Sabtu, 27 Februari 2021

Beredar Mitos Vaksin COVID-19 Bikin Mandul, Ini Faktanya

 Program vaksinasi COVID-19 telah dimulai di beberapa negara. Beberapa kelompok rentan sudah mulai disuntik vaksin agar mereka membentuk antibodi untuk melawan virus Corona.

Hanya saja banyak yang merasa takut divaksin terutama dengan beredarnya misinformasi, salah satunya terkait vaksin COVID-19 bisa menyebabkan kemandulan. Adanya kabar ini membuat banyak wanita muda khawatir yang akhirnya membuat mereka melewatkan vaksinasi.


Kabar vaksin COVID-19 menyebabkan kemandulan pertama kali muncul pada Desember tahun lalu. Disebutkan bahwa kandungan yang ada pada vaksin dapat menyerang protein penting yang dibutuhkan dalam perkembangan plasenta.


Direktur program imunisasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dr Kate O'Brien, kembali menegaskan bahwa rumor itu keliru.


"Vaksin yang diberikan ke orang-orang tidak bisa menyebabkan kemandulan. Ini adalah rumor lama yang sering muncul juga pada banyak vaksin lain dan selama ini tidak pernah terbukti kebenarannya," kata Kate seperti dikutip dari halaman resmi Twitter WHO.


Desas-desus ini didasarkan pada messenger RNA dalam vaksin dapat menyebabkan kemandulan dengan secara tidak sengaja menyerang protein di dalam plasenta, karena struktur protein spike-nya mirip. Namun, keduanya dipastikan adalah struktur yang sangat berbeda.


Association of Reproductive and Clinical Scientists dan British Fertility Society juga baru-baru ini menerbitkan jurnal yang menyebut tidak ada kaitan antara vaksin dan infertilitas.


Beragam studi telah menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 yang telah mendapat izin terbukti dapat memberikan efek perlindungan. Orang yang divaksinasi dapat mencegah infeksi yang menimbulkan gejala sedang hingga parah.

https://kamumovie28.com/movies/convergence-3/


Disebut Picu Mutasi Corona Hybrid, Apa Itu Rekombinasi Virus?


 Varian 'hybrid' virus Corona baru saja ditemukan di California. Disebutkan, varian ini adalah gabungan atau rekombinasi 2 jenis virus Corona, yakni B1117 dari Inggris dan B1429 dari California.

Sebenarnya, apa itu rekombinasi virus dan bagaimana bisa terjadi?


Dikutip dari NewScientist, rekombinasi virus ini ditemukan oleh Bette Korber di Los Alamos National Laboratory, New Mexico. Diduga, virus inilah penyebab sejumlah kasus baru positif COVID-19 di Los Angeles baru-baru ini.


Pasalnya pada beberapa kasus baru tersebut, jenis virus yang menginfeksi disebut resistan terhadap antibodi. Walhasil, virus ini dikhawatirkan lebih berbahaya daripada varian yang ada sebelumnya.


Dilansir National Center for Biotechnology Information (NCBI) Amerika Serikat, virus memang bisa berubah terus-menerus karena mutasi genetik. Perubahan tersebut bisa berupa mutasi dan perubahan genetik besar melalui rekombinasi.


Rekombinasi terjadi ketika virus-virus saling bertukar materi genetik dalam koinfeksi sel inang, kemudian menciptakan jenis virus baru.


Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menyebutkan, virus Corona memang bisa mengalami rekombinasi. Mutasi virus baru ini awalnya disebabkan penularan di komunitas, lama kelamaan karena semakin banyak pertemuan, lalu penyebaran virus meluas. Semakin luas virus di banyak orang, semakin besar potensinya bermutasi.


"Adanya rekombinasi bisa saja terjadi ketika ada individu yang mengalami infeksi dengan dua varian berbeda sekaligus," ujarnya pada detikcom, Kamis (25/2/2021).


Selain itu, mutasi virus ini juga bisa terjadi jika infeksi virus terjadi pada orang dengan sistem imun yang lemah. Semakin lemah imun, semakin mudah virus bermutasi. Misalnya, pada pengidap kanker dan AIDS (Acquired Immono Deficiency Syndrome).


"Nah ketika masuk ke inang yang sistem imunnya lemah, virus leluasa bereplikasi cepat karena tidak ada perlawanan dan variasi virus baru juga bisa muncul," imbuhnya.

https://kamumovie28.com/movies/convergence-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar