Rabu, 16 Juni 2021

Terawan Klaim Vaksin Nusantara Bisa untuk Anak, Bisakah Tanpa Uji Klinis?

 Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kembali bersuara soal vaksin Nusantara. Klaim terbarunya kini menyebut kalau vaksin Corona berbasis dendritik ini bisa digunakan pada usia anak di bawah 18 tahun, meski belum ada uji klinis khusus yang dilakukan pada anak.

"Kalau namanya uji klinis kita harus mengemukakan data dan fakta dari kondisi pasien secara inklusif dan eksklusif, itu aturan dunia yang kita pakai, tetapi di luar itu ada namana rekomendasi dokter," kata Terawan dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (16/6/2021).


"Rekomendasi dokter termasuk yang sudah divaksin dua kali, sudah ada gangguan berat termasuk yang sudah ditransplantasi cthnya pak dahlan iskan, itu menunjukkan bahwa rekomendasi dokter juga ada, tetapi kaidah dunia utk uji klinis itu usianya sudah ditentukan 18 ke atas itu tujuannya supaya dia mengerti secara hukum internasional tidak ada kaitan dengan side effect dengan apapun itu tidak," jelasnya.


Menurutnya, hal ini juga berlaku bagi penerima vaksin COVID-19 di luar Nusantara. Misalnya, penerima vaksin Corona Sinovac sebelumnya bisa-bisa saja melanjutkan vaksinasi COVID-19 dengan vaksin Nusantara berbasis dendritik.


Meski begitu, Terawan tak berbicara lebih lanjut mengenai risiko efek samping vaksin Nusantara di luar uji klinis. Ia kembali menegaskan, rekomendasi dokter bisa memudahkan setiap orang di luar kategori uji klinis menerima vaksin Nusantara.


"Untuk anak-anak tidak ada persoalan ini dari riset kita itu bisa diambil 14 cc tidak 40 cc lagi tapi 14 cc, namun itu perlu rekomendasi dari pediatric, kalau pediatric mengatakan oke, itu oke, tapi bukan masuk ke uji klinis, tapi masuk di ranah rekomendasi dokter," beber Terawan.


"Seperti saya merekomendasikan anak saya dan sebagainya, itu adalah rekomendasi, saya akan minta kalau anak saya umurnya masih di bawah 18 tahun saya akan minta anak saya boleh divaksin atau nggak, misal oh boleh yasudah kami akan lakukan, itu yang harus dibedakan antara uji klinis yang pakemnya strict dan rekomendasi dokter yang pakemnya democration tergantung dokter," sambungnya.


Kriteria eksklusi ini juga terjadi pada uji klinis vaksin Nusantara Fase II, di mana ada sekitar 70 orang yang tetap divaksin meski positif COVID-19 dan memiliki riwayat penyakit penyerta hingga sedang hamil.

https://cinemamovie28.com/movies/that-enchanting-night/


Sejarah Coca-Cola, Ditemukan untuk Obat hingga Pendiri Jatuh Miskin


 - Coca-Cola sedang jadi perbincangan setelah Cristiano Ronaldo menggeser dua botol minuman bersoda itu dan menggantinya dengan botol air mineral. Momen tersebut terjadi dalam konferensi pers perhelatan Euro 2020.

Siapa yang tidak kenal dengan Coca-Cola? Merek minuman itu berasal dari Amerika Serikat (AS) dan telah mendunia. Dikutip dari situs resminya, Rabu (16/6/2021), pertama kali diperkenalkan pada 8 Mei 1886 oleh John Styth Pemberton.


Pemberton merupakan seorang ahli farmasi dari Atlanta, Georgia, Amerika Serikat (AS). Penemuan Coca-Cola terjadi saat dia ingin membuat obat penghilang rasa sakit pengganti morfin yang membuatnya kecanduan.


Suami dari Ann Eliza Clifford itu menderita luka parah akibat perang sipil AS yang membuatnya mengonsumsi morfin hingga kecanduan. Pemberton melakukan banyak uji coba dengan menggunakan kombinasi berbagai bahan, salah satunya mengkombinasikan tanaman coca dengan biji kola.


Pemberton kemudian mengemas sirup hasil uji cobanya itu dan ditawarkan ke sejumlah toko obat sebagai sampel. Orang-orang setuju, bahwa bahan campuran itu memang sangat menarik.


Tak puas dengan hasil kombinasi itu, Pemberton lantas menambahkan campuran dengan air berkarbonasi. Dalam hal ini dia bekerjasama dengan Willis E Venable, seorang pemilik toko obat.


Seiring dengan perkembangannya, seorang pemasar iklan bernama Frank Mason Robinson muncul menawarkan pemasaran produk yang lebih masif. Dari situlah muncul perusahaan bernama Coca-Cola, yang merupakan gabungan nama dua bahan dasarnya.

https://cinemamovie28.com/movies/project-a-part-ii/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar