Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang mencatat ada sebanyak 700 orang warganya yang mengidap HIV-AIDS. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya, khususnya pada tahun 2019 ini peningkatan yang terjadi cukup signifikan.
Kepala seksi pengendalian penyakit pada Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang, Johanes Budhiadi Dewantoro mengatakan, pada tahun 2018 kemarin tercatat ada sebanyak 577 kasus. Namun meningkat tajam dihitung per bulan November tahun ini karena bertambahnya pengidap.
"Pada tahun 2018 kemarin tercatat ada 577 kasus di Rembang. Per bulan November kemarin, sudah di angka 700 kasus. Artinya ada kenaikan sampai 123 kasus, berarti sampai 21 persen kenaikannya," katanya dalam kegiatan sosialisasi penanggulangan dan pencegahan HIV-AIDS, di aula lantai 4 kantor Bupati Rembang, Selasa (10/12/2019).
Johanes menyebut, Kecamatan dengan jumlah kasus tertinggi adalah Kecamatan Lasem. Dari jumlah penambahan 123 kasus tahun ini, 100 kasus di antaranya ditemukan di wilayah Kecamatan Lasem.
"Terbanyak ini di Lasem, karena mencapai 100. Kalau ditanya banyak kenapa,memang HIV ini, paling banyak sumbernya dari laki-laki. Perempuan ini ibu rumah tangga kebanyakan ketularan dari suaminya. Di Lasem prinsip rumus 3 M, man, mobile, money, ini memang tidak bisa hilang. Laki-laki yang pegang duit, keluyuran pasti risikonya besar. Di Lasem banyak sopir," terangnya.
Asisten Ekbang Kesra Sekda Rembang, Abdullah Zawawi menjelaskan untuk mencegah makin meningkatnya temuan kasus HIV-AIDS di Rembang perlu dukungan lintas program, peran serta masyarakat dan akses layanan kesehatan.
"Kemenkes dan para mitranya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk meraih sukses 3 zero pada tahun 2030. Cita-cita mencapai 3 zero pada tahun 2030 tidak akan tercapai tanpa dukungan lintas program dan masyarakat. Kesuksesan dapat terwujud dengan didukung akses layanan kesehatan berkualitas tinggi supaya pencegahan pendampingan dan dukungan tanpa adanya stigma dan diskriminasi," jelasnya.
Abdullah Zawawi mengungkapkan 3 zero di tahun 2030 yaitu dengan tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian yang disebabkan oleh HIV dan tidak ada diskriminasi terhadap ODHA (Orang dengan HIV AIDS).
Pandangan Tabu Soal Kondom Disebut Picu Tingginya Penularan HIV
Saat ini diperkirakan sekitar 640 ribu orang yang hidup dengan HIV di Indonesia. Sayangnya dari jumlah tersebut hanya sekitar 55 persen yang mengetahui status mereka dan kurang lebih 19 persen menjalani pengobatan.
Sebagian besar kasus penularan HIV disebabkan oleh hubungan seks berisiko. Tingginya angka kejadian HIV di Indonesia tiap tahun juga dipicu karena banyak pengidap yang tak tahu dirinya memiliki virus sehingga menularkan ke orang lain.
Krittayawan Boonto, perwakilan UNAIDS atau program PBB untuk HIV-AIDS di Indonesia mengatakan salah satu cara paling efektif mencegah penularan HIV adalah penggunaan kondom. Namun seringkali berbenturan dengan stigma soal kondom itu sendiri.
"Di Indonesia saat ini kan kondom nggak bisa diomongin, jadi prevention kita hampir nol dan membuat angka infeksi," katanya saat dijumpai di di Gedung Theater Salihara, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019).
Pencegahan HIV memang beragam. Jika tak melakukan hubungan seks berisiko, aktivitas lain seperti pemakaian narkoba dan jarum suntik pun harus dihindari. Sayangnya informasi bahwa penggunaan kondom mampu mencegah penularan HIV masih dipandang miring oleh masyarakat.
Menurut Tina, sapaannya, ada beberapa faktor yang membuat kondom mendapat stigma miring di lingkungan sosial. "Indonesia belum punya seks education yang komperhensif. Di sekolah belum ada program yang omongin soal prevention HIV atau STI (infeksi menular seksual) karena masih konservatif," jelasnya.
Mau tidak mau, untuk menekan jumlah pengidap HIV baru, alat pencegahan penyakitnya harus tersosialisasi dengan baik. Namun membicarakan soal penggunaan kondom sayangnya masih sangat tabu.
"Takutnya nanti kalau kasih tahu informasi seperti itu ke anak remaja bikin mereka malah punya hubungan seks berisiko atau apa. Tapi kan sebenarnya kalau kita lihat lebih baik mereka tau informasi dan cara pencegahannya daripada tidak punya dan tetap berkegiatan (aktivitas seksual berisiko)," pungkas Tina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar