Kamis, 28 November 2019

Kurikulum Khusus Kesehatan Reproduksi untuk Siswa, Perlu atau Tidak?

Pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) memang sudah seharusnya dimasukkan ke dalam kurikulum pelajaran di sekolah. Hanya saja, banyaknya kesalahpahaman membuat proses pendidikan‎ kesehatan reproduksi menjadi tak maksimal.

Dr Sulistyo, M.PD., ‎Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), mengatakan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah tak berjalan maksimal karena sebagian besar guru masih enggan untuk memberikan pelajaran tersebut. Salah satunya adalah masih merasa malu untuk menyebutkan nama-nama organ genital secara eksplisit.

"Masih banyak guru-guru di daerah yang merasa enggan dan malu untuk menyebutkan, maaf, penis dan vagina," tutur Sulistyo pada acara Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja di Gedung Rumpun Ilmu Pengetahuan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kampus Universitas Indonesia, Depok, dan ditulis pada Minggu (10/8/2014).

Faktor tersebut menurutnya menghambat proses pengajaran. Murid pun akhirnya tidak mendapat penjelasan yang lengkap, ‎sementara guru mempunyai pengetahuan namun kurang baik menyampaikannya.

Bukan hanya itu saja, Sulistyo juga mengatakan bahwa sedikitnya porsi pengajaran kesehatan reproduksi‎ yang ada di kurikulum juga merupakan salah satu alasan terhambatnya pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah.

"Sebenarnya ada di kurikulum tentang hal itu, hanya saja porsinya sedikit dan memang belum ada pelajaran khususnya. Kesehatan reproduksi disisipkan di mata pelajaran pendidikan jasmani atau biologi," sambungnya lagi.

Pendidikan kesehatan reproduksi memang penting diberikan pada siswa. Selain membantu siswa mengenal dirinya secara lebih baik, pendidikan kesehatan reproduksi juga dapat mencegah siswa dari perilaku seks menyimpang.

Tentunya pengemasan atau cara menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi oleh guru juga harus baik. Jangan sampai disalahartikan sebagai bentuk mengajarkan perilaku seks berisiko.

"Kalau tidak diberikan pendidikan, siswa akan mencari informasi sendiri. Entah dari internet atau teman sebaya yang belum tentu baik dan benar," paparnya. https://bit.ly/2sqEn41

4 Langkah Persiapkan Anak Menjalani Masa Pubertas

Pemberian pendidikan kesehatan reproduksi penting agar anak siap menjalani masa pubertas. Jika tak ada pendidikan kesehatan reproduksi, anak bisa bingung atau takut saat memasuki masa pubertas.

Dijelaskan dr Tri Gunadi, A.Md.OT., S.Psi dari Klinik Tumbuh Kembang Anak YAMET, pubertas adalah proses yang terjadi pada tubuh manusia akibat aktifnya hormon-hormon seksual. Setiap anak akan mengalami pubertas yang bisa dimulai sejak usia 8 atau 9 tahun.

"Maka dari itu pendidikan kesehatan reproduksi penting sejak dini. Jangan sampai anak tidak dipersiapkan yang bisa saja membuatnya mencari sendiri dari sumber-sumber yang tidak sesuai," tutur dr Gunadi, dalam diskusi parenting class, ditemui di Cinere Bellevue, Cinere, Depok, baru-baru ini.

Lalu, apa saja yang harus dilakukan saat memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak? Dirangkum detikHealth, berikut 4 langkah-langkahnya:

Pemberian pendidikan kesehatan reproduksi pada tahap awal harus dilakukan oleh orang tua. Contohnya adalah membedakan jenis kelamin, seperti ayah adalah laki-laki dan ibu adalah perempuan.

"Jadi semakin bertambahnya usia, orang tua bisa menyesuaikan. Papa dulu di umur kamu mengalami ini lho, nanti juga kamu akan mengalami hal yang sama, seperti itu," tutur dr Gunadi.

Ketika anak sudah bisa membedakan jenis kelamin, orang tua harus bisa menjadi model. Hal ini untuk menghindari kerancuan anak soal identitas dan jenis kelamin di masa depan.

"Kalau laki-laki misalnya akan berjanggut atau berkumis. Sementara perempuan misalnya Islam berhijab, tidak menggunakan baju terbuka. Ini yang akan ditangkap anak dari orang tuanya," tambah dr Gunadi lagi.

Ketika anak bertanya soal pubertas, jelaskan dengan baik dan sederhana, tak perlu penjelasan rumit. Salah satu contohnya adalah misalnya anak bertanya mengapa saya berdarah ketika menstruasi pertama.

"Dijawab nggak usah rumit, misalnya karena aktifnya hormon endrogen dan progesteron di usianya, makanya jadi berdarah dan normal. Anak yang penting cukup tahu dan nggak selalu meminta penjelasan detil," tambahnya.

Langkah terakhir adalah pengenalan soal area mana yang boleh disentuh dan mana yang harus dijaga. Hal ini sangat penting terutama bagi anak perempuan untuk terhindari dari pelecehan.

"Bisa gunakan gambar. Misalnya ada gambar tubuh manusia, daerah anus dan payudara itu diwarnai merah, artinya nggak boleh disentuh siapapun. Kenalkan juga konsep aurat misalnya pada anak dari keluarga muslim," papar dr Gunadi. https://bit.ly/2DoC9US

Tidak ada komentar:

Posting Komentar