Belakangan, beredar informasi soal thermo gun dapat merusak otak. Hoax yang tersebar menyebut sinar laser dari thermo gun atau alat pengukur suhu berbentuk pistol, radiasinya bisa memicu kerusakan otak.
Para pakar Departemen Fisika Kedokteran Medical Technology IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menegaskan bahwa thermo gun yang digunakan untuk skrining suhu tubuh seseorang tidak berbahaya. Alat tersebut bekerja dengan pancaran inframerah, bukan dengan memancarkan radiasi apalagi laser.
Beberapa waktu lalu, dr Achmad Yurianto, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) juga menegaskan informasi thermo gun merusak otak adalah menyesatkan. "Statement soal merusak otak adalah statement yang salah. ini akan membahayakan semua orang dan justru kontraproduktif untuk mencegah agar penularan tidak terjadi," kata dr Yuri dalam siaran pers BNPB, Senin (20/7/2020).
Beberapa orang mungkin belum mengetahui bagaimana cara kerja thermo gun, sehingga tidak heran jika banyak yang termakan informasi keliru tersebut. Sebenarnya bagaimana sih cara kerja thermo gun?
Tidak seperti termometer raksa atau digital yang menggunakan prinsip rambatan panas secara konduksi, thermo gun ini menggunakan rambatan panas melalui radiasi. Energi radiasi dari permukaan tubuh lalu ditangkap dan diubah menjadi energi listrik, nantinya ditampilkan dalam angka digital pada thermo gun.
Thermo gun kini digunakan untuk mengetahui suhu tubuh yang demam, salah satu gejala virus Corona COVID-19. Cara memakainya hanya cukup diarahkan ke dahi tanpa melakukan kontak. Nantinya, termometer ini mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi, untuk mengetahui suhu tubuh seseorang.
Akurat atau tidaknya suhu yang diukur rupanya bisa berpengaruh dari 'tembak' termometer ke dahi. Disebutkan, jarak pengukuran yang ideal yaitu 12 sentimeter.
Ini Bagian Virus Corona yang Harus Dilemahkan Agar Tak Menular Lagi
SARS-CoV-2, virus Corona penyebab COVID-19, sangat mudah menular dari orang ke orang. Para ilmuwan berlomba-lomba menemukan cara untuk menghentikan penularan virus Corona yang hingga kini belum juga teratasi.
Wakil kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Herawati Sudoyo menjelaskan, sesuai namanya virus Corona memiliki bentuk seperti 'corona' atau mahkota. Tonjolan dalam mahkota tersebut dinamakan 'spike' karena mirip paku.
"Tonjolan itulah yang nantinya menempel dan menghubungkan virus dengan sel manusia, sehingga protein spike tersebut yang harus dilemahkan," jelas Prof Hera dalam diskusi via Zoom, Jumat (24/07/2020).
"Kalau kita bisa buat spike yang merupakan protein dari virus tidak berdaya, maka virus itu tidak akan menginfeksi manusia," lanjutnya.
Prof Hera menambahkan bahwa di dalam virus Corona terdapat genom yang terdiri dari empat protein aktif, yaitu spike protein (untuk memasukkan virus), membran protein (melindungi DNA virus), small envelope protein (terdapat di dalam membran), dan Nucleocapsid protein (bagian paling dalam). Di antara keempatnya, protein spike jadi target pengembangan vaksin.
https://kamumovie28.com/juuni-taisen-juuni-taisen-zodiac-war-episode-6/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar