Kasus infeksi jamur hitam atau mucormycosis meningkat di antara pasien COVID-19 di India. Penyakit ini sebetulnya langka, namun kondisi pandemi yang unik membuat jamur jadi bisa lebih mudah menyerang para pasien menimbulkan kebutaan bahkan kematian.
Terkait hal tersebut, India kini dilaporkan mulai kehabisan obat mucormycosis. Salah satu perusahaan farmasi besar di India mengaku pada BBC sulit mendapatkan obat amphotericin-B karena permintaan yang meroket sejak tiga minggu lalu.
Di media sosial tampak sebagian netizen di India mencari informasi ketersediaan obat amphotericin-B untuk mengatasi mucormycosis. Sebagian lagi bergantung pada pasar gelap untuk mendapatkan obat.
"Sangat dibutuhkan segera. Tolong teman saya yang sedang dirawat di RS Max Super Speciality di Delhi. Butuh suntikan amphotericin-B," tulis salah satu pengguna Twitter.
Mucormycosis sendiri disebabkan oleh jamur mucor yang umum ditemukan di tanah, tanaman, atau buah-buahan yang sudah membusuk. Pada orang sehat jamur mucor jarang menimbulkan komplikasi, namun bagi mereka dengan imun lemah dapat menyebabkan infeksi yang menyerang sinus, otak, dan paru-paru.
Sebagian ahli meyakini kasus mucormycosis kini banyak bermunculan karena imunitas pasien COVID-19 yang lemah. Terlebih obat steroid yang umum digunakan untuk meringankan gejala COVID-19 juga bekerja dengan menekan sistem imun.
Dokter mengaku terpaksa harus mengangkat mata pasien untuk mencegah infeksi merambat sampai ke otak.
https://trimay98.com/movies/beyond-reasonable-doubt/
Cerita Konjen RI di India Soal Fenomena Buang Jenazah di Sungai Gangga
Pemerintah India melaporkan temuan jenazah pasien COVID-19 di beberapa sungai, di antaranya adalah sungai Gangga. Pemerintah negara bagian menduga, fenomena ini terkait masalah kemiskinan dan ketakutan di desa.
"Pemerintah memiliki informasi bahwa jenazah mereka yang meninggal karena COVID-19 atau penyakit lainnya dibuang ke sungai alih-alih dibuang sesuai ritual yang tepat," ujar seorang pejabat senior India, Manoj Kumar Singh, dalam surat bertanggal 14 Mei, dikutip dari Reuters.
Konsul Jenderal RI di India, Agus Prihatin Saptono, membenarkan adanya fenomena tersebut. Menurutnya, kejadian tersebut dilatarbelakangi masalah ekonomi sehingga keluarga jenazah tak bisa mendapatkan fasilitas kremasi untuk orang yang meninggal.
"Memang terdapat kasus tersebut walaupun jumlahnya sedikit, tidak terlalu banyak. Kejadian temuan tersebut karena faktor ekonomi sehingga tidak dapat dikremasi," terangnya dalam diskusi daring oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (19/5/2021).
"Sepanjang pengetahuan yang kami ketahui karena itu berada di wilayah utara, di daerah sungai Gangga, Uttar Pradesh," imbuhnya.
Sebelumnya Singh menyebut, pihaknya belum bisa memastikan bahwa jenazah yang ditemukan merupakan pasien COVID-19. Pasalnya, mayat yang ditemukan sudah membusuk sehingga tidak dipastikan positif COVID-19.
Dalam suratnya, Singh menyebut fenomena tersebut dilatarbelakangi kurangnya dana untuk keperluan kremasi seperti kayu bakar. Selain itu, ketakutan masyarakat akan penyakit COVID-19 pula menjadi kemungkinan penyebab pembuangan mayat di sungai.
Ia meminta pejabat tingkat desa untuk memastikan tak ada lagi mayat dibuang ke air. Ia mengatakan, pemerintah negara akan membayar keluarga miskin sebesar 5.000 rupee (Rp 972 ribu) untuk mengkremasi atau menguburkan jenazah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar