Kamis, 27 Agustus 2020

Benarkah Kacamata Anti Radiasi Bisa Melindungi Mata dari Kerusakan?

Sehari tak memegang ponsel saja, hidup rasanya seperti hampa. Selama 24 jam sehari, baik itu sedang makan, bekerja, nongkrong dengan teman, bahkan tidur pun, pandangan tak bisa lepas dari layar gawai.
Belakangan, sempat beredar kabar bahwa cahaya pada ponsel bisa menyebabkan kerusakan pada mata karena efek radiasinya. Oleh sebab itu banyak kacamata anti radiasi yang dijual di pasarann. Tapi sebenarnya pakai kacamata anti radiasi ngefek nggak sih untuk melindungi mata?

Spesialis mata dari Jakarta Eye Center, dr Elvioza SpM(K) menyebut sampai saat ini radiasi yang betul-betul terbukti merusak mata adalah radiasi dari matahari. Contohnya seperti jika kamu nekat melihat gerhana matahari tanpa pelindung, bisa dijamin matamu akan mengalami kerusakan.

Kalau dari gawai, sebenarnya radiasi yang dihasilkan tidak begitu tinggi. Untuk sampai menimbulkan kerusakan butuh waktu yang lama dan hingga kini belum ada penelitian yang menghitung seberapa jauh tingkat radiasi gadget yang bisa merusak mata.

"Satu alat memberikan manfaat atau tidak kan harus ada penelitian perspektif. Sampai saat ini belum ada buktinya (kacamata anti radiasi) memiliki manfaat atau tidak," katanya saat dijumpai detikcom di daerah Jakarta Barat, Jumat (7/2/2020).

Disebutkan juga nih bahwa sebelum handpone atau alat elektronik dijual bebas di pasaran, barang tersebut akan diuji terlebih dahulu apakah aman untuk diperdagangkan atau tidak.

"Kalau tidak aman (ponsel-red) ya tidak akan dijual," tuturnya.

Sebenarnya ada cara mudah untuk melindungi mata dari kerusakan akibat penggunaan alat elektronik. Mata cukup diistirahatkan secara berkala. Istirahatkan mata setiap 20 menit selama 20 detik untuk melihat jarak pada objek kurang lebih 20 kaki atau sekitar 6 meter.

Percaya Grup Anti Vaksin di Facebook, Ibu di AS Kehilangan Anak Balita

Seorang ibu asal Colorado, Amerika Serikat harus kehilangan putranya yang berusia 4 tahun karena telah percaya pada sebuah grup anti vaksin di Facebook.
Dikutip dari NBC News (National Broadcasting Company), ibu tersebut merupakan anggota dari grup Facebook 'Stop Mandatory Vaccination' yang menjadi salah satu kelompok pemberi informasi kesehatan palsu yang terbesar, dengan lebih dari 139.000 anggota.

Balita itu mengalami demam dan kejang sehingga dokter meresepkan Tamiflu antivirus untuknya, tapi sang ibu menolak resep yang ditulis oleh dokter.

Sang ibu juga berkonsultasi dengan anggota kelompok tersebut tapi tidak ada satupun yang menyarankan untuk mengonsumsi obat dokter justru menyarankan penggunaan 'obat alami' seperti minyak peppermint, lavender, air susu ibu, hingga buah elderberry. Walaupun sampai saat ini belum terbukti bahan-bahan tersebut bisa menyembuhkan flu yang terjadi karena infeksi virus.

Setelah keadaan sang anak tidak kunjung membaik hingga ia harus dibawa ke rumah sakit. Namun karena kondisi sang anak sudah terlalu buruk ia pun akhirnya meninggal dunia di rumah sakit setelah 4 hari dirawat.

Sang ibu tidak berkomentar ketika diminta tanggapan mengenai kasus putranya ini. Selain itu laman Facebook Stop Mandatory Vaccination sudah menghapus postingan tersebut, meski masih terus mengkampanyekan bahaya vaksin di grupnya.

Dalam pernyataannya, juru bicara Facebook mengaku sedih dan turut berduka cita atas meninggalnya seorang anak akibat informasi yang salah. Mereka akan berusaha untuk menyaring konten agar tidak ada masyarakat yang dirugikan.

Setelah kejadian ini Colorado Department of Public Health and Environment meminta masyarakat untuk segera mencari pertolongan medis jika terinfeksi influenza. Mereka juga berpesan tidak ada kata terlambat untuk mendapatkan vaksinasi flu.

"Ketika sedang musim flu, Anda belum terlambat untuk melakukan vaksin flu, dan kami menyarankan semua orang yang berusia enam bulan ke atas yang belum mendapatkan vaksin tahunan untuk segera melakukannya"
https://nonton08.com/sohees-secretly-private-life-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar