Diakui oleh WN Australia Sendiri
Tingkah laku buruk ini bahkan diakui oleh pihak Australia. Seorang pakar pariwisata Australia dari University of Sydney, Dr Deborah Edwards pernah berbincang kepada media The New Daily bahwa tindakan ini dipicu oleh kurangnya pemahaman tentang budaya dan ketidakmampuan untuk berperilaku terhormat di negara-negara asing.
"Orang-orang dari semua kelompok umur yang berbeda mengalami masalah, tetapi saya akan mengatakan bahwa kelompok usia yang lebih muda mengalami lebih banyak masalah. Secara umum, saya pikir orang Australia tampaknya mendapatkan reputasi yang lebih buruk di luar negeri karena perilakunya,' ujar Dr Deborah.
Pernyataan Deborah ternyata terbukti melalui data yang dimiliki oleh DFAT Australia. Tercatat, dalam data orang yang berumur 25-54 tahun sering bepergian. Dalam pembagian persentase: 25-34 tahun 17,4%, 35-44 taahun 16,9% dan 45-54 tahun 17,7%.
Bahkan, musisi Jerinx 'Superman Is Dead' yang juga aktif mengkritisi sejumlah kebijakan dan kehidupan sosial di Bali pun angkat bicara mengenai kasus turis yang bertindak seenaknya.
ia sempat mengunggah fenomena turis nakal di Bali pada 18 Maret lalu. Menurutnya, turis-turis nakal (meski tidak spesifik ke WN Australia) memiliki ideologi 'White Supremacy'. Bukan sekadar bertindak senonoh, Jerinx juga menilai turis dengan ideologi ini membuka bisnis di Bali dengan teknik marketing yang rasis.
"Perlu diketahui juga, banyak dari turis white supremacist ini membuka bisnis di Bali dengan taktik marketing yg rasis. Contoh paling simpel: membuka puluhan studio tato dgn penanda/stiker bertuliskan OWNED BY AUSSIE, sementara seluruh staff nya lokal. Buat apa coba kalau bukan utk merendahkan studio tato milik lokal?," tulisnya dalam akun Instagram.
White Supremacy & Larrikin
Secara bahasa, menurut Merriam Webster, White Supremacist adalah sebuah keyakinan bahwa ras kulit putih memiliki andil yang besar serta lebih superior dibandingkan ras lainnya. Dalam bahasa Indonesia, sering disebut sebagai supremasi kulit putih, sebuah ideologi yang membuat ras kulit putih berada di atas segalanya (ras lain).
Nampaknya, White Supremacy sering digunakan dalam ideologi politik di Amerika Serikat. Australia pun punya sebutan tidak resmi atau slang mengenai tingkah laku nyeleneh warganya yakni 'Larrikin'.
Menurut Britannica, Larikin merupakan slang dari Australia yang asal-usulnya tidak diketahui. Istilah ini populer pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, untuk menandakan penjahat muda atau hooligan di subkultur dengan tingkat pendapatan rendak di perkotaan Australia. Selain itu, istilah Larrikin juga diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang dipekerjakan secara sporadis dengan membentuk peseikatan atau geng dengan tidak kejahatan.
Dalam data yang dimiliki DFAT, ternyata aksi nyeleneh WN Australia paling banyak memiliki reputasi buruk di Thailand. DFAT pun merangkum 5 negara yang paling banyak membutuhkan asistensi kasus tertinggi, yakni:
1. Thailand
2. Amerika Serikat
3. Indonesia
4. Filipina
5. China
Tercatat, ada 967 kasus sampai tahun 2018 di Thailand. Sedangkan AS 750 kasus, Indonesia 610 kasus, Filipina 590 kasus dan China 391 kasus.
Berbagai kasus tersebut pun beragam. Dari data yang sama, tercatat 3.062 kasus keselamatan, 1.585 kasus masuk rumah sakit, 1.540 ditangkap polisi, 533 kasus pencurian, 386 kasus dipenjara, 269 kasus penganiayaan, 1.671 kasus kematian dan 280 kasus lain.
Akses dan Kemudahan WN Australia ke Luar Negeri
Sebenarnya, akses orang Australia ke luar negeri cukup mudah. Dari data Global Passport Index, paspor Australia merupakan yang ke-7 terkuat di dunia bersama Latvia, Estonia, Polandia, dan Slovakia. Australia memiliki akses ke 110 negara bebas visa, 52 negara akses Visa on Arrival dan 36 negara dengan visa.
Nyatanya, membuat Australia yang tertata rapi dengan kesejahteraan yang tinggi tidak melulu mendidik warganya untuk bersikap baik di luar negeri. Meskipun sebenarnya, perilaku di tanah Australia cenderung baik dan terkendali.
Namun, memang tidak semua kelakuan turis Australia bikin geleng-geleng kepala. Ada juga yang menghormati tujuan wisatanya, mengikuti tradisi lokal hingga melakukan kampanye positif.
Hal ini pun menjadi dilema. Di satu sisi, Australia merupakan salah satu pasar besar dunia pariwisata Indonesia, bahkan sejumlah negara lain. Namun tentunya, hal ini juga harus diiringi dengan perilaku yang baik untuk menciptakan ketrentaman dan kedamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar