Bentang alam di Kabupaten Bandung Barat (KBB) kerap menyuguhkan pemandangan menakjubkan. Salah satunya di Geger Bintang Matahari yang berada di Desa Jayagiri, Lembang.
Lokasinya tak begitu jauh dari Masjid Agung Lembang. Jaraknya kurang lebih 1,5 KM dari sana atau sekitar 45 menit dari Kota Bandung.
Tempat kemah yang berada dalam pengelolaan Perhutani ini kerap dijadikan tempat berburu terbitnya fajar dan matahari tenggelam. Traveler juga dapat menyaksikan taburan bintang dari punggung Gunung Putri ini.
Karena alasan itulah pengelola menamainya Geger Bintang Matahari. Kesan ini makin dikuatkan dengan terpasangnya instalasi lampu raksasa berbentuk bintang yang bisa disaksikan mata saat dari kaki gunung.
Di bagian barat, terdapat teras untuk menyaksikan matahari terbit atau tenggelam. Di sini, pengunjung biasanya mengabadikan momen keemasan tersebut.
Bila kondisi memungkinkan, pengunjung juga bisa berfoto ala negeri di atas awan. Sayangnya saat detikcom berkunjung, tiupan angin kencang musim kemarau bikin tak ada fenomena awan. Namun, indahnya cahaya keemasan saat sunrise sanggup menghibur hati.
Wisata ini cocok bagi traveler yang punya hobi hiking atau hammocking. Treknya memang tak begitu panjang, tapi suguhan pemandangan pohon pinus dan panorama Bandung Utara menjadi teman di perjalanan.
Walau berada di alam terbuka, tempat ini cocok untuk mengajak keluarga berkemah. Karena medannya tak terlalu ekstrem, fasilitasnya pun cukup lengkap yakni ada musala dan toilet.
Untuk bisa masuk wilayah perkemahan, pengunjung hanya merogoh kocek Rp 10 ribu dan Rp 5 ribu untuk biaya parkir kendaraan. Di area parkir pun terdapat warung-warung penjaja makanan dan kayu bakar.
Gilang Aditya (29), warga Kota Bandung, mengaku sedikit kurang puas karena tak bisa melihat fenomena negeri di atas awan. Ia dan kedua temannya, berangkat dari Bandung sejak pukul 03.30 WIB.
"Mungkin cuacanya juga, tapi enggak apa-apa lumayan bisa berburu sunrise," ujar Gilang kepada detikcom, Sabtu (5/10/2019).
Di antara pengunjung datang, tampak beberapa turis dari Korea. Park Hye (21), salah satunya, mengaku senang berkemah di Geger Bintang Matahari. "Ini baru pertama kali bagi saya, lumayan cukup dingin juga di sini," ujarnya.
Tarian Sakral Meriahkan Pembukaan Nusa Penida Festival
Ribuan penari rejang renteng memeriahkan pembukaan Nusa Penida Festival 2019. Mereka kompak menarikan tarian sakral yang bermakna sebagai ucapan syukur.
Tarian ini diawali dengan menghaturkan persembahan kepada Tuhan. Setelah itu binatang ayam dan bebek yang sudah disucikan dilarung ke laut.
Tak berselang lama tabuhan gamelan mulai mengalun mengiringi para ibu-ibu yang memakai kebaya putih dipadukan kamen kuning atau oranye. Mereka menari dengan gemulai mengikuti iringan gamelan.
Uniknya saat para ibu-ibu menari ini cuaca di pantai Banjar Nyuh, Nusa Penida, Klungkung tiba-tiba menjadi mendung. Namun, saat para penari selesai menari cuaca kembali panas terik.
Salah satu turis asal Prancis, Laure mengaku terkesan dengan tarian massal ini. Dia mengaku kagum dengan pesona budaya di Indonesia.
"Tariannya bagus, kostumnya juga apik, tadi saya juga diberi tukik untuk ikut melepasnya ke laut. Sangat keren, terima kasih," ujar Laure yang berlibur ke Indonesia selama sebulan penuh ini, Minggu (6/10/2019).
Acara Nusa Penida Festival ini digelar pada 5-8 Oktober 2019. Selama festival berlangsung acara dimeriahkan dengan musik hingga lomba tradisional maupun live DJ.
Traveller juga bisa mencicipi makanan tradisional khas Nusa Penida yang bernama ledok atau bubur yang berbahan dari ketela. Traveller juga bisa berbelanja tenun hingga asesoris di festival ini.
Pembukaan festival ini dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, Wagub Bali Tjokorda Oka Ardhana Sukawati (Cok Ace), staf ahli Kementerian Pariwisata I Gde Pitana, dan Bupati Klungkung Nyoman Suwirta. Suwirta menuturkan prosesi mempersembahkan banten sebagai bentuk syukur.
"Kita selalu ngaturaken pekelem (larung laut), disetiap tengah-tengah festival kita selalu disertai tarian sakral, dulu rejang renteng, rejang dewa, baris jangkang, dan sebagainya. Semua tari sakral karena ini sebagai bagian ngaturaken pakelem dan sebagai bagian ke penguasa alam agar kita diberikan kekuatan alam, kebetulan nyambung dengan visi gubernur Bali nangun sat kerthi loka Bali salah satunya membersihkan menjaga alam terutama segara atau samudra itu sendiri, kita juga mendukung pergub tentang pelestarian tari sakral sehingga tarian sakral tadi mengiringi pekelem yang kita aturkan tadi," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar