Varian Corona B1617.2 asal India alias varian Delta mulai merebak di Indonesia. Baru-baru ini, dikabarkan terdapat 28 kasus COVID-19 akibat infeksi varian Delta di kabupaten Kudus, Jawa Tengah, wilayah yang kini tengah menghadapi lonjak besar-besaran COVID-19.
Selain lebih mudah menular, sejumlah ahli khawatir varian ini 'kebal' terhadap proteksi vaksin COVID-19 dengan risiko gejala berat tinggi. Namun seiring hal tersebut, peneliti juga belum ada kepastian soal gejala infeksi varian Delta.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Lies Dwi menegaskan, vaksinasi COVID-19 tetap harus diupayakan. Pasalnya, vaksin menjadi langkah antisipatif utama untuk meminimalkan risiko penyebaran varian baru.
"Para ahli akan meneruskan penelitian untuk melihat sejauh mana tingkat efektivitas atau efikasi masing-masing vaksin, menyikapi perubahan tipe virus. Pasti virusnya sendiri awalnya akan alamiah berusaha survive, semua virus. Jadi mereka juga tidak mau musnah. Mereka berusaha bertahan di alam," terang Lies dalam diskusi daring oleh Lapor COVID-19, Minggu (13/6/2021).
"Kita ikhtiar melalui vaksinasi. Memanfaatkan vaksin yang tersedia saat ini. Vaksin yang digunakan memang sudah sesuai standar dan sudah aman, sudah efektif sejauh ini untuk mengurangi COVID-19 dan risiko (bergejala) berat," lanjutnya.
Lies menambahkan, tingkat kemanjuran vaksin terhadap varian baru seperti varian Delta memang baru bisa lihat jika cakupan vaksinasi sudah lebih luas dibanding kondisi saat ini.
Namun, sudah adanya izin penggunaan darurat bagi vaksin-vaksin Corona yang sudah beredar sekarang adalah bukti vaksin memiliki dampak perlindungan pada tubuh dari risiko COVID-19.
"Nanti seiring peningkatan cakupan vaksinasi, nanti akan melihat (efektivitas vaksin). Harapannya, kita bisa lihat kasus-kasus penularannnya lebih rendah, kasus COVID berat yang meninggal akan lebih rendah," pungkasnya.
https://nonton08.com/movies/just-heroes/
Busui Dilarang Minum Es, Mitos atau Fakta? Begini Penjelasan Dokter
- Minum es di tengah melakukan aktivitas atau saat cuaca sedang panas-panasnya memang terasa sangat menyegarkan. Oleh karenanya, tidak heran apabila banyak yang memilih minum es untuk melepaskan dahaga, termasuk para ibu menyusui.
Akan tetapi, sebenarnya boleh tidak sih ibu menyusui minum es? Seperti diketahui, terdapat banyak hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan, persalinan, hingga menyusui.
Di satu sisi, beberapa di antaranya hanyalah mitos belaka yang tidak didukung oleh bukti ilmiah yang valid. Sedangkan di sisi lain, ada juga yang bersifat faktual dengan penjelasan ilmiah yang memadai.
Salah satu dari sekian banyaknya ketentuan untuk ibu menyusui adalah ibu menyusui disarankan untuk minum minuman hangat dan menghindari minuman dingin atau es. Kendati demikian, sebenarnya tidak banyak penelitian yang mengenai hal ini.
Sehingga, tidak ada bukti substansial yang menyatakan bahwa minuman dingin atau es tidak boleh untuk dikonsumsi oleh wanita saat melahirkan dan menyusui. Tetapi ternyata, alasan mengapa banyak yang percaya bahwa wanita menyusui disarankan untuk minum air hangat atau suhu ruang adalah karena minuman ini dianggap bisa memperlancar pencernaan.
Sementara itu, minuman dingin atau es dikhawatirkan bisa menyebabkan infeksi, seperti pilek dan batuk, khususnya pada ibu menyusui yang memiliki sensitivitas terhadap kondisi dingin.
Menurut dr Disha Patel, seorang Ayurvedic Physician Expert, ibu menyusui sebaiknya memang meminum air dengan suhu ruang dan bukan air dingin.
"Ibu menyusui bisa minum cairan dengan temperatur suhu ruang, bukan air dingin. Dengan memiliki banyak air, termasuk air matang dan bersih sangat membantu kesehatan busui," kata dr Patel, dikutip dari HaiBunda.
Lantas, apakah artinya meminum air dingin atau es berbahaya bagi ibu menyusui dan bayinya? Apa hal yang perlu dikhawatirkan?
KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN SELANJUTNYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar