Minggu, 15 Maret 2020

Mengintip Kehidupan Biksu Wanita di Thailand

Kehidupan biksu perempuan di Thailand penuh tantangan. Mereka ditentang oleh aturan dan harus ke luar negeri untuk ditahbiskan. Seperti ini ceritanya.

Dilansir detikTravel dari Reuters, Kamis (10/1/2018) di Biara Songdhammakalyani di Provinsi Nakhon Pathom, traveler bisa menemukan biarawati yang sedang bersiap untuk berganti pakaian putih dengan jubah kuning kunyit yang identik dengan biksu pria.

Momen ini sangat berharga bagi para biarawati bahkan mereka sampai menangis saat prosesi ini. Pada saat pergantian baju, rambut calon biksu wanita akan dicukur. Mereka pun melalui beberapa prosesi upacara.

Kenapa tidak, beragam rintangan yang harus dilewati oleh para calon biksu perempuan ini sebelum mereka sampai pada titik berganti ke jubah berwarna kunyit. Salah satu tantangannya adalah pandangan masyarakat.

Secara resmi, hanya pria yang bisa menjadi biksu di Thailand atas aturan agama Buddha setempat sejak 1928 dan melarang petahbisan wanita. Tepatnya, Thailand tidak mengenal biksu wanita.

Adapun pilihan bagi wanita Thailand yang saleh adalah menjadi biarawati Budha berpakaian putih, yang mengikuti pengajian agama dan aturannya tidak terlalu ketat. Ini berbanding terbalik dengan biksu pria yang sering mengasingkan diri dan datang bertugas ke rumah-rumah dan kuil.

Dalam waktu beberapa tahun terakhir, banyak biarawan wanita Thailand yang ingin menjadi biksu. Hal ini tentunya menentang aturan Buddha di Thailand, dan pilihan mereka adalah ditahbiskan di luar negeri seperti Sri Lanka atau India.

Adapun wanita pertama yang menjadi biksu di Thailand adalah Dhammananda Bhikkuni, kepala Biara Songdhammakalyani. Dia terbang ke Sri Lanka untuk ditahbiskan apda tahun 2001. Semenjak itulah dia membantu para pendeta wanita di Thailand untuk bergabung di sebagai biksu muda di upacara penahbisan setiap April dan Desember.

Dhammananda juga mengungkapkan bahwa keberadaan biksu wanita masih sulit di terima masyarakat Thailand. Dia juga tidak bisa membantu menahbiskan biksu muda perempuan karena upacaranya tidak hanya membutuhkan 10 biarawan wanita saja, namun juga 10 biarawan pria. Namun, pria telah dilarang menahbiskan perempuan sejak tahun 1928.

Karena kondisi inilah sektiar 270 biksu wanita di Thailand ditahbiskan di luar negeri. Dan tujuh orang ada di Biara Songdhammakalyani. Sedangkan untuk biksu pria di Thailand berjumlah 250 ribu orang.

Permudah Akses Wisata, Sultan Yogya Resmikan Sebagian Jalur Alternatif

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, meresmikan tahap kedua jalur alternatif Gunungkidul-Sleman. Harapannya untuk pariwisata Gunungkidul.

"Jalan ini (Jalur Ngalang-Gading yang diresmikan-red) sampai Prambanan sangat banyak obyek wisatanya, dari Breksi, dari Lava Bantal dan sebagianya lewat sini semuanya nanti, sampai Prambanan," kata Sultan usai meresmikan jalur Ngalang-Gading di Jembatan Nguwot, Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Kamis (10/1/2019).

Dijelaskan Ngarso Dalem, jalur tersebut merupakan tahap kedua dari pembangunan jalur alternatif Gunungkidul-Sleman yang ditargetkan rampung tahun 2021 mendatang. Menurutnya, dengan adanya jalur alternatif itu dapat mengurangi kepadatan di jalur utama Wonosari-Yogya dan mempermudah akses wisatawan mengunjungi Gunungkidul, begitu juga sebaliknya.

"Harapannya dengan akses seperti ini tidak mengurangi perkembangan pariwisata yang tumbuh di sebelah barat (terkait Bandara NYIA-red), dan sebelah timur ini, khususnya di Gunungkidul tidak slow down," ujarnya.

"Targetnya 2021 harus sudah selesai (pembangunan jalur alternatif Gunungkidul-Sleman-red)," imbuh Sultan.

Selain berdampak kepada sektor wisata, Sultan berharap dengan adanya jalur alternatif Gunungkidul-Sleman dapat berdampak pada sektor ekonomi masyarakat. Karena jika jalur tersebut rampung, tentunya banyak wisatawan yang melintas dan terkadang butuh tempat untuk melepas lelah.

"Sangat potensial dan saya yakin bisa memiliki nilai manfaat ekonomi yang baik," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar