Rabu, 24 Maret 2021

Jenggot Disebut Ganggu Fungsi Masker Cegah Corona, Haruskah Dicukur?

 - Jenggot disebut ahli bisa mengganggu efektivitas masker dalam melindungi dari risiko infeksi COVID-19. Terlebih pada jenggot yang tebal, celah antara masker dengan wajah dapat mempermudah masuknya virus Corona ke area wajah.

Profesor klinis asosiasi dermatologi di Yale School of Medicine, dr Mona Gohara, menjelaskan masker yang tidak menempel rapat dengan permukaan wajah bisa membuat jalur keluar-masuk virus. Maka itu, penting untuk menggunakan masker secara benar untuk menekan risiko penularan penyakit.


Para peneliti memahami mencukur jenggot hingga habis bukanlah perkara mudah bagi banyak orang. Sebab, jenggot berfungsi mengekspresikan diri dan menambah kepercayaan diri. Bahkan dalam beberapa ajaran kepercayaan, jenggot memang dianjurkan dipelihara.


Namun para peneliti percaya, menggunakan masker menjadi cara yang paling bisa diupayakan untuk meminimalkan risiko penyebaran virus.


"Celah kecil akan membuat kebocoran udara masuk ke hidung saat menghirup, atau menyebarkan virus saat menghembuskan nafas," ujar Prof Qingyan Chen dari Purdue University, Indiana, dikutip dari CNN, Kamis (24/3/2021).


Mencukur jenggot tak menjadi satu-satunya solusi. Yang terpenting untuk memaksimalkan fungsi perlindungan masker, upayakan masker serapat mungkin dengan permukaan wajah.


Misalnya, dengan menggunakan masker 2 lapis alias dirangkap atau double-masking. Selain itu, gunakan masker dengan model strap senyaman mungkin agar masker tidak longgar di wajah dan kain masker bisa menutupi area mulut, hidung, serta dagu dengan benar.


"Jika masker bisa dapat menutupi jenggot sepenuhnya, (seharusnya) tidak ada masalah. Jika tidak, jenggot kemungkinan besar membuat celah antara permukaan wajah dengan masker. Kecuali, jika masker dikencangkan dengan erat," imbuh Prof Chen.

https://nonton08.com/movies/italian-race/


Studi: 1 dari 3 Mantan Pasien Corona Mengalami Efek Jangka Panjang


 Gejala jangka panjang COVID-19 bisa menyerang pasien yang sudah sembuh. Sebuah penelitian baru menunjukkan setidaknya 1 dari 3 mantan pasien COVID-19 bisa mengalami kondisi tersebut.

Dikutip dari laman Helthshots, penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine pada hari Senin (22/3/2021).


Beberapa gejala jangka panjang yang sering dirasakan adalah kelelahan, kecemasan, sesak napas, depresi, dan Gangguan Stres Pasca-Trauma (PTSD).


"Mengingat ada jutaan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 secara global, efek jangka panjang pada aspek kesehatan fisik, kognitif, dan mental masih perlu diperhatikan," jelas penulis utama Kartik Sehgal, seorang ahli onkologi medis di Boston's Dana-Farber Cancer Institute.


Sementara pada kasus COVID-19 yang parah menginfeksi paru-paru pasien, penelitian telah menunjukkan bahwa virus juga menyerang organ lain yang menyebabkan berbagai komplikasi termasuk penyakit kardiovaskular dan peradangan kronis.


Peneliti telah meninjau sembilan studi jangka panjang dari Eropa, Amerika Serikat, dan China yang menemukan bahwa beberapa pasien melaporkan adanya berbagai masalah organ berbulan-bulan setelah mereka keluar dari rumah sakit.

https://nonton08.com/movies/lego-scooby-doo-haunted-hollywood/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar