- Gejala virus CoronaCOVID-19 biasanya berbeda pada setiap orang. Beberapa orang menjadi terinfeksi tetapi hanya memiliki gejala ringan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gejala COVID-19 yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap. Pada umumnya, gejala COVID-19 mulai muncul sekitar lima hingga enam hari setelah terjadi pajanan.
"Tetapi, waktu kemunculan gejala ini dapat berkisar 1 hingga 14 hari," ungkap WHO.
Menurut WHO, sekitar 80 persen, orang yang terinfeksi Corona berhasil pulih tanpa perlu perawatan yang khusus. Sekitar 1 dari 5 orang yang terinfeksi menderita sakit parah dan kesulitan bernapas.
Orang-orang yang berusia di atas 60 tahun dan memiliki penyakit bawaan seperti diabetes, penyakit pernapasan, penyakit jantung, atau hipertensi kemungkinan lebih besar mengalami sakit lebih serius.
"Berisiko lebih besar terkena penyakit parah atau kritis jika terinfeksi virus," kata WHO.
Dikutip dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berikut gejala Corona menurut WHO. Apa saja?
Gejala COVID-19 paling umum
Demam
Batuk kering
Kelelahan
Gejala COVID-19 yang jarang dialami pasien lain
Rasa sakit dan nyeri
Hidung tersumbat
Sakit kepala
Konjunktivitis
Sakit tenggorokan
Diare
Kehilangan indera rasa dan penciuman
Muncul ruam pada kulit
Perubahan warna jari tangan atau kaki
Gejala berat COVID-19
Kesulitan bernapas dan sesak napas
Nyeri dan tekanan dada
Kehilangan kemampuan bergerak dan berbicara
https://cinemamovie28.com/conan-the-barbarian/
Rencanakan Suntik Vaksin COVID-19 Desember, RI Dinilai Terburu-buru
Vaksin COVID-19 disebut-sebut akan tiba di Indonesia November 2020 dan siap disuntikkan Desember 2020. Sejumlah ahli menilai penyuntikkan vaksin terkesan terburu-buru saat hasil uji klinis di dunia belum selesai.
Dr Masdalina Pane dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menyoroti belum adanya hasil uji klinis vaksin COVID-19 di seluruh dunia. Hal ini menjadi salah satu alasan untuk tidak terburu-buru menyuntikkan vaksin COVID-19.
"Menurut saya pemerintah sebaiknya tidak usah terburu-buru, jangan terburu-buru memberitakan atau meng-expose sesuatu yang belum jelas," jelas Dr Pane saat dihubungi detikcom Rabu (14/10/2020).
"Jadi sebagian besar negara saat ini melakukan uji coba vaksin fase tiga, hasilnya itu kan belum ada sampai sekarang, kalau menyiapkan sistem atau existing system untuk melakukan vaksinasi jika nanti vaksinnya sudah ada dan diketahui efektivitasnya itu boleh saja," lanjut Dr Pane.
Dr Pane kembali menegaskan, ketersediaan vaksin COVID-19 bukan jalan mengakhiri pandemi. Cara pengendalian laju transmisi tidak dengan pemberian vaksin COVID-19.
"(Anggapan) Vaksinasi itu dapat membuat pandemi ini berakhir, itu nggak ada hubungannya sama sekali. Vaksinasi itu terkait dengan perlindungan kepada warga negara, tetapi yang namanya laju transmisi itu cara pengendaliannya bukan dengan cara vaksinasi," bebernya.
Diwawancara terpisah, pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD menjelaskan bahwa fase ketiga yang sedang berjalan di dunia belum ada satu pun yang selesai.
"Kalau kita lihat perjalanan fase tiga belum ada yang selesai, semua masih berlangsung, bahkan Bio Farma dan Unpad itu menargetkan hasil final baru diketahui nanti bulan September tahun depan, tapi memang mereka bisa melihat 'kebocoran' trennya itu seperti apa Januari tahun depan," jelas Ahmad.
Uji klinis vaksin COVID-19 menurutnya sangat perlu diperpanjang. Sebab, ada kemungkinan hasil uji klinis vaksin COVID-19 non-konklusif. Mengapa?
"Relawan vaksin yang dapat plasebo itu mereka kan nggak akan membuka diri mereka masker dibuka, berkerumun, mereka tetap melakukan protokol," sebut Ahmad.
"Artinya dari situ saja kemungkinan merekaa ada yang terpapar dan menjadi COVID-19 menjadi kecil, jadi memang ada kemungkinan hasil uji klinisnya menjadi non konklusif, maka ini penting waktunya itu diperpanjang, makanya sampai September tadi kan dari perhitungan tim Bio Farma,"pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar