Jumat, 13 Desember 2019

700 Warga Rembang Mengidap HIV, Tertinggi di Lasem karena Banyak Sopir

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang mencatat ada sebanyak 700 orang warganya yang mengidap HIV-AIDS. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya, khususnya pada tahun 2019 ini peningkatan yang terjadi cukup signifikan.

Kepala seksi pengendalian penyakit pada Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, Johanes Budhiadi Dewantoro mengatakan, pada tahun 2018 kemarin tercatat ada sebanyak 577 kasus. Namun meningkat tajam dihitung per bulan November tahun ini karena bertambahnya pengidap.

"Pada tahun 2018 kemarin tercatat ada 577 kasus di Rembang. Per bulan November kemarin, sudah di angka 700 kasus. Artinya ada kenaikan sampai 123 kasus, berarti sampai 21 persen kenaikannya," katanya dalam kegiatan sosialisasi penanggulangan dan pencegahan HIV-AIDS, di aula lantai 4 kantor Bupati Rembang, Selasa (10/12/2019).

Johanes menyebut, Kecamatan dengan jumlah kasus tertinggi adalah Kecamatan Lasem. Dari jumlah penambahan 123 kasus tahun ini, 100 kasus di antaranya ditemukan di wilayah Kecamatan Lasem.

"Terbanyak ini di Lasem, karena mencapai 100. Kalau ditanya banyak kenapa,memang HIV ini, paling banyak sumbernya dari laki-laki. Perempuan ini ibu rumah tangga kebanyakan ketularan dari suaminya. Di Lasem prinsip rumus 3 M, man, mobile, money, ini memang tidak bisa hilang. Laki-laki yang pegang duit, keluyuran pasti risikonya besar. Di Lasem banyak sopir," terangnya.

Asisten Ekbang Kesra Sekda Rembang, Abdullah Zawawi menjelaskan untuk mencegah makin meningkatnya temuan kasus HIV-AIDS di Rembang perlu dukungan lintas program, peran serta masyarakat dan akses layanan kesehatan.

"Kemenkes dan para mitranya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk meraih sukses 3 zero pada tahun 2030. Cita-cita mencapai 3 zero pada tahun 2030 tidak akan tercapai tanpa dukungan lintas program dan masyarakat. Kesuksesan dapat terwujud dengan didukung akses layanan kesehatan berkualitas tinggi supaya pencegahan pendampingan dan dukungan tanpa adanya stigma dan diskriminasi," jelasnya.

Abdullah Zawawi mengungkapkan 3 zero di tahun 2030 yaitu dengan tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian yang disebabkan oleh HIV dan tidak ada diskriminasi terhadap ODHA (Orang dengan HIV AIDS).

Pandangan Tabu Soal Kondom Disebut Picu Tingginya Penularan HIV

Saat ini diperkirakan sekitar 640 ribu orang yang hidup dengan HIV di Indonesia. Sayangnya dari jumlah tersebut hanya sekitar 55 persen yang mengetahui status mereka dan kurang lebih 19 persen menjalani pengobatan.

Sebagian besar kasus penularan HIV disebabkan oleh hubungan seks berisiko. Tingginya angka kejadian HIV di Indonesia tiap tahun juga dipicu karena banyak pengidap yang tak tahu dirinya memiliki virus sehingga menularkan ke orang lain.

Krittayawan Boonto, perwakilan UNAIDS atau program PBB untuk HIV-AIDS di Indonesia mengatakan salah satu cara paling efektif mencegah penularan HIV adalah penggunaan kondom. Namun seringkali berbenturan dengan stigma soal kondom itu sendiri.

"Di Indonesia saat ini kan kondom nggak bisa diomongin, jadi prevention kita hampir nol dan membuat angka infeksi," katanya saat dijumpai di di Gedung Theater Salihara, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019).

Pencegahan HIV memang beragam. Jika tak melakukan hubungan seks berisiko, aktivitas lain seperti pemakaian narkoba dan jarum suntik pun harus dihindari. Sayangnya informasi bahwa penggunaan kondom mampu mencegah penularan HIV masih dipandang miring oleh masyarakat.

Menurut Tina, sapaannya, ada beberapa faktor yang membuat kondom mendapat stigma miring di lingkungan sosial. "Indonesia belum punya seks education yang komperhensif. Di sekolah belum ada program yang omongin soal prevention HIV atau STI (infeksi menular seksual) karena masih konservatif," jelasnya.

Mau tidak mau, untuk menekan jumlah pengidap HIV baru, alat pencegahan penyakitnya harus tersosialisasi dengan baik. Namun membicarakan soal penggunaan kondom sayangnya masih sangat tabu.

"Takutnya nanti kalau kasih tahu informasi seperti itu ke anak remaja bikin mereka malah punya hubungan seks berisiko atau apa. Tapi kan sebenarnya kalau kita lihat lebih baik mereka tau informasi dan cara pencegahannya daripada tidak punya dan tetap berkegiatan (aktivitas seksual berisiko)," pungkas Tina.

Benarkah Nafsu Seks Wanita Lebih Besar daripada Pria?

Soal gairah atau nafsu seksual cukup penting berperan pada hubungan intim suami-istri. Ada beberapa informasi yang beredar di kalangan masyarakat, bahwa nafsu seks wanita lebih besar daripada pria. Benarkah demikian?

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada gairah seksual pada pria memang tidak selalu lebih besar dari wanita, namun jauh lebih sering. Sebaliknya, gairah seksual wanita jauh lebih sulit dijelaskan karena menurut sosiolog di University of Chicago sekaligus peneliti praktik seksual, Prof Edward O. Laumann, PhD, dipengaruhi oleh sosial dan budaya.

"Hasrat seksual pada wanita sangat sensitif terhadap lingkungan dan konteks," katanya dikutip dari WebMD.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof Laumann, mayoritas pria yang berusia di bawah 60 tahun setidaknya memikirkan soal seks sekali dalam sehari. Sementara wanita dengan usia yang sama, hanya seperempat yang selalu memikirkan seks.

Dalam sebuah survei penelitian lain yang dilakukan psikolog sosial di Florida State University, Roy Baumeister, menunjukkan bahwa pria melaporkan lebih banyak gairah seks spontan dan memiliki fantasi seks yang lebih sering dan beragam.

"Pria menginginkan seks lebih sering daripada wanita di awal hubungan, di tengah-tengahnya, dan setelah bertahun-tahun," ungkap Baumeister.

Bau Tak Sedap Bukanlah Bau Alami Miss V, Ini Faktanya

Umumnya, vagina memiliki bau yang khas. Namun terkadang bau Miss V dianggap mengganggu. Banyak informasi yang beredar di kalangan masyarakat bahwa Miss V alaminya berbau tak sedap, benarkah?

Dikutip dari Cosmopolitan, hal tersebut adalah mitos belaka. Faktanya, vagina yang normal memiliki sedikit bau, dan baunya dapat bervariasi tergantung pada siklus menstruasi. Atau tergantung pada banyak keringat serta aktivitas seks yang baru saja dilakukan.

Menurut ahli kesehatan reproduksi Karen Elizabeth Boyle, MD, FACS, bau yang tak sedap pada vagina disebabkan adanya pertumbuhan bakteri vaginosis yang berlebih, yaitu bakteri yang ada pada vagina.

"Penyebab lainnya adalah tidak memiliki kebersihan yang baik, trikomoniasis, infeksi menular seksual, atau tampon yang terlalu lama dipakai," ungkapnya.

Sementara itu, spesialis kandungan dr Mary Jane Minkin menyebut vagina bisa memiliki beberapa bau khas yang penyebabnya berbeda-beda. Bau yang sangat amis seperti ikan busuk misalnya bisa karena bakteriosis vagina, infeksi akibat ketidakseimbangan bakteri yang umum menyebabkan masalah keputihan, demikian dikutip dari Healthline.

Bau vagina lainnya yang dideskripsikan dr Mary seperti asam layaknya fermentasi, logam, manis, keringat, hingga zat kimia.

Penularan HIV di Indonesia Diprediksi Meningkat di 2020

Data UNAIDS atau program PBB untuk HIV-AIDS, menyebutkan bahwa setiap tahun ada 46 ribu kasus infeksi baru di Indonesia. Namun, apakah tahun depan jumlah infeksi HIV baru di Indonesia akan bertambah atau justru berkurang?

Indonesia saat ini menempati posisi ketiga di Asia-Pasifik, setelah India dan China. Menanggapi hal ini, ketua tim HIV terpadu RSUI (Rumah Sakit Universitas Indonesia), Dr dr Alvina Widhani, SpPD, KAI, menyatakan, bahwa jumlah infeksi penularan HIV di Indonesia diprediksi akan meningkat pada tahun depan.

"Jumlahnya saya rasa akan tetap atau lebih tinggi. Sekitar tahun ini saja sekitar 46 ribuan per tahun kasus baru, tahun depan kemungkinan akan sama atau bisa lebih banyak, karena pertama faktor pendeteksian akan lebih intensif. Bahkan, sekarang kalau mau menikah ada beberapa yang menerapkan harus cek HIV dulu," kata dr Alvina saat ditemui detikcom, pada Kamis (12/12/2019).

dr Alvina pun menjelaskan, faktor risiko penularan seksual yang kian meningkat menjadi salah satu penyebabnya, setelah penggunaan narkoba suntik.

"Jadi, satu sisi pendeteksian semakin intensif, tapi di sisi lain juga proses penularan melalui faktor perilaku seksual berisiko itu juga meningkat sih. Jadi, ada dua faktor yang membuat tetap tinggi atau meningkat," pungkasnya.