Senin, 07 Juni 2021

Malaysia Sudah Lockdown Total, Pasien Corona di ICU Masih Cetak Rekor

 Malaysia sudah menerapkan lockdown nasional untuk menekan kasus penularan COVID-19 per 1 Juni lalu. Meski demikian angka kasus Corona di Malaysia masih terus mengkhawatirkan.

Jumlah pasien Corona yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) mengalami rekor untuk hari ke-13 berturut-turut.


Dikutip dari laman Channel News Asia, kenaikan tertinggi masih dilaporkan oleh negara bagian Selangor dengan 2.178 kasus. Diikuti Sarawak 600 kasus, Johor 565 kasus, dan Kuala Lumpur sebanyak 415 kasus.


Saat ini ada rekor 890 pasien di unit perawatan intensif, dengan 444 membutuhkan bantuan pernapasan.


Otoritas kesehatan telah berulang kali memperingatkan bahwa rumah sakit dan unit perawatan intensif di seluruh negeri sedang berjuang untuk mengatasi masuknya pasien.


Kementerian kesehatan juga mengumumkan 87 kematian COVID-19 lagi, terdiri dari 84 warga negara dan tiga orang asing. Para korban berusia antara 33 dan 89 tahun.

Enam dari mereka diklasifikasikan sebagai pasien yang dibawa dalam keadaan meninggal, karena mereka tidak meninggal di rumah sakit. Salah satunya adalah pria berusia 35 tahun di Penang.


Tiga puluh cluster baru juga diidentifikasi, rekor baru lainnya, menjadikan jumlah total cluster aktif di negara ini menjadi 713.


Sebanyak 18 klaster baru terkait dengan tempat kerja, tujuh di masyarakat, dan dua berasal dari lembaga pendidikan. Tiga kelompok yang tersisa telah dilacak ke "kelompok berisiko tinggi", pertemuan keagamaan dan pusat penahanan.


Direktur Jenderal Kesehatan Noor Hisham Abdullah pada hari Sabtu menegaskan kembali bahwa Malaysia dapat melihat hingga 13.000 kasus COVID-19 baru sehari pada pertengahan Juni jika langkah-langkah keamanan tidak diikuti.

https://maymovie98.com/movies/the-grey/


Ternyata Ini Alasan Warga +62 Masih Banyak yang Ogah Divaksin COVID-19


Program vaksinasi Corona di Indonesia sudah berjalan sekitar 5 bulan. Namun dalam berjalannya waktu masih banyak masyarakat yang ragu mendapatkan vaksin.

Pemerhati imunisasi Dr Julitasari Sundoro, mengatakan penyebaran hoaks terkait vaksin COVID-19 sangat merugikan program vaksinasi yang tengah dijalankan pemerintah sehingga berimbas pada rendahnya imunisasi.


"Hal ini merugikan program vaksinasi, sehingga berimbas pada rendahnya cakupan vaksinasi, tidak hanya vaksinasi Covid-19," kata Julitasari dalam keterangan resmi KPCPEN dan ditulis Senin (7/6/2021).


Beredarnya hoaks seputar vaksin membuat banyak warga yang akhirnya ogah mendapat suntikan. Julitasari meminta masyarakat untuk mendapatkan penjelasan dari institusi yang kredibel dan terpercaya dalam kaitannya dengan informasi vaksin COVID-19, seperti Kementerian Kesehatan dan Kominfo.


"Masyarakat jangan menelan mentah-mentah suatu berita dan informasi. Kita harus cek kembali kalau ragu dan tidak langsung menyebarkannya," ujarnya.


Keraguan masyarakat juga muncul akibat banyaknya yang bertanya-tanya terkait kandungan vaksin Corona. Julitasari menerangkan sebenarnya kandungan vaksin COVID-19 ini adalah antigen dari virus SARS-CoV-2, yang diperlukan untuk membentuk antibodi.


"Apabila mendengar ada demam atau bengkak di tempat penyuntikan, itu adalah hal yang biasa saja dalam proses pembentukan antibodi dalam tubuh manusia," jelasnya.


"Reaksi-reaksi ringan akibat divaksinasi itu bisa hilang dalam satu dua hari. Dalam kartu vaksinasi pun sudah diberikan nomor kontak untuk menghubungi apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)," lanjutnya.

https://maymovie98.com/movies/the-paradise-suite-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar