Menurut laporan dari Axios, Google sedang menyelidiki dan mengunci akun kantor dari seorang peneliti kecerdasan buatan (AI) yakni Margaret Mitchell yang turut memimpin sebuah tim AI etis perusahaan.
Laporan ini muncul sebulan setelah peneliti AI terkemuka Timnit Gebru wanita berkulit hitam, dipecat oleh perusahaan. Dalam pernyataan yang diberikan kepada Axios, Google mengatakan sedang menyelidiki Mitchell setelah sistemnya mendeteksi sebuah akun telah mengeksfiltrasi ribuan file dan membagikannya dengan beberapa akun eksternal.
Menurut sumber Axios, Mitchell telah menggunakan skrip untuk menelusuri pesannya, dia menemukan contoh perlakuan diskriminatif terhadap Gebru. Google mengatakan sistem keamanannya secara otomatis mengunci akun karyawan perusahaan.
"Ketika mereka mendeteksi bahwa akun tersebut berisiko disusupi karena masalah kredensial atau ketika aturan otomatis yang melibatkan penanganan data sensitif telah dipicu, kami secara aktif menyelidiki masalah ini sebagai bagian dari prosedur standar untuk mengumpulkan detail tambahan," kata Google dilansir detiKINET dari The Verge, Jumat (22/1/2021).
Sebelumnya lewat akun Twitter, Mitchel memberi dukungan kepada Gebru dan telah mengkritik Google dan perusahaan teknologi besar lainnya atas pendekatan mereka terhadap keragaman dan bias sistematis.
Pasca keluarnya Gebru dari perusahaan Google menghadapi banyak kritikan, Bloomberg melaporkan bahwa ribuan karyawan internal dan akademisi eksternal serta juru kampanye menandatangani petisi untuk mendukung peneliti AI tersebut.
Google telah menghadapi kritik yang terus menerus untuk pekerjaannya di Project Maven, sebuah proyek AI yang dirancang untuk meningkatkan serangan drone militer. Penentangan terhadap proyek tersebut disebut sebagai alasan utama ketika karyawan Google mengumumkan rencana untuk berserikat awal tahun ini.
https://nonton08.com/movies/gerry-andersons-firestorm/
Warga Australia Terancam Tak Bisa Akses Google
Google mengancam akan menarik mesin pencarinya dari Australia. Hal ini akan mereka lakukan jika usulan undang-undang yang tengah diajukan disetujui dan mulai dijalankan.
Undang-undang yang dimaksud mewajibkan Google untuk membayar media massa untuk setiap konten berita yang ditampilkan di laman Google, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Jumat (22/1/2021).
"Jika ini benar-benar menjadi undang-undang maka kami tak punya pilihan selain menarik Google Search dari Australia," ujar Meg Silva, VP Google Australia and Selandia Baru, dalam pertemuan dengan Senate Economics Legislation Committee Australia.
Menurut Silva, mereka harus melakukan itu karena tak menemukan cara lain untuk tetap bisa beroperasi dengan adanya undang-undang tersebut. Terutama terkait dengan risiko operasional dan finansial yang ada.
Google sendiri sudah melobi pemerintah Australia selama berbulan-bulan untuk menolak aturan tersebut, yang membuat Google harus membayar utnuk menampilkan tautan ataupun snippets (cuplikan) dari sebuah berita di Google Search.
Aturan ini bagi Google akan membuat preseden yang tak bisa dipertahankan untuk bisnis mereka, dan juga untuk ekonomi digital. Selain itu, aturan tersebut pun diklaim Google tak sejalan dengan cara kerja mesin pencari mereka.
Menurut Google, mereka lebih suka membayar media massa untuk produk Google News secara spesifik. Mereka pun pada Juni 2020 sudah meluncurkan program ini di Australia, Jerman, dan Brazil.
Namun langkah ini dianggap tak sebanding oleh pemerintah Australia. Australia Competition and Consumer Commission (ACCC) menganggap aturan ini bisa menyeimbangkan kekuatan antara bisnis media massa di Australia dengan Google dan Facebook.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar