Senin, 30 November 2020

Ayu Wulantari Meninggal, Kenali Tanda-tanda Bunuh Diri dan Pencegahannya

  Selebgram Ayu Wulantari meninggal karena bunuh diri. Dilaporkan, wanita asal Bali itu menghabisi nyawanya sendiri di kawasan Jimbaran, Bali.

Menurut keterangan Kepala Polsek Kuta Selatan, AKP Yusak Agustinus Sooai, sebelum ditemukan bunuh diri, Ayu Wulantari sempat menunjukkan gelagat aneh. Misalnya, ia menghubungi keluarganya sebelum melakukan aksi tersebut.


Polisi pun menduga ia melakukan bunuh diri karena masalah percintaan.


Apa ada tanda-tanda jika seseorang ingin bunuh diri?

Pendiri komunitas pencegahan bunuh diri Into The Light Benny Prawira, saat diwawancarai terkait kasus bunuh diri Sulli mantan personel grup idol Korea f(x), salah satu tanda dari orang yang ingin bunuh diri adalah menarik diri dari lingkungan. Salah satu tandanya adalah sulit dihubungi.


Beberapa waktu sebelum ditemukan tidak bernyawa di apartemennya pada 2019, Sulli dikabarkan tidak bisa dihubungi.


"Selain tidak bisa dihubungi dan cenderung menarik diri, ada tanda lain yang kerap diperlihatkan. Yaitu unggahan yang selalu soal kematian bahkan menceritakan bagaimana dia hendak mati, mood yang naik turun, dan stres berkepanjangan. Jika menjumpai hal ini, jangan ragu bertanya dan dengarkan ceritanya," jelas Benny saat itu.


Apa yang harus dilakukan jika seseorang menunjukkan tanda-tanda bunuh diri?

Dokter jiwa dari Poli Psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu, dr Yaniar Mulyantini, SpKJ, mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika seseorang memperlihatkan tanda-tanda bunuh diri. Di antaranya sebagai berikut.


Langsung dekati dan ajak bicara dan cukup menjadi pendengar yang baik.

Apabila merasa tidak memiliki kapasitas untuk membantu, maka segera cari pertolongan tenaga profesional.

Pastikan yang bersangkutan pada situasi yang aman dan nyaman. Jauhkan dari barang-barang yang cenderung bisa berbahaya dan mengancam keselamatannya.

Dekatkan yang bersangkutan ke keluarga atau support system.

CATATAN: Jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, segera cari bantuan dengan menghubungi psikolog dan psikiater terdekat.


Anak-anak Kebal COVID-19? Ketahui Faktanya!


Pandemi COVID-19 belum berakhir. Bahkan beberapa gejala baru mulai bermunculan. Hingga saat ini, angka tertinggi pasien terkena COVID-19 berada pada usia dewasa hingga lansia. Namun apakah anak-anak bisa terserang COVID-19? Seperti apa gejala COVID-19 pada anak-anak?

Berdasarkan grafik yang diambil dari laman covid19.go.id, hingga 28 November 2020 jumlah pasien terkonfirmasi ada 527.999 orang, 2,6%-nya adalah anak-anak usia 0-5 tahun (sekitar 13.727 anak), dan 8,8% anak-anak usia 6-18 tahun (sekitar 46.463 anak). Angka-angka pada grafik ini akan memberikan gambaran jelas bahwa anak-anak tak kebal terhadap COVID-19.


Dari laman yang sama pula, berikut gejala-gejala yang dialami mereka yang positif terjangkit COVID-19.

https://nonton08.com/movies/a-womans-revenge/


Gejala Pasien COVID-19 Usia Anak


Berdasarkan pedoman tata laksana COVID-19 edisi ke-2, Agustus 2020 yang disusun oleh 5 perhimpunan dokter spesialis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia/PDPI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia/PERKI, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia/PAPDI, Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia/PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI, berat ringannya gejala COVID-19 pada anak-anak terbagi menjadi lima.


1. Pasien Tanpa Gejala


Ini adalah kondisi yang paling ringan. Walaupun hasil PCR positif (Uji SARS-Cov-2 positif) tetapi pada pasien ini tidak ditemukan gejala.


2. Pasien dengan Gejala Ringan


Gejala infeksi saluran napas atas seperti demam, fatigue, mialgia, batuk, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin. Beberapa kasus mungkin tidak disertai demam, dan lainnya mengalami gejala saluran pencernaan seperti mual, muntah, nyeri perut, diare, atau gejala non-respiratori lainnya.


3. Pasien dengan Gejala Sedang/Moderat


Pasien dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas ditambah napas dan/atau tarikan dinding dada cepat) dan tidak ada tanda pneumonia berat.


Kriteria napas cepat: usia < 2 bulan: 60 x/menit, usia 2-11 bulan: ≥ 50 x/menit, usia 1-5 tahun: ≥ 40 x/menit, dan usia > 5 tahun: ≥ 30x/menit.


4. Pasien dengan Gejala Berat/Pneumonia Berat


Pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari gejala berikut ini.


-Sianosis sentral atau SpO2 < 93%.


-Distres pernapasan berat (napas cepat, grunting, tarikan dinding dada sangat berat).


-Tanda bahaya umum: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi, atau penurunan kesadaran atau kejang.


-Napas/tarikan dinding dada/takipnea cepat. Dengan kriteria cepat: usia < 2 bulan: 60 x/menit, usia 2-11 bulan: ≥ 50 x/menit, usia 1-5 tahun: ≥ 40 x/menit, dan usia > 5 tahun: ≥ 30x/menit.


5. Pasien Kritis


Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis, dan syok sepsis.

https://nonton08.com/movies/vengeance-is-mine/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar