Kamis, 05 Desember 2019

Ini Segudang Masalah yang Bikin UMKM Sulit Naik Kelas

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih sangat dominan dalam struktur ekonomi Indonesia dengan porsi 99%. Sisanya baru 1% yang menyandang status perusahaan besar.

Setelah sebulan menjabat, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melihat banyaknya sejumlah masalah yang membuat UMKM belum bisa naik kelas. Dia mengatakan, masalah UMKM di antaranya masalah sumber daya manusia (SDM), teknologi hingga akses pembiayaan.

"Memang banyak problem di UMKM itu, selain problem sumber daya manusia, teknologi, akses pembiayaan, akses kepada market, dan setelah saya pelajari sebulan ini kenapa UMKM tidak berkembang besar sehingga ekonomi kita yang besar itu hanya 1%," katanya kepada Tim Blak-blakan detikcom di Kavez Coffee Roastery Cibinong, Jawa Barat, Minggu (1/12/2019).

Lebih jauh, Teten mengatakan, yang menjadi penghambat UMKM tak cepat tumbuh ialah karena tak masuk dalam rantai pasok (supply chain). Khususnya, berkaitan dengan bahan baku sehingga produk yang bagus tidak bisa memenuhi saat ada permintaan.

"Saya melihat UMKM tidak masuk dalam sistem supply chain, ada banyak produk UMKM yang bagus tapi ketika diminta oleh pasar baik pasar dalam negeri maupun luar, nggak bisa memenuhi karena nggak ada supply bahan baku," ujarnya.

Tak berhenti di situ, UMKM juga masih menggunakan mesin yang sederhana. Kemudian, fasilitas yang diberikan tidak sebanyak perusahaan besar.

"Teknologi produksi mereka juga masih menggunakan mesin-mesin sederhana. Fasilitas-fasilitas lain tidak sebanyak perusahaan besar, perpajakan, fasilitas logistik dan tentu kalau mau ekspor masih banyak kendala," tutupnya.

Biar UMKM Naik Kelas, Teten Bikin Konsep 'Nebeng' Perusahaan Besar

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih punya banyak kendala untuk berkembang. Beberapa di antaranya karena masalah sumber daya manusia (SDM) hingga mesin produksi.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, untuk mengatasi tersebut pihaknya tengah menyiapkan konsep sharing factory atau rumah produksi bersama.

"Tentu tidak mudah untuk menaikkan kualitas daya saing produksi UMKM, mulai sumber daya manusia, sampai kuliner, produk makanan minuman," paparnya kepada Tim Blak-blakan detikcom di Kavez Coffee Roastery Cibinong, Jawa Barat, Minggu (1/12/2019).

"Kita ada strategi bagaimana UMKM punya pabrik yang sama modernnya dengan perusahaan besar, kami punya gagasan sharing factory, atau open factory," tambahnya.

Dia mengatakan, konsep ini akan melibatkan pemerintah, Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) hingga swasta. Dengan konsep ini, UMKM bisa 'nebeng' perusahaan besar sehingga bisa mengangkat kualitas SDM dan produknya memiliki kualitas yang lebih baik karena memanfaatkan permesinan modern.

"Jadi rumah produksi bersama lah, disentrakan dulu, kita sediakan permesinan modern bisa swasta, pemerintah bisa BUMN," terangnya.

Tambahnya, rumah produksi bersama ini bukan hanya mengatasi masalah produksi. Ke depan, rumah produksi ini juga akan terintegrasi dengan pembiayaan hingga sertifikasi.

"Rencananya sharing factory ini atau rumah produksi bersama itu terintegrasi, sertifikasi, pembiayaan sehingga UMKM jangan urus sendiri persyaratan, seritifikat," terang Teten.

Teten Bicara soal BUMDes Vs Koperasi

Pemerintah mengalokasikan dana desa untuk pembangunan. Dana desa yang digelontorkan bisa mencapai Rp 1 miliar per desa di mana dana itu bisa digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya untuk pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Di sisi lain, pemerintah juga tengah mendorong peran koperasi. Lantas, bagaimana pemerintah menyinkronkan BUMDes dan koperasi?

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, dana desa sebenarnya tak harus digunakan membentuk BUMDes.

"Sebenarnya tidak harus (BUMDes), bahkan kemarin Menteri Keuangan kan sudah menyampaikan dana desa Rp 1 miliar ke desa itu bisa digunakan oleh berbagai kepentingan. Termasuk membangun usaha kecil menengah dan koperasi," katanya kepada Tim Blak-blakan detikcom di Cibinong Jawa Barat, Minggu (1/12/2019).

Dia menjelaskan, dana desa saat ini lebih banyak digunakan membangun infrastruktur dasar seperti jalan desa.

Lanjutnya, hingga saat ini belum jelas kriteria bentuk badan usaha BUMDes apakah PT, CV atau koperasi. Teten sendiri menyarankan, harusnya dalam bentuk koperasi.

"BUMDes pun sebenarnya belum jelas usahanya, apakah PT, CV atau koperasi. Makanya itu saya sarankan waktu itu ke Kementerian Desa sesuai arahan Presiden itu harusnya koperasi," jelasnya.

Dia menuturkan, koperasi lebih cocok untuk desa. Sebab, koperasi bukanlah sesuatu yang asing.

"Jadi saya akan dorong mereka koordinasi, bukan lagi kelembagaan yang asing bagi warga desa ya cocoknya memang koperasi," tutupnya.

Menanti Gebrakan Teten Masduki di Periode Kedua Jokowi

 Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki telah menyiapkan sejumlah rencana untuk mendorong usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebutnya, di tahun-tahun awal, Teten akan memperluas akses pasar dan pembiayaan. Pada akses pasar ini, Teten mengatakan akan berusaha memasukkan produk UMKM dalam pengadaan barang pemerintah.

"Tahun pertama memperluas akses pasar sama pembiayaan, jadi digitalisasi produk UMKM, ini jadi prioritas termasuk belanja pemerintah. Saya sudah kerja sama LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang) mana saja kebutuhan kita. Demand dulu sama digitalisasi. Saya lagi berusaha sekarang produk-produk UMKM bisa masuk e-katalog LKPP," paparnya kepada Tim Blak-blakan detikcom di Kavez Coffee Roastery Cibinong, Jawa Barat, Minggu (1/12/2019).

Kedua, pihaknya, akan memperluas akses pasar khususnya di e-commerce. Sejalan dengan itu, Teten akan menyiapkan rumah produksi bersama (sharing factory) untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produksi.

"Di saat bersamaan saya lagi menyiapkan kajian untuk factory sharing. Karena yang sudah bagus Thailand, lalu Belanda," imbuhnya.

Berikutnya, ia mengatakan akan mendorong UMKM go global. Ada dua strategi yang bakal ia tempuh yakni menjalin kemitraan antara UMKM dan perusahaan besar. Kedua, membangun trading house.

"Kedua kita bangunkan trading house, karena UMKM nggak mungkin terkoneksi langsung dengan pasar global kalau sendiri-sendiri. Kita perlu trading house, sertifikasi produknya sampai menjembatani pasar global. Ini sedang kita lakukan. Tahun kedua ketiga kita sudah siap," ujarnya.

Selanjutnya, dia menjelaskan, Indonesia sendiri punya beberapa produk unggulan untuk masuk pasar ekspor. Sebutnya, produk dekorasi rumah yakni furnitur. Terlebih, Indonesia punya banyak sentra produksi seperti di Boyolali, Solo, Yogyakarta dan Jepara.

Kedua, produk agro seperti buah-buahan. Ketiga, produk busana muslim. Teten mengatakan, ekspor Indonesia masih punya banyak potensi. Meski, saat ini porsinya masih kecil jika di banding negara-negara tetangga.

"Ekspor kita memang masih kecil UMKM itu 14-15%. Kalau kita bandingkan ekspor negara tetangga, produk UMKM sudah tinggi. China itu sudah 70% ekspornya UMKM, Thailand sudah 35% an, Malaysia di atas 20%, Vietnam kalau nggak salah 17%. Sebenarnya kita punya potensi, ini yang saya kira penting bagaimana UMKM dibangun daya saing," tutupnya.