Dokter spesialis anak dari Yayasan Orangtua Peduli Windhi Kresnawati mengatakan hanya penyakit yang tergolong berbahaya saja yang dibuatkan vaksin. Hal ini karena proses pembuatan vaksin mulai dari meneliti hingga akhirnya diproduksi itu mahal dan panjang.
Dalam webinar Cek Fakta Seputar Mitos Vaksin yang digelar Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Windhi memastikan semua vaksin yang sudah beredar dan disuntikkan kepada masyarakat itu telah melalui tahap penelitian yang penuh kehati-hatian dan sudah lolos standar keamanan yang ketat.
Ia pun memperlihatkan gambaran proses pembuatan vaksin, misalnya sebelum dilakukan uji manusia, calon vaksin diujikan pada benda mati di laboratorium dan hewan.
"Apakah nanti ada bahaya kalau vaksin keluar? Kalau dilihat dari proses pembentukkannya, keamanan menjadi syarat wajib vaksin. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) belum tentu berhubungan dengan vaksin. Kalau dia berat maka vaksin tidak akan dilaunching. Karena artinya dia (vaksin) tidak efektif," kata Windhi dalam keterangan tertulis, Kamis (15/10/2020).
Setelah diedarkan, vaksin pun tetap dipantau dengan ketat. Misalnya terkait aturan pembatasan usia.
"Umur berapa saja bisa diimunisasi. Misalnya seperti Difteri Pertusis usia 6 minggu. Setelah dijawab setelah riset keluar. apakah aman, kalau sudah di-launching sudah dijamin karena keamanan diteliti dalam lab," ucapnya.
Jadi tidak heran hanya penyakit yang berbahaya saja baru dicarikan vaksinnya. Tujuannya supaya benar-benar ampuh membangun kekebalan tubuh.
"Vaksinasi dilakukan untuk memunculkan kekebalan tubuh terhadap penyakit mematikan," kata dia.
Menurutnya, kekebalan individu penting karena bisa mendorong terwujudnya kekebalan kelompok (herd immunity). Bila kekebalan kelompok terbentuk, imbuhnya, penyakit berbahaya dengan sendirinya tertangkal. Semakin banyak individu yang kebal, akan terbentuklah kekebalan kelompok (herd immunity).
https://cinemamovie28.com/dont-go-breaking-my-heart-2/
15 Gejala Corona yang Perlu Diwaspadai Menurut WHO
- Gejala virus CoronaCOVID-19 biasanya berbeda pada setiap orang. Beberapa orang menjadi terinfeksi tetapi hanya memiliki gejala ringan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gejala COVID-19 yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap. Pada umumnya, gejala COVID-19 mulai muncul sekitar lima hingga enam hari setelah terjadi pajanan.
"Tetapi, waktu kemunculan gejala ini dapat berkisar 1 hingga 14 hari," ungkap WHO.
Menurut WHO, sekitar 80 persen, orang yang terinfeksi Corona berhasil pulih tanpa perlu perawatan yang khusus. Sekitar 1 dari 5 orang yang terinfeksi menderita sakit parah dan kesulitan bernapas.
Orang-orang yang berusia di atas 60 tahun dan memiliki penyakit bawaan seperti diabetes, penyakit pernapasan, penyakit jantung, atau hipertensi kemungkinan lebih besar mengalami sakit lebih serius.
"Berisiko lebih besar terkena penyakit parah atau kritis jika terinfeksi virus," kata WHO.
Dikutip dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berikut gejala Corona menurut WHO. Apa saja?
Gejala COVID-19 paling umum
Demam
Batuk kering
Kelelahan
Gejala COVID-19 yang jarang dialami pasien lain
Rasa sakit dan nyeri
Hidung tersumbat
Sakit kepala
Konjunktivitis
Sakit tenggorokan
Diare
Kehilangan indera rasa dan penciuman
Muncul ruam pada kulit
Perubahan warna jari tangan atau kaki
Gejala berat COVID-19
Kesulitan bernapas dan sesak napas
Nyeri dan tekanan dada
Kehilangan kemampuan bergerak dan berbicara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar