Pengusaha nasional Ciputra tutup usia hari ini, Rabu (27/11/2019). Ia meninggal dunia di usianya yang ke 88 tahun.
Sebagai pengusaha, Ciputra masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Mengutip Forbes, Rabu (27/11/2019), Ciputra dan keluarga memiliki kekayaan bersih US$ 1,3 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (kurs Rp 14.000). Ia berada di urutan 1941 orang terkaya di dunia dan berada di urutan 27 daftar orang terkaya di Indonesia pada tahun 2018.
Forbes mencatat, Ciputra mendirikan perusahaannya Ciputra Group pada tiga dekade yang lalu. Perusahaannya melakukan pengembangan di 33 kota di Indonesia.
Pengusaha yang punya ciri khas memakai topi ini juga tercatat sebagai penggila seni. Ciputra mendirikan Ciputra Artpreneur Museum untuk memamerkan koleksi seninya di Jakarta sejak 2014.
Sebagai informasi, meninggalnya Ciputra dikonfirmasi oleh Panji Pragiwaksono melalui akun Twitternya, Rabu (27/11/2019). Panji mengatakan Ciputra meninggal di Singapura dini hari tadi.
"Innalillahi wa inna illaihi rajiuun. Telah meninggal dunia, Bapak Ir Ciputra, Chairman dan Founder Ciputra Group di Singapore pada tgl 27 November 2019 pk 1:05 waktu Singapore," tulis Panji melalui akun Twitternya.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani juga membenarkan kabar tersebut. "Iya benar," tuturnya. https://bit.ly/2pY4b6C
Kenangan Pahit Ciputra soal Gempa dan Tsunami di Sulawesi
Gempa dengan magnitudo 7,4 yang mengguncang Donggala dan Palu pada Jumat (28/9), bukanlah yang pertama menghantam di bumi Sulawesi itu. Sejak 1927, gempa dan tsunami hebat pernah mengguncang di sejumlah titik wilayah itu.
Pengusaha properti, Ir Ciputra yang lahir di Parigi pada 24 Agustus 1931 punya pengalaman tentang bencana di sana. Parigi, sebuah kota seluas 6.000 kilometer persegi di perbatasan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Jaraknya sekitar 500 kilometer dari Gorontalo. Ciputra mengenang Parigi sebagai kota yang sejuk dan hijau, meski terpencil.
Selain itu, ada juga sekelumit kenangan pahit Ciputra terkait tanah kelahirannya itu. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Parigi pernah terdampak akibat gempa berkekuatan 6 SR yang memicu tsunami dengan ketinggian gelombang 8-10 meter. Akibatnya, sebanyak 200 orang tewas, 790 rumah rusak, dan seluruh desa di pesisi pantai barat hampir tenggelam.
Orang tua Ciputra, pasangan Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio yang sudah tinggal di Parigi sejak 1926 nyaris menjadi korban bencana dahsyat tersebut. Sementara Ciputra yang kala itu masih bernama Tjie Tjin Hoan setahun sebelumnya dititipkan di Gorontalo bersama kakeknya untuk disekolahkan.
"Tahun 1938 terjadi gempa bumi hebat di Sulawesi Tengah yang mengakibatkan tsunami dahsyat di Teluk Tomini. Parigi termasuk desa yang porak poranda. Beruntung, Papa dan Mama selamat," kenang Ciputra dalam biografi Ciputra The Entrepreneur: The Passion of My Life (2018) karya Alberthiene Endah.
Pasca bencana itu, Tjie Sim Poe dan Lie Eng Nio tak mau lagi membangun rumah dan meneruskan hidup di Parigi. Keduanya memilih hijrah ke Bumbulan, desa kecil sekitar 140 kilometer dari Gorontalo. Di sana, orangtuanya mengelola toko milik Tjie Tjie, kakek Ciputra. Selain karena gempa, ada alasan khusus Tjie Sim Poe memutuskan hijrah ke Bumbulan pada 1939, yakni kondisi ayahnya, Tjie Tjie, yang kerap sakit-sakitan.
Selamat dari gempa dan tsunami, hidup ayah Ciputra berakhir di tangan polisi rahasia Jepang (Kempeitai) yang menuduhnya mata-mata Belanda. Dia meninggal dalam tahanan Jepang di Manado. Hok Sioe, warga Bumbulan yang ikut ditawan bersama Tjie Sim Poe mengabarkan hal itu dua bulan setelah kematiannya dalam penjara Jepang di Manado.
"Papa wafat di tengah penderitaan penjara zaman Jepang. Kelaparan dan kesepian," kenang Ciputra getir. https://bit.ly/34qEKcL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar