Sex education atau pendidikan seks memang masih dianggap tabu oleh sebagian besar warga Indonesia. Beberapa remaja juga mungkin enggan membicarakan soal seksualitas dengan orang tua mereka karena dianggap terlalu ingin tahu atau kepo.
Menurut psikolog klinis Inez Kristanti, MPsi, Psikolog dari Klinik Angsamerah, peran orang tua khususnya dalam memberi edukasi seks adalah berkomunikasi dua arah, bukan kepo dengan menanya-nanyai atau menginterogasi.
"Jadi ketika kita berkomunikasi, kita juga perlu tahu bahwa kita bukan kepo. Bukan mau tahu semua-muanya. Tujuan kita berkomunikasi kepada anak terkait seksualitas adalah supaya anak tahu informasi yang benar dan bisa membuat keputusan secara bertanggung jawab," terang Inez saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Inez menyebut orang tua adalah teman pertama anak dan sekaligus gerbang pertama anak bisa memiliki persepsi bahwa seksualitas itu adalah sesuatu yang bisa dibicarakan secara sehat. Bukan lagi tabu, justru sekarang mengajarkan edukasi seks pada anak sangat penting.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Dr dra Rita Damayanti, MSPH, Ketua Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menyebut memulai edukasi seks bisa dimulai sejak usia sedini mungkin.Tak harus menunggu usia pubertas.
"Dari kecil, sehingga orang tua dibiasakan open-minded. Nanti kalau sudah gede-gede nggak concern lagi. Biar nggak gelagapan (kalau ditanyai)," pungkasnya. https://bit.ly/2OpeQ3A
Dilema Pendidikan Seksual, Makin Ditutupi Makin Terbuka Aksesnya
Zaman boleh berganti namun tidak demikian dengan persepsi pada pendidikan seksual. Terlepas dari latar belakang pendidikan dan ekonomi, pendidikan seksual masih jadi sesuatu yang tabu. Meski sudah ingin membuka aksesnya, pendidikan seksual masih menjadi hal yang sulit diungkapkan di masyarakat.
Berlawanan dengan tabu, informasi seputar reproduksi dan seksual kini makin mudah diperoleh dari berbagai sumber. Akibatnya, Anak dan remaja berisiko tersesat karena tidak tahu sumber informasi yang bisa dipercaya.
"Yang ideal memang sediakan pengetahuan dan layanan, namun jika tidak bisa minimal ada informasinya," kata Direktur Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) Lies Marcoes, Rabu (26/9/2018).
Menurut Lies, pendidikan seksual sebetulnya telah diajarkan sedini mungkin dalam agama. Misalnya ajaran terkait bersuci sebelum melakukan ibadah, misal wudhu. Ibadah dikatakan tidak sah bila wudhu batal, salah satunya dengan menyentuh alat kelamin tanpa pelapis. Dubur dan kemaluan juga diajarkan untuk selalu bersih demi kesehatan tubuh.
Pemenuhan informasi bisa menjadi jalan keluar beberapa masalah terkait seksual dan reproduksi. Misal pernikahan dini, yang ditempuh dengan pertimbangan lebih baik daripada zina. Masalah lainnya adalah kehamilan tidak diinginkan, yang seolah hanya menyediakan jalan keluar menikah secepatnya.
Informasi tentunya harus disampaikan dengan gaya khas remaja, bukan menimbulkan rasa takut atau bertentangan dengan logika. Kecukupan informasi diharapkan bisa membantu remaja mengenal diri, serta mempertimbangkan keputusan terkait seksual dan reproduksi. Hasilnya remaja tak perlu lagi mempercayai iklan obat penggugur kandungan, praktik aborsi ilegal, dan info sesat lainnya. https://bit.ly/2Os1YcY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar