- Seorang pasien COVID-19 bernama Melanie James merasa jauh lebih baik setelah menerima perawatan antibodi eksperimental. Perawatan ini sebelumnya diberikan pada Presiden Amerika Serikat Donald Trump, saat terinfeksi COVID-19.
Wanita yang tinggal di Cardiff, menerima transfusi antibodi monoklonal di Llandough University Hospital dan termasuk bagian dari uji klinis. Meski masih merasa sesak dan membutuhkan bantuan oksigen, ia merasa jauh lebih baik setelah menerima perawatan yang ditambahkan ke dalam uji klinis Randomized Evaluation of COVID-19 Therapy atau Recovery.
Dalam uji coba tersebut, para peneliti berusaha untuk menentukan keefektifan antibodi monoklonal dalam mencegah virus masuk ke sel tubuh dan mencegah mereka menjadi sakit yang lebih parah.
Saat virus masuk ke dalam tubuh, antibodi itu akan mencegah virus menempel pada sel tubuh. Tetapi, setiap orang menghasilkan jenis antibodi yang berbeda, salah satunya antibodi penetral.
Untuk mengetahuinya, para ilmuwan 'menyaring' antibodi untuk menemukan yang terbaik dan bisa menempel pada sel. Selanjutnya, antibodi itu akan digandakan di laboratorium, diproduksi dalam jumlah besar, dan diberikan pada pasien COVID-19 untuk meningkatkan respons kekebalan mereka.
"Saya mulai merasa lebih baik setelah melakukan transfusi, dan jumlah bantuan oksigen yang saya dapatkan malam itu lebih sedikit dari biasanya," kata Melanie yang dikutip dari New York Post, Rabu (28/10/2020).
"Meskipun saya masih dalam pemulihan, saya sudah merasa jauh lebih baik daripada minggu lalu," lanjutnya.
Pemimpin tim peneliti dewan kesehatan, Zoe Hilton, merasa senang karena Melanie bisa merasa lebih baik setelah menerima perawatan tersebut. Tetapi, ia menegaskan bahwa ini masih dalam tahap percobaan yang sangat awal.
Sebelumnya, saat terinfeksi COVID-19 Presiden Donald Trump menerima pengobatan berupa dexamethasone, remdesivir, hingga koktail antibodi Regeneron. Selain itu, adapun beberapa obat pendukung yang juga diberikan yaitu vitamin D, zinc, melatonin, dan aspirin.
https://kamumovie28.com/dear-eleanor-2016/
Peneliti Ungkap Gejala COVID-19 yang Bisa Dilihat dari Mata, Ini Cirinya
Semakin banyak pasien COVID-19 mengeluhkan gejala beragam. Tak hanya demam, batuk, atau sesak napas, gejala COVID-19 tak biasa kerap dilaporkan beberapa studi.
Dikutip dari The Sun, studi terbaru mengungkap konjungtivitis bisa menjadi gejala COVID-19, gejala ini dilihat dari kondisi mata. Gejala COVID-19 ini berkaitan dengan risiko masuknya virus Corona melalui mata.
"Studi terbaru menunjukkan bahwa konjungtivitis bisa menjadi manifestasi dari COVID-19," ungkap studi yang dimuat dalam Wiley Online Library terkait konjungtivitis dan COVID-19.
"Karena mata dapat dianggap sebagai portal masuk potensial langsung untuk virus, maka menarik untuk menganalisis hubungan antara konjungtivitis dan tingkat keparahan COVID-19," lanjut para peneliti.
Bagaimana kaitan antara COVID-19 dengan konjungtivitis?
Gejala COVID-19 konjungtivitis yang dialami pasien disebut peneliti menjadi tanda atau tingkat keparahan pasien Corona saat terpapar. Gejala khas konjungtivitis sendiri biasanya bisa dilihat dari mata yang memerah dan terasa terbakar.
"Sebagai kesimpulan, hasil meta-analisis ini menunjukkan bahwa konjungtivitis mungkin merupakan tanda infeksi COVID-19 yang terkait dengan bentuk penyakit yang lebih parah," jelas peneliti.
Deretan tanda gejala COVID-19 yang berkaitan dengan konjungtivitis bisa dilihat dari kondisi mata seperti berikut.
Mata merah
Perasaan terbakar atau berpasir
Keluarnya cairan dari satu atau kedua mata
Nanah yang menempel di bulu mata
Rasa gatal dan kemerahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar