Besarnya defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan disinggung kembali oleh Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto. Menurutnya, banyak tenaga kesehatan yang memberikan diagnosis tak perlu kepada pasien yang membuat klaim BPJS ke rumah sakit menjadi sangat besar.
Dalam undang-undang, Menkes menyebut pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien harus yang tepat sasaran dan optimal. Sayangnya yang terjadi saat ini pemberian diagnosa dianggap berlebihan dan terkesan tak terbatas.
"Tapi yang terjadi adalah unlimited medical services. Siapa negara yang mampu unlimited medical services? Di Amerika saja Obama Care langsung kelimpungan kalau unlimited," kata Menkes.
Banyak tenaga kesehatan yang disebut tidak menerapkan kaidah pelayanan kesehatan dasar. Bukan hanya dari segi tindakan, tapi juga kelas rawat inap pasien.
Di samping itu, pelayanan yang diberikan menurutnya terlalu maksimal sehingga terkesan berlebihan. Padahal, diagnosis terlalu maksimal juga akan membahayakan pasien.
"UU-nya adalah pelayanan kesehatan dasar, itulah yang kita benahi. Kedua, pelayanan kelas standar. Kelas standar itu kelas berapa ya tentukan aja mau di mana. Di situ lah mulai terjadi ketimpangan," sebutnya.
Klaim pembiayaan terbanyak pun dipegang oleh pengguna BPJS Kesehatan mandiri. Pemakaiannya sudah mencapai 400 persen, dalam artian meski semua peserta mandiri membayar dengan teratur, tetap akan terjadi defisit.
"Yang jadi masalah adalah BPJS mandiri. Itu mau kelas 1,2,3, di atas 400 persen artinya 4 kali lipat pemakaiannya. Dinaikan (iurannya) juga nggak nutup," terangnya.
"Seolah-olah mandiri yang mensubsidi, tidak. Yang pemerintah (malah) mensubsidi pasien BPJS mandiri karena pemakaiannya sudah di atas 400 persen. Itu data, klaim rasionya sudah melebihi platformnya," pungkasnya. https://bit.ly/2KVwRV5
Menkes Terawan Sebut Beban BPJS Kesehatan Besar Karena Indikasi Tak Tepat
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini disebut oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menanggung beban biaya yang tidak masuk akal. Ia berjanji akan melakukan penyesuaian tanpa perampingan layanan kesehatan.
Menurut Menkes Terawan beban biaya berlebih BPJS Kesehatan ini diakibatkan oleh indikasi yang tidak tepat. Sebagai contoh Menkes Terawan menyebut biaya penyakit jantung tahun lalu yang mencapai Rp 10,5 triliun dan banyaknya operasi caesar.
"Mosok, kita indikasinya tidak tepat kan itu pemborosan. Kayak jantung kemarin 10,5 triliun menurut kamu piye, masuk akal enggak? Ya enggak toh. Di logika saja enggak masuk akal. Terus jelas, persalinan sectio (caesar). perbandingan sectio dengan normal kok 45 persen, wong WHO (World Health Organization) wae 20 persen," ungkap Menkes Terawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).
Saat ini Menkes Terawan masih akan berbicara dengan BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan rumah sakit. Tidak menutup kemungkinan untuk dibuat regulasi khusus tentang penanganan pasien BPJS Kesehatan.
"Iya sehingga tidak ada ketersinggungan, semua nyaman. Tapi endingnya terlaksana semua," kata Menkes Terawan.
"Tergantung para dokternya ini. Kalau tidak bisa ngatur dirinya sendiri ya kita yang ngatur," pungkasnya. https://bit.ly/37MfPSU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar