Rabu, 27 November 2019

Buruh Tolak Usul Pengusaha soal Kenaikan Upah Tak Dipukul Rata

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keras usulan pengusaha yang meminta kenaikan besaran upah buruh tidak dipukul rata di semua daerah Indonesia. Hal itu diungkapkan Presiden KSPI Said Iqbal saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (25/11/2019).

"Kita tidak setuju dengan pendapat pengusaha tersebut," kata Said Iqbal.

Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta kepada Pemerintah untuk tidak memukul rata besaran kenaikan upah di semua wilayah. Pasalnya, kenaikan yang berlaku saat ini akan membuat besaran gap upah antar wilayah.

Menurut Said Iqbal, besaran kenaikan upah yang saat ini berlaku sudah mengacu pada peraturan pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Di mana dalam beleid itu pun sudah ditetapkan mengenai formulasi kenaikan upah yang berlandaskan pada besaran inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.

Dikatakan Said Iqbal, dalam aturan PP Nomor 78 Tahun 2015 juga menyebut bahwa kenaikan upah buruh berlaku sama untuk semua wilayah.

"Kalau ikut PP Nomor 78 kan kenaikannya sama semua untuk semua perusahaan di semua daerah yaitu 8,51 persen, seperti sekarang ini," ungkap dia.

Dapat diketahui, Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani mengatakan usulan tersebut sudah disampaikan langsung kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Rosan menjelaskan, pengusaha sepakat dengan formulasi kenaikan upah tertuang pada PP 78/2015 tentang pengupahan. Untuk tahun 2019, ditetapkan kenaikan sebesar 8,51 persen. Kenaikan tersebut juga ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah dalam menetapkan gaji.

Hanya saja dengan penyesuaian upah yang sudah berlaku, besaran di masing-masing daerah tidak sama. Seperti daerah Karawang, Jawa Barat menjadi yang paling tinggi menjadi Rp 4,2 juta per bulan dan Kota Banjar menjadi yang terkecil dengan Rp 1,6 juta per bulan.

Menurut Rosan, jika kenaikan upah terus dipukul rata, maka gap antara daerah akan semakin jauh. Oleh karenanya, dirinya meminta Pemerintah untuk membedakan kenaikan upah di daerah yang sudah besar dan yang masih kecil upahnya. https://bit.ly/2DmoVrz

Dikecam Buruh Soal Penetapan UMK, Ridwan Kamil Buka Suara

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) menanggapi pengecaman kebijakannya menetapkan Upah Minimum Kota/ Kabupaten (UMK) melalui surat edaran. Dia menjelaskan menetapkan UMK menggunakan surat edaran atau surat keputusan Gubernur adalah sama saja.

"Sebenarnya sama saja," kata Gubernur Ridwan Kamil saat ditemui di Bandara Cakrabhuwana, Jalan Jend. Sudirman Gg. Aksan I, Kalijaga, Harjamukti, Cirebon, Jumat (22/11/2019).

Dia pun menjelaskan mengenai hal keputusannya tersebut. Pria yang akrab disapa Emil ini menjelaskan, penggunaaan surat edaran tersebut memperhatikan soal kesanggupan proyek padat karya dalam memenuhi UMK yang diberlakukan.

"Kan saya sudah konsultasi dengan Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan)-kan. Jadi maksud dari surat edaran itu agar para pengusaha mengikuti UMK yang direkomendasi oleh Walikota Bupatikan. Tapi kepada padat karya yang tidak sanggup itu tidak dikembalikan dengan bentuk perundingan. Sehingga nanti hasilnya berbeda-beda," sambungnya.

Emil menganggap keputusannya itu mampu menjaga proyek padat karya yang ada. Dia pun menjelaskan hal ini juga memperhatikan mengenai para pegawai yang berpotensi mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Di Jawa Barat kan banyak pabrik sudah tutup, sebagian pindah. Nah ini untuk menjaga padat karya, garment, dan lain-lain supaya tidak terkena ancaman PHK. Jadi menurut saya adil, kepada yang mampu mengikuti rekomendasi Walikota Bupati, kepada yang tidak mampu diberi ruang negosiasi. Nah bentuknya surat edaran. Secara hukum itu yang paling adil buat mereka yang terancam PHK dan adil pada mereka yang sesuai dengan rekomendasi," jelas Emil.

Menurutnya, penggunaan surat edaran ini dapat menyesuaikan dengan kemampuan beberapa perusahaan. "Iya kalau yang tidak mampu ya. Kan di suratnya disebut bahwa menyetujui semua rekomendasi dari Walikota Bupati," ucapnya.

Emil mengatakan akan memantau soal kemampuan perusahaan terkait pemberlakuan UMK ini. Jika ada perusahaan yang dinilai mampu memenuhi nilai UMK tersebut tetapi mengaku tidak mampu, Emil menyebut akan menindaknya melalui jalur hukum.

"Itu kan selalu, setiap tahun selalu ada pemantauan. Jadi para buruh debat, laporkan, kalau perusahaannya mampu ternyata ngaku-ngaku tidak mampu itu laporkan ke kami nanti kami tindak melalui pengadilan," tegas Emil.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) Said Iqbal mengecam Ridwan Kamil. Pasalnya, menurut dia keputusan UMK seharusnya ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub), bukan hanya sekadar surat edaran. https://bit.ly/2ONk1Jz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar