Saat memimpin rapat koordinasi Komite PC-PEN di Bintan, Kepulauan Riau, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terlihat mengalungi kotak putih. Belakangan, diketahui alat tersebut adalah air purifier.
Teknologi pemurni udara sebenarnya bukan hal yang baru, di pasangarn sudah banyak perangkat yang dijual untuk fungsi tersebut. Begitu pula yang portabel, yang bisa dikenakan seperti kalung, juga mudah dibeli di mana saja.
Persoalannya, beberapa penjual mengklaim alat ini bisa menangkal virus Corona COVID-19. Dikhawatirkan klaim semacam ini akan memberikan rasa aman semu sehingga mengabaikan protokol pencegahan, yakni pakai masker dan jaga jarak.
"Kalau untuk menjernihkan udara yang terhirup ya itu bagus. Tapi soal apakah COVID-19 bisa masuk atau tidak di situ, kan perlu ada bukti lagi penelitian untuk itu," kata pakar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia, Budi Haryanto, saat dihubungi detikcom, Senin (28/9/2020).
Pendapat senada juga disampaikan dokter paru dari RS Persahabatan, dr Erlang Samoedro, SpP. Jangankan untuk menangkal virus Corona, air purifier portable menurutnya bahkan tidak terlalu efektif menyaring polusi.
"Nggak ada hubungannya dan tidak mensterilkan udara juga karena udara kan berputar kalau kalung sekecil itu apa bisa mensterilkan udara yang terus berputar," tegas dr Erlang.
Untuk menangkal COVID-19, dr Erlang menegaskan bahwa cara paling ampuh untuk saat ini adalah menggunakan masker, rajin cuci tangan, dan saling menjaga jarak aman.
https://kamumovie28.com/the-elevator-three-minutes-can-change-your-life-2/
17 Persen Orang Indonesia Merasa 'Sakti' Tak Mungkin Kena Corona
Sudah hampir 280 ribu kasus COVID-19 di Indonesia, kesadaran akan bahaya virus Corona masih belum 100 persen. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan masih ada yang merasa tidak mungkin kena corona.
"Kelihatan bahwa 17 persen atau 17 dari 100 responden mengatakan bahwa mereka sangat tidak mungkin atau tidak mungkin tertular COVID-19," kata Kepala Badan Pusat Statistik, Dr Suhariyanto, dalam keterangan pers di channel YouTube BNPB, Senin (28/9/2020).
Selengkapnya, berikut temuan tentang persepsi kemungkinan terinfeksi COVID-19 menurut survei tersebut:
Tidak mungkin tertular 12,5 persen
Sangat tidak mungkin 4,5 persen
Sangat mungkin 19.3 prsen
Mungkin 29,4 persen
Cukup mungkin 34,3 persen
Kelompok usia 17-30 tahun paling banyak yang merasa 'kebal' alias tidak mungkin tertular. Di urutan kedua justru usia 60 tahun ke atas yang merasa aman, padahal kelompok ini paling rentan mengalami dampak paling buruk dari infeksi virus Corona.
Level pendidikan juga berpengaruh terhadap persepsi tersebut. Makin rendah tingkat pendidikan seseorang, keyakinan tidak mungkin tertular teramati makin tinggi.
Selengkapnya, berikut distribusi keyakinan tidak mungkin tertular berdasarkan tingkat pendidikan:
SD 33,69 persen
SMP 32,5 persen
SMA/SMK 25,48 persen
Diploma/sarjana 13,41 persen.
Survei tersebut juga mencatat bahwa kesadaran untuk memakai masker mengalami peningkatan. Namun sebaliknya, makin banyak yang tidak cuci tangan dan tidak saling menjaga jarak aman.
Beberapa alasan warga tidak mematuhi protokol pencegahan COVID-19 menurut survei tersebut adalah sebagai berikut:
Tidak ada sanksi 55 persen
Tidak ada kejadian penderita COVID-19 di lingkungan sendiri 39 persen
Pekerjaan jadi sulit kalau menerapkan protokol 33 persen
Harga masker dan face shield mahal 23 persen
Mengikuti orang lain 21 persen
Aparat atau pimpinan tidak memberi contoh 19 persen
Lainnya 15 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar