Vaksin Sinovac dan AstraZeneca sampai saat ini jadi jenis vaksin COVID-19 yang paling banyak digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia. Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan setidaknya sudah ada lebih dari 11 juta orang yang mendapat dua dosis lengkap vaksin.
Terkait hal tersebut, di tengah maraknya penyebaran berbagai varian COVID-19, timbul pertanyaan apakah vaksin masih efektif.
Juru bicara program vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan data terbaru yang membuktikan vaksin Sinovac mampu melindungi tenaga kesehatan (nakes). Disebutkan vaksin mencegah kematian sampai 98 persen, perawatan di rumah sakit 95 persen, dan timbulnya gejala sampai 93 persen.
"Dari data yang kita miliki, untuk vaksin Sinovac pada tenaga kesehatan, periode Maret-April itu dilakukan evaluasi. Kita lihat perlindungan kematian sampai 98 persen...," kata dr Nadia dalam diskusi yang disiarkan Forum Merdeka Barat 9, Rabu (16/6/2021).
Sementara untuk vaksin AstraZeneca, dr Nadia mengutip data oleh Public Health England (PHE) yang menyebut vaksin memiliki efikasi mencapai 60-66 persen terhadap Corona varian Alfa (B117) dan Delta (B1616).
"Jadi artinya seperti rekomendasi WHO sekarang kita percepat vaksinasi. Justru sebelum virus terus bermutasi yang akhirnya makin menurunkan efikasi vaksin," lanjut dr Nadia.
"Kita percepat vaksinasi. Sebelum efikasi terganggu kita sudah punya pertahanan untuk virus tersebut," pungkasnya.
https://cinemamovie28.com/movies/its-a-mad-mad-mad-world-ii/
Antibiotik Masuk 10 Ancaman Kesehatan Paling Berbahaya Menurut WHO
Bagi yang pernah berobat ke dokter pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya antibiotik. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri.
Namun, banyak orang yang langsung menggunakan antibiotik untuk mengobati berbagai macam penyakit, bahkan tanpa resep dokter. Seolah antibiotik adalah obat untuk segala macam penyakit. Sudah pasti itu merupakan tindakan yang keliru.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat atau tidak sesuai dengan rekomendasi dokter, menurut WHO menjadi salah satu penyebab tingginya angka resistensi antibiotik di dunia kesehatan global.
Data dari WHO mengungkapkan penggunaan antibiotik meningkat 91 persen di seluruh dunia. Sedangkan penggunaan antibiotik di negara-negara berkembang, terutama di kawasan Asia meningkat hingga 165 persen pada periode 2000-2015.
Menurut WHO, tingginya peningkatan penggunaan antibiotik ini menjadikan resistensi antibiotik sebagai salah satu dari 10 besar ancaman kesehatan global paling berbahaya, bahkan disebut sebagai silent pandemic.
Salah satu peneliti mikrobiologi dari Nusalabs.id Nugroho Mulia mengatakan antibiotik memang berguna untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri jahat, namun bakteri baik pun ikut dimatikan. Padahal, di dalam tubuh manusia, selain bakteri jahat juga terdapat bakteri baik yang memiliki peranan yang penting bagi manusia. Tidak semua bakteri menjadi musuh bagi tubuh manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar