Seorang pria asal Missouri, Amerika Serikat, meninggal di tempat parkir sebuah rumah sakit setelah dokter menolak untuk merawatnya. David Alexander Bell (39) mengalami nyeri dada yang parah dan dibawa dua kali ke Rumah Sakit Barnes-Jewish di St. Peters pada Minggu (8/1/2021). Hal ini diungkapkan oleh Sadie Bell, istrinya, kepada KMOV.
Sadie Bell mengatakan bahwa staf rumah sakit hanya memberikan resep ibuprofen kepada suaminya dan menyuruhnya untuk pulang. David bekerja sebagai direktur Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Wilayah Tengah, tetapi dilarikan kembali ke rumah sakit yang sama untuk ketiga kalinya oleh rekan-rekannya setelah dia mengalami sesak napas.
Dikutip dari New York Post, Sadie menelepon petugas pemadam kebakaran untuk mengetahui ke mana suaminya dibawa. Ia menanyakan rumah sakit mana yang dituju oleh rekan-rekan suaminya tersebut.
"Saya menelepon petugas pemadam kebakaran karena salah satu dari mereka membawa suami saya. Saya bertanya, 'Ke rumah sakit mana Anda membawanya?' kemudian dia berkata, 'Saya membawanya ke Rumah Sakit Barnes-Jewish di St. Peters karena saya tahu kalian pernah kesana," ungkap Sadie.
Sadie panik dan langsung pergi ke rumah sakit tersebut. Ia menemukan suaminya di tempat parkir rumah sakit sedang duduk di kursi roda.
Sadie memohon kepada dokter untuk menerima suaminya. Namun, mereka tetap menolak sambil berkata, "Dia sudah berada di sini dua kali untuk hal yang sama dan kami sudah mendiagnosisnya."
Pasrah dan tidak tahu harus berbuat apa lagi, Sadie Bell menyaksikan suaminya menghembuskan napas yang terakhir.
"Saya tidak tahu apa yang mereka pikirkan dan saya tidak mengerti mengapa mereka tidak membantunya. Saya tidak ingin ada keluarga yang merasakan apa yang kami rasakan saat ini," katanya.
Lewat wawancara di stasiun TV, pihak Rumah Sakit Barnes-Jewish tidak memberikan komentar apapun perihal tragedi yang menimpa David Bell.
"Kami turut berduka cita. Doa kami bersama keluarga serta seluruh tim Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Wilayah Tengah," ungkap pihak rumah sakit.
https://kamumovie28.com/movies/the-book-thief/
WHO Wajibkan Pasien Corona Isolasi Mandiri Punya Oximeter, Ini Kegunaannya
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mewajibkan pasien COVID-19 untuk mempunyai oximeter saat isolasi mandiri di rumah. Oximeter adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur kadar oksigen di dalam darah.
Alat ini untuk memastikan kondisi pasien tetap aman karena COVID-19 dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang tak terduga.
"Hal lain dalam pedoman yang baru adalah bahwa pasien COVID-19 di rumah harus menggunakan oksimetri nadi, yang mengukur kadar oksigen, sehingga Anda dapat mengidentifikasi apakah di rumah kondisinya memburuk, atau akan lebih baik dirawat di rumah sakit," kata Juru bicara WHO Margaret Harris di Jenewa, dikutip dari Reuters.
Berikut sederet fakta tentang oximeter:
1. Bagaimana cara kerjanya?
Dikutip dari Mayo Clinic, tingkat saturasi oksigen atau SpO2 normal berada pada angka 95 hingga 100 persen. Tetapi, jika saturasi oksigen atau SpO2 berada di bawah 95, seperti 92 dan seterusnya bisa menunjukkan adanya potensi hipoksemia atau kekurangan oksigen.
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, dr Adria Rusli, SpP(K), menyebut cara menggunakan pulse oximeter atau oksimeter cukup sederhana.
"Itu ya bisa mengukur kadar oksigen di jaringan, dia sangat sederhana, kita taruh di ujung telunjuk jari kita. Dia mensensor kadar oksigen di dalam jaringan kita, di jari itu, nah itu memang bisa sebagai alat pendeteksi dini lah (happy hypoxia)," kata dr Adria Rusli saat dihubungi detikcom.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar