Varian baru dari virus Corona tampaknya muncul di Nigeria, Afrika. Hal itu disampaikan Kepala Pusat Pencegahan dan Pengontrol Penyakit (CDC) Afrika John Nkengasong, Kamis (24/12/2020).
Nkengasong menegaskan perlu adanya penyelidikan lebih lanjut terkait munculnya varian baru COVID-19 di Nigeria. Berita itu muncul setelah Inggris dan Afrika Selatan sama-sama melaporkan varian baru virus SARS-CoV-2 yang tampaknya lebih menular dan ganas.
Di sisi lain, Inggris telah melaporkan adanya varian virus Corona baru yang bermutasi dan diduga 70 persen lebih menular. Penelitian lebih mendalam tengah dilakukan untuk meneliti varian baru Corona di Inggris.
Munculnya varian virus Corona baru menyebabkan pembatasan perjalanan di wilayah itu. Beberapa negara bahkan melarang keluar-masuk ke Inggris maupun Afrika Selatan terkait dengan dugaan munculnya varian baru Corona, Indonesia termasuk salah satunya.
"Asal virusnya berbeda, dari virus yang ada di Inggris dan di Afrika Selatan," kata Nkengasong (24/12/2020) seperti dikutip dari CNA.
Nkengasong mengatakan, sebagai upaya untuk mendeteksi varian virus Corona baru di Nigeria dan Afrika Selatan, CDC Afrika akan menggelar pertemuan darurat minggu ini. Informasi mengenai varian baru COVID-19 muncul setelah melonjaknya kasus terkonfirmasi Corona di Nigeria dan Afrika.
Dalam sepekan terakhir, Nigeria melaporkan peningkatan kasus sebesar 52 persen dan Afrika Selatan meningkat 40 persen. Namun Nkengasong menjelaskan tidak ada bukti bahwa varian baru berpengaruh pada peningkatan penularan COVID-19 di Nigeria, tetapi ia memperingatkan bahwa negara tersebut melakukan pengawasan genom yang lebih sedikit daripada Inggris.
Ia pun menyampaikan bahwa CDC dan African Centre of Excellence for Genomics of Infectious Diseases di Nigeria akan mempelajari lebih banyak sampel dari virus.
"Beri kami waktu. Ini masih sangat awal," ujarnya saat menanggapi pertanyaan tentang varian virus tersebut.
https://kamumovie28.com/movies/love-other-drugs/
Beda Hasil Uji Klinis Vaksin Corona Sinovac di Brasil dan Turki, Kok Bisa?
Turki baru-baru ini mengumumkan hasil awal uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 Sinovac. Otoritas Turki menyebut vaksin COVID-19 Sinovac 91 persen efektif lawan Corona.
"Kami yakin akan efek vaksin itu. Kami sekarang yakin bahwa vaksin itu efektif dan aman untuk rakyat Turki," kata Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca pada konferensi pers.
Hasil ini cukup berbeda dengan publikasi di Brasil. Hasil dari uji coba Brasil menunjukkan efektivitas vaksin Sinovac, CoronaVac, di atas 50 persen.
Terkait hal tersebut, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio, mengatakan ada beberapa hal yang menjadikan hasil uji klinis kedua negara tersebut berbeda salah satunya dari segi populasi.
"Itu kan belum hasil uji final ya. Memang situasinya juga berbeda antara Brasil dan Turki. Populasinya, lingkungannya, jadi berbeda sih mungkin saja," katanya saat dihubungi detikcom, Jumat (25/12/2020).
Perbedaan kriteria relawan juga berpengaruh pada hasil uji klinis vaksin. Ada negara yang mengkhususkan tenaga kesehatan menjadi relawan uji klinis, lainnya menggunakan populasi umum.
"Nah jumlah keterpaparan (COVID-19) pada subjek tenaga kesehatan dan populasi umum kan berbeda, di Turki dan Brasil pun harus kita lihat mereka pakai populasi yang mana," sebutnya.
Meski wajar, menurut Prof Amin pihak terkait masih harus melihat dokumen lengkap uji klinis untuk menentukan efektivitasnya.
"Oh ya wajar saja (terjadi perbedaan). Justru itu makanya kita menggunakan populasi besar, multinegara, untuk melihat perbedaan-perbedaan tadi," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar