Pemerintah resmi mewajibkan bagi seluruh masyarakat yang berjualan di toko online atau e-commerce harus memiliki izin usaha. Hal tersebut tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Aturan yang sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini mengatur mengenai pelaksanaan transaksi melalui PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) atau e-commerce, baik dari sisi pelaku usaha (merchant), konsumen, hingga produk.
"Pelaku usaha wajib memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha PMSE," tulis Pasal 15 ayat 1 beleid tersebut seperti yang dikutip dari PP tersebut, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Dengan adanya aturan ini maka pelaku usaha atau online shop yang selama ini berjualan di Bukalapak, Tokopedia, dan lainnya wajib memiliki izin usaha. Pembuatan izin juga bisa diakses melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS).
Menurut PP ini, PSME dapat dilakukan oleh pelaku usaha, konsumen, pribadi, dan instansi penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya disebut para pihak.
Selain itu, aturan ini juga mengatur pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia harus membuat kantor fisik sebagai perwakilannya memenuhi kewajiban perpajakan.
"Terhadap kegiatan usaha PMSE berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 8 PP ini.
Hasil Survei: Orang Indonesia Belanja Online 5 Kali/Bulan
Industri e-commerce alias situs jual beli online kian berkembang di tanah air. Hal ini terjadi berkat tingginya minat belanja masyarakat yang tergiur dengan berbagai kemudahan layanan belanja online.
Bahkan, sebuah penelitian yang dilakukan Perusahaan teknologi e-commerce, SIRCLO menunjukkan rata-rata satu orang konsumen Indonesia dapat berbelanja di marketplace sebanyak 3-5 kali dalam satu bulan, dan menghabiskan hingga 15% dari pendapatan bulanan mereka.
Menariknya, dalam laporan berjudul 'Navigating Market Opportunities in Indonesia's E-Commerce' SIRCLO mengungkapkan bahwa konsumen online di Jakarta rata-rata berbelanja 2 kali lipat lebih banyak daripada kota-kota lain.
"Sekarang, pertumbuhan industri e-commerce dalam negeri sedang dalam masa pesatnya. Kami melihat masih banyak pemain lokal yang sangat berpotensi. Bila kita bisa dukung dengan teknologi dan kolaborasi informasi seperti ini, mereka bisa memaksimalkan pertumbuhan bisnis mereka," jelas Founder dan Chief Executive Officer SIRCLO, Brian Marshal, Minggu (1/12/2019).
Pembayaran Pakai Dompet Digital Kian Marak
Lebih lanjut ia memaparkan, hingga saat ini, metode pembayaran paling populer dalam berbelanja online adalah melalui bank transfer (48%) dan kartu debit/kredit (21%). Melalui hasil riset yang sama, SIRCLO juga menemukan bahwa 20% menggunakan metode e-wallet untuk melakukan pembayaran.
Ini menunjukkan pesatnya adopsi metode pembayaran e-wallet atau dompet digital di Indonesia sejak awal kemunculannya di tahun 2017.
Menurut data yang terkumpul dalam laporan SIRCLO, penjualan ritel e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai US$ 15 miliar (Rp 210 triliun) pada 2018 dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat pada tahun 2022, menyentuh angka US$ 65 miliar (Rp 910 triliun).
"Berdasarkan beberapa sumber laporan, hal ini membuat ritel online yang tadinya hanya menyumbang 8% penjualan total pada tahun 2018, diprediksi akan menembus 24% di tahun 2022," tambah Brian.
Industri e-commerce Indonesia juga berkontribusi lebih dari setengah nilai ekonomi digital di tahun 2019 dan diprediksi akan mendominasi sektor digital hingga 60% di tahun 2025.
Nilai kapitalisasi pasar e-commerce pada tahun 2019 mencapai US$21 miliar (Rp 294 triliun), mengalahkan sektor ekonomi digital lain, seperti pariwisata online (US$10 miliar atau Rp 140 triliun) dan industri ride-hailing atau jasa transportasi online (US$6 miliar atau Rp 84 triliun).
Nilai ini pun diprediksi akan meningkat hingga US$82 miliar (Rp 1.148 triliun) pada tahun 2025.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar