Gejala jangka panjang COVID-19 bisa menyerang pasien yang sudah sembuh. Sebuah penelitian baru menunjukkan setidaknya 1 dari 3 mantan pasien COVID-19 bisa mengalami kondisi tersebut.
Dikutip dari laman Helthshots, penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine pada hari Senin (22/3/2021).
Beberapa gejala jangka panjang yang sering dirasakan adalah kelelahan, kecemasan, sesak napas, depresi, dan Gangguan Stres Pasca-Trauma (PTSD).
"Mengingat ada jutaan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 secara global, efek jangka panjang pada aspek kesehatan fisik, kognitif, dan mental masih perlu diperhatikan," jelas penulis utama Kartik Sehgal, seorang ahli onkologi medis di Boston's Dana-Farber Cancer Institute.
Sementara pada kasus COVID-19 yang parah menginfeksi paru-paru pasien, penelitian telah menunjukkan bahwa virus juga menyerang organ lain yang menyebabkan berbagai komplikasi termasuk penyakit kardiovaskular dan peradangan kronis.
Peneliti telah meninjau sembilan studi jangka panjang dari Eropa, Amerika Serikat, dan China yang menemukan bahwa beberapa pasien melaporkan adanya berbagai masalah organ berbulan-bulan setelah mereka keluar dari rumah sakit.
Secara keseluruhan, mereka menemukan bahwa 30 persen pasien yang diteliti melaporkan setidaknya satu gejala, seperti kelelahan, sesak napas, dan kondisi kejiwaan.
Selain itu, satu studi di Italia terhadap 143 pasien menemukan bahwa hampir 90 persen melaporkan gejala yang menetap hingga 60 hari setelah mereka pulih dari infeksi COVID-19.
Gejala yang paling umum adalah kelelahan yang mencapai 53,1 persen, sesak napas 43,4 persen, nyeri sendi 27,3 persen, dan nyeri dada 21,7 persen. Secara total, lebih dari separuh pasien mengalami beberapa gejala dua bulan setelah meninggalkan rumah sakit.
"Penting untuk tidak melupakan efek kesehatan mental dari COVID-19 sembari menjaga gejala fisik," tambah Sehgal, yang juga instruktur di Harvard Medical School.
Para peneliti menyerukan penyelidikan lebih lanjut terhadap COVID-19 dan pendirian klinik yang lebih luas untuk merawat orang-orang dengan gejala yang menetap.
"Meskipun mencegah kematian tetap menjadi tujuan terpenting, penting juga untuk mengenali morbiditas multi-organ COVID-19," ujar Sehgal.
"Kebutuhan medis pasien dengan COVID-19 tidak berhenti pada saat keluar dari rumah sakit dan mereka juga tidak berhenti setelah tiga hingga empat minggu," pungkasnya.
https://nonton08.com/movies/clockstoppers/
Pandemi COVID-19 Sebetulnya Hampir Tak Terjadi, Ini Penjelasan Studi
Sebuah studi baru menyimpulkan COVID-19 bisa saja tidak menjadi pandemi. Perkiraan ini berasal dari model studi peneliti yang mempelajari awal kemunculan COVID-19 di Wuhan, Oktober 2019.
"Studi kami dirancang untuk menjawab pertanyaan tentang berapa lama SARS-CoV-2 dapat beredar di China sebelum ditemukan," kata Joel Wertheim, profesor di Divisi Penyakit Menular dan Kesehatan Masyarakat Global, University of California, San Diego School of Medicine.
Dalam penelitiannya, peneliti menggabungkan tiga informasi yang dinilai penting. Mulai dari bagaimana COVID-19 menyebar di Wuhan sebelum lockdown, keragaman genetik virus di China, dan laporan kasus COVID-19 di awal wabah merebak.
"Dengan menggabungkan dan mempelajari ketiganya, kami dapat menetapkan Oktober, SARS-CoV-2 mulai beredar di provinsi Hubei."
Disebutkan COVID-19 mulanya tak memiliki kemampuan menjadi pandemi. Dalam model tim penelitian, virus disebut 'hanya' mematikan sekitar 30 persen dan diprediksi punah dengan sendirinya jika tak terjadi penularan dalam jumlah besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar