakukan. Sebab keduanya adalah perusahaan aplikasi transportasi besar yang ada di Indonesia dan saling bersaing. Jika mereka berdua kawin akan diduga sebagai bentuk monopoli.
"Secara regulasi akan sulit karena akan mudah dipandang sebagai bentuk monopoli," ujarnya Selasa (22/9/2020).
Kedua, lanjut Poltak, kedua perusahaan itu memiliki filosofi dan kultur yang berbeda. Baik dari sisi bentuk pendanaan maupun strategi ekspansinya.
"Merger hanya akan menyulitkan konsolidasi bisnis," tambahnya.
Selain itu untuk hitung-hitungan valuasi akan lebih sulit lagi. Sebab jantung Gojek saat ini adalah GoPay, sedangkan GoRide maupun GoFood adalah satelitnya. Jantung itu yang tidak dimiliki Grab.
"Grab sudah kadung bakar duit banyak banget sebelum Pandemi, sampai ikutan promosi nama stasiun MRT. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan Gojek," terang Poltak.
https://tendabiru21.net/movies/original-sin/
Situasi semakin rumit lantaran adanya komitmen Grab terkait akuisisi saham Uber di Asia beberapa waktu lalu. Menurut informasi Poltak, dalam prospektus IPO Uber, Uber memiliki hak untuk menukarkan 23,2% kepemilikan sahamnya di Grab dengan uang tunai jika Grab tidak melangsungkan IPO hingga 25 Maret 2023.
3 Info Terkini soal Wacara Grab 'Kawin' dengan Gojek
Isu penggabungan atau merger Gojek dan Grab kembali berhembus. Dua perusahaan rintisan terbesar di Asia Tenggara ini dikabarkan telah melakukan pembicaraan untuk penggabungan usaha atas arahan dari pemegang saham, termasuk SoftBank.
Seperti dilansir dari Financial Times, langkah korporasi itu dibahas usai pendiri SoftBank Masayoshi Son memberikan restu atas rencana itu. Berikut hal-hal yang perlu diketahui soal wacana Grab 'kawin' dengan Gojek:
1. Respons Grab
Saat dikonfirmasi, juru bicara Grab enggan berkomentar. Sementara, pihak Gojek belum memberikan tanggapan terkait kabar tersebut.
"Kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar," demikian pernyataan Grab yang diterima detikcom.
2. Dibahas 6 Bulan Lalu
Masih dikutip dari Financial Times, pembicaraan 'perkawinan' ini rupanya sudah dilakukan sejak enam bulan lalu. Namun, aksi korporasi ini terhalang oleh tentangan dari Softbank salah satu pemegang saham terbesar sebelumnya.
Pendiri Softbank, Masayoshi Son kala itu percaya layanan ride-hailing bisa menjadi monopoli di mana perusahaan yang paling banyak uang akan mendominasi pasar tertentu. Hal itu diungkap orang-orang dekat miliarder Jepang tersebut.
3. Nilainya Tembus Rp 1.000 T
Wacana penggabungan atau merger Grab-Gojek ini pernah mencuat di awal tahun lalu sejalan dengan mundurnya pendiri Gojek Nadiem Makarim yang diangkat menjadi menteri. Saat itu, sejumlah media asing menyoroti rumor tersebut dengan mengutip sumber. Bahkan, nilai atau valuasi perkawinan dua aplikator terbesar di Asia Tenggara ini juga sempat dihitung.
Tech in Asia misalnya yang mengutip The Information, pada 25 Februari 2020 lalu mengungkap kedua 'musuh bebuyutan' itu masih jauh dari kata sepakat untuk merger. Menurut pemberitaan Tech in Asia itu, perkawinan antara Grab dan Gojek ini masuk akal, bahkan sangat menguntungkan.
Dari perhitungan yang dilakukan Tech in Asia, perusahaan hasil merger itu bisa menghasilkan omzet hingga US$ 16,7 miliar (sekitar Rp 240 triliun) setahun dengan valuasi hingga US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun (kurs Rp 14.500/US$) di 2025.