Senin, 23 Desember 2019

Benar Nggak Sih, Bulan yang 'Ber-ber' Itu Musim Hujan?

Pasti kamu ingat pelajaran sekolah ini, nama bulan yang ada 'ber-ber' itu adalah musim hujan. Benarkah faktanya seperti itu?

"Mungkin waktu sekolah ada pelajaran bahwa bulan yang namanya ada 'ber-ber' seperti Oktober, November, dan Desember itu artinya musim hujan di Indonesia," kata Fachri, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) kepada detikcom, Jumat (20/9/2019).

"Ternyata tidak. Bukan berarti bulan yang namanya ada 'ber-ber', seluruh wilayah Indonesia itu hujan. Tidak," sambung Fachri.

Fachri menjelaskan, tiap wilayah di Indonesia punya musim kemarau dan musim hujan yang berbeda-beda. Asal tahu saja, BMKG sendiri punya catatan 342 zona musim di Indonesia!

"Oleh sebab itu, bahkan satu wilayah saja bisa beda musim hujannya. Contoh Jawa Timur. Jawa Timur itu masuk musim hujan antara awal hingga pertengahan November. 10 Hari pertama di bulan November di wilayah Jawa Timur bagian selatan, sedangkan wilayah Jawa Timur bagian utara pada sekitar pertengahan November," papar Fachri.

"Kalau di Maluku, justru musim hujan itu malah pada bulan Juni-Agustus," sambungnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi musim hujan di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti masa udara, angin, dan lain sebagainya.

"Seperti di musim kemarau ini, udara basah datang dari Samudera Hindia yang menyebabkan hujan itu bergerak ke timur. Jadi yang kena bagian barat Indonesia dulu, makanya Aceh dan Sumatera Utara kini sudah mulai hujan tapi di Pulau Jawa belum," papar Fachri.

Kembali ke soal 342 zona musim di Indonesia, sekali lagi belum tentu bulan yang 'ber-ber' artinya musim hujan. Fachri pun mengimbau kepada masyarakat yang mau beraktivitas outdoor atau traveling, sebaiknya mengecek website BMKG terlebih dulu agar bisa menyiapkan segala sesuatu.

"Yang dimaksud musim hujan itu, ketika ada hujan lebih dari 50 milimeter dalam 3 kali di 10 hari berturut-turut. Bisa saja terjadi sebelum musim hujan, sudah hujan tapi belum sebanyak itu," tutup Fachri.

Suka Duka Putra Daerah Populerkan Surfing di Sinabang

 Jauh sebelum olahraga surfing berkembang di Simeulue, ada usaha dari putra daerah bernama Ranu Amilus yang mengenalkannya. Inilah kisah suka dukanya.

Adalah Ranu Amilus atau yang akrab disapa Ranu. Pria Aceh kelahiran Simeulue ini mengisahkan perjuangannya mempopulerkan olahraga surfing di daerahnya. Tim detikcom dan Bank BRI pun sempat bertemu dengannya saat ekspedisi Pulau Sinabang pada 28 Agustus-5 September 2019 lalu.

Kepada detikcom, Ranu bercerita akan perjalanan hidupnya di kancah surfing Simeulue. Sebelum jadi seperti sekarang, Ranu memulai usahanya dari bisnis restoran keluarga yang menjadi cikal bakalnya.

Ingin berkembang, Ranu memberanikan diri untuk pergi ke luar Simeulue dan melihat langsung panggung surfing internasional di Bali, Lombok hingga Sumbawa. Singkat cerita, Ranu melihat peluang itu dan membuatnya mendirikan Ranu Surf Camp di kampung halamannya.

"November 2013, kurang lebih enam tahun," ujar Ranu.

Dijelaskan olehnya, popularitas Simeulue sebagai destinasi surfing pertama kali mencuat pasca tragedi Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Saat itu mata dunia tertuju pada Aceh termasuk Simeulue yang ikut terdampak.

"Setelah 2005 masa pemulihan, 2006-2007 awal kebangkitan pariwisata Simeulue. Tiap hari ada pesawat besar masuk. Bayangkan Susi Air yang dulu harga Rp 700 ribu sampai Rp 1,1 juta masih banyak orang yang datang ke Simeulue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar