Tahun 2014 tepatnya pertengahan tahun ini dirasa bukan menjadi tahun yang menarik bagi industri rokok dalam negeri. Beberapa kebijakan yang datang dari dalam dan luar negeri dianggap merugikan dan mematikan industri rokok.
Cukai rokok masih menjadi andalan pendapatan negara. Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara umum kontribusi cukai (rokok dan minuman keras) masih menjadi yang teratas dan primadona utama bagi negara.
Realisasi cukai 2013 tercatat Rp 108,45 triliun dari target Rp 104,7 triliun, disusul bea masuk Rp 31,6 triliun dari target Rp 30,8 triliun, serta bea keluar Rp 15,81 triliun dari target Rp 17,6 triliun. Dalam APBN 2014, penerimaan cukai ditargetkan Rp 116,3 triliun, bea masuk Rp 33,9 triliun, dan bea keluar Rp 20,0 triliun.
Menurut catatan detikFinance, Jumat (27/06/2014), ada 3 tantangan utama industri rokok dalam negeri baik yang datang dari dalam dan luar negeri. Yuk simak ketiga tantangan itu.
Kebijakan Plain Packaging Australia
Penerapan kebijakan plain packaging (wajib kemasan rokok polos) di Australia pertengahan tahun ini akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor tembakau dan rokok Indonesia. Selain itu, ada kekhawatiran negara-negara lain juga menerapkan kebijakan yang sama.
Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo mengatakan ekspor rokok tahunan Indonesia ke Australia memang tidak begitu besar. Tetapi menurutnya kebijakan Plain Packaging diadopsi tanpa bukti ilmiah atau analisis.
Australia telah menerapkan peraturan terkait kemasan polos (plain packaging) untuk seluruh produk tembakau. Hal tersebut dinilai sebagai ancaman nyata bagi produk tembakau dari Indonesia, karena dengan penerapan peraturan terkait kemasan polos tersebut, daya saing produk diyakini akan menurun.
Iman mengatakan penerapan aturan kemasan polos akan memaksa industri rokok lokal untuk menyesuaikan harga. Hal ini akan memiliki dampak negatif terutama pada produsen rokok kecil dan menengah yang mungkin tidak memiliki kapasitas untuk melakukannya.
Terlebih lagi mempertimbangkan efek dominonya terhadap jutaan petani tembakau dan cengkeh yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kebijakan Tarif Cukai Tinggi Pemerintah
Pertengahan tahun ini industri rokok Indonesia dikagetkan dengan penutupan dua dari tujuh pabrik rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) milik PT HM Sampoerna Tbk. Penutupan disebabkan karena turunnya permintaan. Namun ternyata, dalam 5 tahun terakhir, banyak pabrik rokok jenis SKT yang tutup.
Menurut Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi), tutupnya pabrik rokok jenis SKT milik HM Sampoerna di Jember dan Lumajang, dan pabrik SKT lainnya diduga kuat karena kebijakan pemerintah yang sengaja membunuh industri rokok.
Padahal SKT berperan pada hidupnya industri rokok yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui cukai rokok.
Dari data Formasi, sumbangan cukai rokok tahun 2011 lalu mencapai Rp 75 triliun, jauh melebihi sumbangsih dari sektor tambang yang dianggap sebagai primadona.
Menurut catatan Formasi, kebijakan cukai rokok tinggi, rencana penerapan harga cukai rokok per batang, kampanye larangan merokok, larangan iklan rokok, dan kebijakan-kebijakan lainnya menjadi suatu kesatuan perangkat negara yang dengan sengaja berniat menghilangkan industri rokok.
Selain penutupan 2 pabrik milik Sampoerna, ternyata industri SKT kelas menengah sudah banyak yang tutup. Sebagai gambaran di tahun 2009 terdapat 374 industri rokok SKT skala kecil menengah di Malang. Dari jumlah itu sekarang hanya tersisa 77 industri. Rata-rata industri mempekerjakan 100 sampai 200 karyawan. Jadi jumlah karyawan yang sudah di-PHK sudah 79%.
Gambar Seram
Mulai Rabu (24/06/2014) ini, pemerintah mewajibkan kepada produsen rokok menjual rokok dalam kemasan bergambar berisi peringatan bahaya merokok melalui gambar seram dampak negatif merokok.
Seperti diketahui kampanye bahaya merokok bagi kesehatan dengan gambar yang menyeramkan di setiap bungkus rokok yang beredar di pasar mulai diterapkan hari ini.
Hal ini Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28.
Pemerintah pun berjanji menarik produk rokok yang belum mencantumkan gambar bahaya merokok dalam kurun 2-3 bulan ke depan.
Besaran gambar peringatan bahaya merokok itu ini harus mengambil 40% dari bungkus rokok. Bagi yang secara sengaja tidak mencantumkan ketentuan tersebut, maka akan dikenai sanksi lima tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
Sumber : http://finance.detik.com/read/2014/06/27/074247/2620833/1036/4/tantangan-industri-rokok-di-tahun-2014#bigpic

Tidak ada komentar:
Posting Komentar