- Kehamilan merupakan momen istimewa bagi para wanita sekaligus momen di mana wanita mengalami banyak perubahan fisik.
Tak hanya perut yang membengkak dengan adanya kehadiran bayi dalam tubuh wanita, namun bagian tubuh lainnya, seperti tangan dan kaki, juga turut ikut membengkak.
Namun, para ibu hamil tidak perlu khawatir mengenai hal tersebut. Pasalnya, kondisi tersebut merupakan hal yang umum terjadi selama masa kehamilan.
Seorang health coach bernama Jaime McFaden asal Aaptiv mengatakan bahwa mengalami pembengkakan selama kehamilan sangatlah normal.
"Tubuh Bunda berubah drastis dan hormon pun berubah. Bunda memproduksi lebih banyak cairan dalam tubuh daripada sebelumnya sehingga tubuh dapat melembutkan dan memberi ruang untuk bayi," ujarnya, dikutip dari laman Aaptiv.
McFaden kemudian juga menambahkan bahwa sebanyak 20 persen dari kenaikan berat badan yang sehat selama masa kehamilan disebabkan oleh peningkatan cairan tersebut. Selain itu rahim yang terus bertumbuh juga dapat memberikan tekanan pada pembuluh darah, sehingga aliran darah rusak dan kembali ke jantung.
Umumnya, terdapat sejumlah bagian tubuh yang tampak membengkak, seperti pada tungkai, kaki, serta pergelangan kaki. Hal tersebut biasanya terjadi apabila ibu hamil sering berdiri atau berjalan-jalan dalam waktu lama. Tak hanya kaki, tangan dan wajah pun bisa saja membengkak.
Dahlas Fletcher, seorang spesialis olahraga kehamilan, mengatakan bahwa tidak jarang ibu hamil juga mengalami keram selama masa kehamilan, khususnya pada trimester ketiga.
Banyak pula ibu hamil yang turut mengalami beberapa bentuk kejang otot di kaki dengan keram yang sering terjadi pada saat tidur. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yakni adanya penambahan berat badan alami selama kehamilan, perubahan sirkulasi dengan tekanan bayi yang sedang bertumbuh, gerakan terbatas dan perubahan postur tubuh, serta beberapa alasan lainnya.
KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN SELANJUTNYA
https://indomovie28.net/movies/one-night/
Keterisian RS COVID-19 di Beberapa Wilayah di Atas 60 Persen, Ini Risikonya
Kondisi keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) rawat inap dan Intensive Care Unit (ICU) di sejumlah Rumah Sakit (RS) rujukan pasien COVID-19 di sejumlah Kota/Kabupaten di pulau Jawa masih tinggi.
Disebutkan oleh Sekretaris Jenderal PERSI dr Lia G. Partakusuma, SpPK, MM, MARS, tingkat keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 tidak merata di Indonesia. Sebagian ada yang mengalami penurunan namun masih ada yang lebih tinggi dari ketentuan rasio tempat tidur yang disarankan WHO yakni 60 persen.
"Saat ini angkanya terutama di pulau Jawa masih penuh. Beberapa tempat seperti Bekasi, Jakarta, ini angkanya masih di atas 60 persen untuk ICU nya," katanya dalam konferensi pers di BNPB, Selasa (16/2/2021).
Meski tempat tidur isolasi dan ICU di rumah sejumlah rumah sakit terus ditambah, jika laju penularan dan angka kasus aktif COVID-19 masih tinggi, pelayanan pasien di fasilitas kesehatan dikhawatirkan akan terganggu.
Ada alasan mengapa keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 diharapkan di bawah 60 persen yang berkaitan dengan pelayanan pada pasien. Seperti yang diketahui, gejala COVID-19 pada beberapa orang bisa mengalami perburukan dalam waktu singkat. Penuhnya ICU bisa berdampak pada kondisi pasien itu sendiri.
"Kalau penuh, terutama ruangan untuk yang kritis itu penuh, maka orang pasien mau masuk ke sana tidak bisa. Makanya WHO meminta harus ada spare sehingga pasien yang dipindah dari gejala sedang ke berat atau kritis itu mudah," jelas dr Lia.
Saat ini pemerintah tengah memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro (PPKM). Selama penerapannya, beberapa rumah sakit memang terlihat mengalami penurunan dari segi ruang rawat inap. Namun dirinya belum bisa memastikan apakah hal tersebut berkaitan langsung dengan aturan PPKM.
"Saya rasa ini belum bisa dipastikan, karena biasanya dampak itu (terlihat) satu minggu-dua minggu, baru ada strategi baru," ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar