Sama seperti anak lainnya, anak berkebutuhan khusus juga akan mengalami masa pubertas. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua.
dr Tri Gunadi, A.Md.OT., S.Psi dari Klinik Tumbuh Kembang Anak YAMET mengatakan secara biologis, anak berkebutuhan khusus tidak berbeda dengan anak pada umumnya. Mereka pasti mengalami fase pubertas saat menginjak usia 8 atau 9 tahun.
"Mereka puber juga, tapi belum tentu pemahaman konsep pubertas itu mereka ketahui. Misalnya pada anak perempuan yang pertama kali menstruasi, bisa saja mereka takut. 'Kok aku berdarah' atau pada laki-laki, 'kok aku ngompol lagi' ketika mengalami mimpi basah," tutur dr Gunadi dalam diskusi parenting class 'Mempersiapkan Anak Menghadapi Pubertas' yang diadakan oleh Indonesia Rare Disorder di Cinere Bellevue, Cinere, Depok.
Dijelaskan dr Gunadi, pubertas adalah proses aktifnya hormon seksual yang terjadi pada anak-anak saat akan menginjak remaja. Pada laki-laki, hormon yang aktif adalah testosteron sementara pada perempuan endrogen dan progesteron.
Nah pada anak berkebutuhan khusus, orang tua harus memberi perhatian lebih. Ketika anak menginjak usia 8 atau 9 tahun, ciri-ciri pubertas sudah mulai tampak.
dr Widya Eka Nugraha, seorang konselor genetik, mengatakan ciri primer pubertas adalah menstruasi pada anak perempuan, dan mimpi basah pada anak laki-laki. Ketika ciri primer belum tampak, orang tua perlu memerhatikan ciri sekunder yang sudah mulai muncul lebih dulu.
"Kalau pada anak laki-laki misalnya sudah ada jakun, suaranya mulai serak-serak basah. Sementara pada perempuan ini payudaranya mulai muncul dan tumbuh rambut-rambut halus," paparnya di acara yang sama.
Baik dr Gunadi maupun dr Eka mengatakan orang tua harus memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini agar anak, terutama anak berkebutuhan khusus, siap menjalani pubertas. Misalnya dengan memberikan pemahaman lewat gambar atau ilustrasi.
"Yang membedakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal adalah bagaimana mereka menerima pemahaman. Pada anak berkebutuhan khusus biasanya lebih lambat, tinggal bagaimana orang tuanya saja supaya anak bisa mengerti dengan baik," tutup dr Gunadi. https://bit.ly/37MeKuk
Kisah Nurlina, Bidan yang Peduli Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Nurlina Sri Andalis adalah bidan di Puskesmas Ngombol, Purwerejo, Jawa Tengah. Selain sibuk membantu warga yang hendak melahirkan, Nurlina juga peduli pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Kepedulian Nurlina bermula dari stimulasi dan pengasuhan anak berkebutuhan khusus di daerahnya yang dianggap belum optimal. Apalagi, menurutnya, anak berkebutuhan khusus pun masih sering dipandang sebelah mata. Alhasil masih banyak orang tua yang malu dan memilih untuk menyembunyikan anaknya yang memiliki kebutuhan khusus.
Akhirnya Nurlina pun mendirikan sekolah untuk memfasilitasi anak-anak berkebutuhan khusus. Dia berharap sekolah itu bisa menjadi solusi bagi orang tua agar tak lagi menyembunyikan anaknya yang dianggap 'berbeda'. Dengan sekolah itu, anak berkebutuhan khusus juga bisa mendapat terapi dan berhak mendapat pendidikan.
"Ini sekolah dengan inklusi, percampuran anak normal dengan anak berkebutuhan khusus," terang Nurlina kepada detikHealth di sela-sela penganugerahan tenaga kesehatan teladan tingkat nasional tahun 2016 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Senin (15/8/2016).
Nurlina merekrut kader-kader di puskesmas untuk turut serta memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Mereka belajar secara otodidak untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus.
Tantangan lain yang harus dihadapi Nurlina dan rekan-rekannya adalah sarana dan prasarana sekolah yang belum terpenuhi. Meski demikian Nurlina dan kadernya selalu bersemangat memberikan yang terbaik bagi muridnya.
Untuk mendukung para siswanya, Nurlina menggandeng puskesmas dalam pemberian makanan bergizi. Selain itu dokter ahli jiwa pun secara sukarela memberikan konsultasi.
Tak cuma itu, Nurlina juga peduli benar dengan perilaku bersih dan sehat masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mendirikan bank sampah, sehingga masyarakat terbiasa mengelola lingkungannya agar tetap bersih dari sampah.
"Rencananya dari warung-warung kita minta sampah untuk diberikan. Tapi kadang masyarakat lihat negatifnya dulu, contohnya kalau sampah nggak diambil mending dibakar saja," tuturnya menirukan komentar orang lain.
Tetap semangat, Bu Bidan! https://bit.ly/2spoCdt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar