Banyak pengorbanan yang dilakukan tenaga kesehatan selama pandemi Corona. Kisah-kisah haru menjadi bukti perjuangan mereka yang tak kenal lelah, bahkan perawat ini menganggap pasien Corona sudah seperti keluarga.
Seperti yang dikisahkan perawat COVID-19 di Dinas RS Haji Surabaya, Putri Ardyasana, menceritakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan saat merawat pasien COVID-19. Kala itu ia sampai harus menarik feses pasien COVID-19 menggunakan jarinya sendiri.
"Jadi pernah ada pasien COVID-19 belum bisa buang air besar (BAB) selama 5 hari. Gak bisa gerak juga karena sesaknya akan kambuh. Sudah dikasih obat pencahan, tetap gak keluar," ujar Putri kepada detikcom, Jumat (18/09/2020).
"Aku mau lakuin itu karena kita mikirnya dalam kondisi ini, yang paling dekat dengan mereka (pasien COVID), ya cuma kita. Jadi, kita harus anggep mereka seperti keluarga sendiri,"
Putri, perawat pasien COVID-19.
Pasien tersebut juga menolak untuk diberikan obat melalui dubur. Hingga menginjak 15 hari, ia tetap tak bisa BAB. Akhirnya, ia setuju untuk menggunakan obat melalui dubur.
Namun, rupanya usaha itu tak menghasilkan apapun. Feses sang pasien, tetap saja tak keluar.
"Aku putuskan untuk bantu secara manual. Aku suruh pasiennya miring, aku pijat-pijat, tapi tetap ga bisa keluar. Akhirnya, aku keluarkan fesesnya dengan jariku dan itu keras banget," ujar Putri.
Usaha Putri rupanya membuahkan hasil. Feses sang pasien pun keluar. Karena itulah, Putri menceritakan bahwa sang pasien hingga sekarang, terus menerus berterima kasih atas pertolongan dari Putri.
Perjuangan Putri saat membantu pasien Corona menjadi gambaran semangatnya di tengah risiko penularan yang tinggi. Ia pun mengaku tidak patah semangat meskipun kewalahan berjuang menangani pasien Corona.
https://cinemamovie28.com/300-rise-of-an-empire/
WHO Ingatkan Lonjakan Kasus COVID-19 di Musim Dingin
Adanya lonjakan kasus COVID-19 disebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) perlu diwaspadai di musim dingin. Pasalnya, dalam sepekan ke belakang WHO menyebut COVID-19 sudah menewaskan setidaknya 50 ribu orang.
"Ini bukan situasi yang kita inginkan," ungkap Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO Mike Ryan saat konferensi pers di kantor pusat di Jenewa, Swiss, dikutip dari CNBC Internasional.
Sederet pejabat WHO melihat tren peningkatan kasus COVID-19 terus naik. Dinilai mengkhawatirkan karena beberapa negara tengah berjuang dengan ketersediaan ICU dan rawat inap.
"Ini bukan situasi di mana belahan bumi utara inginkan saat memasuki musim dingin. Ini bukan tempat yang diinginkan oleh negara berkembang dengan kondisi layanan kesehatan yang penuh dengan tekanan selama sembilan bulan ini," ungkap Ryan.
Mike menyebut perlu adanya kewaspadaan bagi beberapa negara yang memasuki musim dingin. Hal ini dikarenakan lebih banyak orang cenderung berkumpul di dalam satu ruangan dan meningkatkan risiko penularan Corona. Menurutnya, perlu banyak aktivitas yang harus dilakukan seperti melindungi pembukaan sekolah, dan melindungi warga yang paling rentan dari penyakit parah serta risiko kematian.
Sementara itu Direktur Regional WHO Eropa Hans Kluge juga memberikan peringatan terkait peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang kembali melonjak selama berminggu-minggu. Sebagian dari negara Eropa diakui telah mengalami peningkatan sebanyak 10 persen atau lebih dalam dua minggu terakhir.
Pejabat kesehatan AS pun khawatir wabah COVID-19 bisa menjadi lebih buruk saat negara itu memasuki musim gugur dan musim dingin. Pejabat kesehatan telah berulang kali memperingatkan bahwa mereka sedang bersiap untuk memerangi dua virus jahat yang beredar akhir tahun ini saat wabah COVID-19 emasuki musim flu. Awal bulan ini, Pakar Penyakit Menular Anthony Fauci mengatakan mendekati musim gugur ini, kasus baru setiap hari sangat tinggi di AS.
"Begitu (angka kasus) sudah tinggi, ini akan sulit untuk menurunkannya," katanya.
Fauci pun mengatakan bahwa angka untuk AS akan menjadi "ratusan kasus, ribuan, tetapi bukan 20, 30, 40 ribu kasus sehari."
Maria Van Kerkhove, Kepala Teknis WHO untuk pandemi COVID-19, mencatat bahwa pejabat kesehatan global memiliki ratusan studi seroepidemiologi yang meneliti tingkat infeksi virus corona pada populasi yang berbeda. Studi tersebut menunjukkan bahwa "mayoritas penduduk dunia rentan terhadap infeksi virus ini," katanya.
"Itu berarti virus masih panjang," lanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar