Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra menjelaskan vaksinasi Nusantara tampaknya sulit mencapai herd immunity. Pasalnya, pengembangan vaksin berbasis sel dendritik ini disebut Hermawan fokus pada individu atau masing-masing orang yang akan divaksinasi.
"Pertama vaksin ini sangat personalized, artinya intervensi personal akan berbeda nanti dengan makna vaksin yang kita gunakan saat ini yang memang akan bisa digeneralisir," kata Hermawan dalam webinar 'Siapa Suka Vaksin Nusantara?' Minggu (18/4/2021).
Hal ini menurutnya bertolak belakang dengan tujuan vaksinasi COVID-19 selama ini. Kata dia, mekanisme vaksin Nusantara seperti mustahil memicu herd immunity lantaran sel dendritik didapatkan pada perorangan.
Ia juga menyoal perihal pengembangan vaksin dendritik yang kemungkinan harus memakan biaya besar karena terdapat semacam uji kultur. Padahal, Hermawan menilai vaksin harus 'affordable' dan mampu dijangkau semua pihak.
"Kalau kita bayangkan kita ambil contoh program vaksinasi untuk menyasar 181,5 juta orang, anggaplah. Kan goal daripada vaksinasi ini kan untuk menimbulkan herd immunity, jadi bayangkan secara paradigma herd immunity ini kalau intervensinya hanya intervensi per orang," jelasnya.
"Kemudian nanti vaksin untuk orang tertentu, tidak bisa digeneralisir berbagai kalangan, maka sulit kita mewujudkan herd immunity yang memang misi daripada vaksinasi itu adalah imunitas kelompok, yang pada akhirnya ini adalah pendekatan nasional," lanjut Hermawan.
Persoalan herd immunity sebelumnya sempat dipertanyakan Guru Besar Unair Prof Chairul A Nidom. Ia meragukan karakter virus Corona COVID-19 akan cocok dilawan oleh strategi herd immunity, berdasarkan contoh kasus lonjakan Corona di sejumlah negara meski sudah vaksinasi.
Ia mengklaim, ada beberapa orang yang sudah divaksinasi sama sekali tak memicu antibodi. Hal ini yang kemudian dikhawatirkan 'menggagalkan' strategi herd immunity.
"Herd immunity belum tentu cocok diterapkan untuk covid, lebih baik menggunakan mask immunity, bahwa imunitas yang ditimbulkan karena menggunakan masker, prokes, istilah kasarnya penduduk Indonesia itu harus dipukuli dulu supaya disiplin memakai masker," tuturnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.
"Kalau seluruh indonesia sudah memakai masker, maka itu virus mati di luar tubuh, tapi kalau vaksin itu dibiarkan masuk kemudian digempur di dalam tubuh, akhirnya apa jadinya? Iya virus Eek, B117, nah macam-macam karena dia harus melakukan perlawanan di dalam tubuh, jadi coba kalau saya tinjau dulu teori herd immunity," lanjutnya.
https://nonton08.com/movies/grit-polish-heroines-from-hong-kong/
Tak Ingin COVID-19 'Ngegas' Seperti di India? Ini Saran Menkes RI
- India menghadapi ledakan COVID-19 yang gila-gilaan belakangan ini, justru ketika sejumlah ahli memperkirakan negara ini hampir mendekati herd immunity. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan, Indonesia harus bersiap agar terhindar dari kondisi serupa.
Menurut Menkes Budi, ada beberapa faktor yang berkontribusi pada lonjakan kasus di India. Salah satunya cakupan vaksinasi yang belum cukup tinggi, mengingat populasi penduduk di negara ini yang juga tidak kecil.
Terkait hal ini, Menkes Budi mengingatkan untuk segera memprioritaskan vaksinasi COVID-19 terutama bagi lansia. Meski lansia 60 tahun ke atas hanya menyumbang 12 persen kasus COVID-19, kelompok ini berkontribusi pada 50 persen kematian yang diakibatkannya.
"Ini yang high risk, orang-orang tua, 4 kali lebih besar chance-nya untuk wafat dibandingkan yang lain," kata Menkes Budi dalam diskusi daring, Minggu (18/4/2021).
Faktor lain yang juga besar pengaruhnya adalah keberadaan varian B117, variant of concern (VoC) yang pertama kali merebak di Inggris dan diyakini lebih cepat menular. Indonesia mencatat sudah ada 10 kasus, sebagian di antaranya adalah transmisi lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar