Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memotret Gunung Merapi dan dilihat dari luar angkasa.
Salah satu gunung teraktif di Indonesia itu diambil gambar visualnya dari ketinggian 505 kilometer di atas permukaan Bumi. Foto terbaru Gunung Merapi itu diabadikan oleh satelit LAPAN-A3/LAPAN-IPB.
Hanya saja, satelit Lapan tersebut tidak menangkap detik-detik Gunung Merapi erupsi yang menyemburkan awan panas sejak kemarin. Sebab, potret Gunung Merapi ini difoto pada 17 Januari 2021.
"Citra Gunung Merapi diambil menggunakan kamera LISA atau Line Imager Space Application. Warna merah pada citra menunjukkan vegetasi di area Gunung Merapi," kata Lapan dikutip dari situs Pusat Teknologi Satelit, Kamis (28/1/2021).
Lapan menjelaskan misi pemantauan Gunung Merapi dilakukan di Mission Control Center, Pusat Teknologi Satelit, Bogor, Jawa Barat. Adapun, misi ini merupakan bentuk respon Pusat Teknologi Satelit terhadap tanggap bencana.
Pada Rabu, (27/1) pukul 13.30 WIB, Gunung Merapi mengalami erupsi. Hujan abu pertama kali terjadi pada Senin (25/1) malam dan Selasa (26/1) malam.
Sampai saat ini aktivitas gunung yang berada di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta itu terpantau masih tinggi, namun fluktuatif. Dalam 24 jam terakhir, Gunung Merapi telah 52 kali menyemburkan awan panas. Jarak luncuran awan panas pun kini makin jauh.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat ada 52 kali rentetan kejadian awan panas. Sementara pada periode pengamatan Kamis (28/1) pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB tidak ada luncuran awan panas.
"Pada periode Rabu (27/1) teramati awan panas sebanyak 52 kali, amplitudo maksimal 77 milimeter, durasi 317.80 detik," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam keterangannya, Kamis (28/1/2021).
https://cinemamovie28.com/movies/condemned-2/
Pengamat: Jangan Paksakan 5G di Frekuensi 2,3 GHz, Bisa Lemot
Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono penggelaran layanan 5G di pita frekuensi 2,3 GHz tidak bisa dipaksakan. Sebab bila demikian, maka bisa jadi layanan 5G nanti jadinya rasa 3G.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelumnya mengatakan ketika pembukaan lelang frekuensi 2,3 GHz, nantinya dimanfaatkan untuk transformasi digital hingga mengimpelemtasikan jaringan seluler generasi kelima di Indonesia.
"Itu kesalahan di awal. Secara logika untuk 5G yang paham tahu penggelaran 5G tidak bisa dipaksakan hanya 10 MHz. Semua akademisi tahu kalau menggelar 5G itu harus minimal 80-100 MHz secara contiguous," kata Nonot, Jumat (28/1/2021).
Di lelang frekuensi 2,3 GHz yang dibuka Kominfo kemarin operator seluler hanya berebut masing-masing dengan lebar pita 10 Mhz. Sementara di spektrum yang sama, sudah lebih dulu dihuni, Smartfren dan Telkomsel selebar 30 MHz, lalu Berca menguasai 8 zona.
Nonot menjelaskan dengan lebar pita 80-100 MHz itu agar layanan 5G yang diberikan sesuai, yaitu memberikan kecepatan maksimal, latensi rendah, begitu juga agar efisien.
"Kalau bicara 5G itu kan yang ekstrem seperti mobil tanpa supir, itu bisa memanfaatkan pita lebar 100 MHz. Selain itu juga, jarak antar BTS itu berdekatan. Kalau 10 MHz itu konyol," kata mantan Komisioner BRTI ini.
Setelah membatalkan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz, Kominfo berencana membuka lagi lelang di spektrum yang sama. Namun, mengenai waktunya, Kominfo belum mengungkapkannya tanggal mainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar