Dalam kondisi pandemi seperti ini, menjaga kesehatan tubuh merupakan hal yang penting dilakukan. Salah satunya adalah menjaga kesehatan paru-paru, karena COVID-19 menyerang sistem pernapasan manusia.
Banyak orang melakukan gaya hidup sehat dengan sering berolahraga dan memakan makanan yang sehat.
Nah, makanan apa aja sih yang bisa dikonsumsi untuk menjaga kesehatan paru-paru? Berikut beberapa di antaranya.
1. Buah bit
Bit adalah tanaman umbi-umbian yang banyak digunakan untuk pengobatan alami yang biasa dikonsumsi dengan cara direbus dan dikukus. Bit bermanfaat untuk menjaga kesehatan paru-paru karena kaya akan nitrat yang membantu mengendurkan pembuluh darah dan memudahkan proses pengambilan oksigen. Selain itu, buah bit juga mengandung magnesium, potasium, vitamin C, dan senyawa antioksidan yang tak hanya penting bagi tubuh namun juga bermanfaat bagi tubuh.
2. Teh hijau
Teh hijau kayak akan kandungan epigallocatechin gallate (EGCG) yang berfungsi sebagai antioksidan dan antiinflamasi. EGCG ini dapat menghambat fibrosis paru atau penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan akut yang berbahaya bagi paru. Selain menjaga kesehatan paru, teh hijau berfungsi untuk memperbaiki pola tidur, meningkatkan metabolisme, menurunkan risiko diabetes dan masih banyak lain.
3. Kakao
Kakao mengandung senyawa theobromine yang berfungsi mengendurkan saluran udara di paru-paru. Asupan kakao yang baik telah menurunkan risiko gejala pernapasan akibat alergi. Selain itu, kakao juga melindungi paru-paru dari pertumbuhan sel kanker. Kakao juga memiliki antidioksidan yang mampu meningkatkan imunitas tubuh.
4. Sayuran Hijau
Sayuran hijau adalah sayuran yang memiliki serat yang banyak. Dikutip dari WebMD, penelitian mendapati bahwa orang yang makan lebih banyak serat memiliki paru-paru yang sehat dan dapat bekerja lebih baik daripada mereka yang tidak makan banyak serat. Variasi sayuran hijau yang dapat kalian konsumsi salah satunya adalah brokoli.
5. Bawang putih
Selain menjadi bahan penyedap alami di dapur, bawang putih juga berfungsi untuk menjaga kesehatan paru-paru. Bawang putih mengandung antioksidan dan bersifat anti-inflamasi sehingga melindungi paru-paru dari stres oksidatif.
https://kamumovie28.com/trump-the-art-of-the-insult/
Merasa Waktu Berjalan Lebih Cepat? Ini yang Sebenarnya Terjadi di Otak
Di pagi hari, waktu terasa berjalan sangat cepat. Saat menyiapkan berbagai keperluan untuk beraktivitas, semuanya serba terburu-buru seolah waktu berjam-jam terlewat hanya dalam sekejap.
Situasi ini bisa terjadi kapan saja, tidak selalu di pagi hari. Persepsi waktu selalu berubah, suatu ketika waktu terasa berjalan lebih cepat tetapi di lain waktu terasa sangat lambat. Misalnya saat mengikuti seminar yang membosankan.
Para ilmuwan menyebut, persepsi waktu dipengaruhi oleh area di otak yang disebut supramarginal gyrus (SMG). Kondisi sel-sel saraf di area inilah yang menentukan persepsi seseorang, apakah waktu berjalan lebih cepat atau lebih lambat.
Dalam sebuah penelitian, ilmuwan di Center for Information and Neural Networks at the National Institute of Information and Communications Technology mengungkapnya dengan memberikan 'ilusi waktu' pada 18 relawan sehat. Aktivitas otak di area tersebut diamati dengan fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging).
Para relawan menjalani periode adaptasi, yakni melihat lingkaran abu-abu dengan latar gelap selama 250 milidetik dan 750 milidetik. Masing-masing sebanyak 30 kali berturut-turut.
Sesudahnya, partisipan diperlihatkan lingkaran lain selama waktu tertentu sebagai stimulus tes sambil mendengarkan suara yang mereka sebut 'white noise'. Mereka diminta menilai, apakah simulasi yang diberikan lebih lama atau lebih singkat dari white noise.
Didapati, jika durasi stimulasi sama dengan durasi adaptasi maka aktivitas SMG menurun. Ini diartikan bahwa saraf-saraf di area tersebut 'kelelahan'.
Perubahan aktivitas pada sistem saraf tersebut dalam kehidupan nyata berpengaruh pada persepsi tentang waktu. Misalnya dalam mengenali tempo saat mendengarkan konser piano.
"Pendengar bisa merasa tempo musik Anda secara subjektif lebih lambat dari sebenarnya setelah terpapar musik dengan tempo yang lebih cepat, sekalipun ketika memainkannya dengan tempo yang tepat," jelas Masamichi Hayashi yang memimpin penelitian ini, dikutip dari Livescience.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar