Pemerintah melaporkan 4.998 kasus baru COVID-19 yang terkonfirmasi pada hari Sabtu (21/11/2020). Total kasus terkonfirmasi saat ini sudah mencapai 493.308 kasus semenjak virus Corona mewabah di Indonesia.
DKI Jakarta menjadi provinsi dengan penambahan kasus paling tinggi sebanyak 1.579 kasus, disusul Jawa Tengah sebanyak 655 kasus dan Jawa Barat sebanyak 364 kasus baru per 21 November.
Dikutip dari laman covid19.go.id, hari ini ada sebanyak 3.403 kasus sembuh, sementara kasus kematian Corona sebanyak 96 orang.
Berikut detail sebaran 4.998 kasus baru Corona di Indonesia pada Sabtu (21/11/2020):
DKI Jakarta: 1.579 kasus
Jawa Tengah: 655 kasus
Jawa Barat: 364
Jawa Timur: 343
Riau: 308 kasus
Kalimantan Timur: 251 kasus
Sumatera Barat: 243 kasus
Banten: 182 kasus
Bali: 94 kasus
Kalimantan Selatan 89 kasus
Sulawesi Selatan: 88 kasus
Sumatera Utara: 76 kasus
Papua Barat: 71 kasus
Sulawesi Tenggara: 66 kasus
Bengkulu: 62 kasus
Sulawesi Tengah: 59 kasus
Kalimantan Tengah: 58 kasus
DI Yogyakarta: 56 kasus
Sumatera Selatan: 53 kasus
Lampung: 46 kasus
Jambi: 44 kasus
Aceh: 42 kasus
Maluku: 33 kasus
Kalimantan Utara: 31 kasus
Nusa Tenggara Barat: 28 kasus
Nusa Tenggara Timur: 25 kasus
Sulawesi Utara: 20 kasus
Kalimantan Barat: 10 kasus
Bangka Belitung: 8 kasus
Maluku Utara: 8 kasus
Sulawesi Barat: 6 kasus
https://movieon28.com/movies/the-rhythm-section/
Ahli Jelaskan Mengapa Vaksin COVID-19 Bisa Dibuat dengan Cepat
Penyediaan vaksin COVID-19 dalam waktu cepat menimbulkan polemik. Publik bertanya-tanya mengenai keamanan vaksin yang dipersiapkan dalam periode singkat.
Dalam diskusi 'Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta' yang diselenggarakan di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Prof Dr Cissy Kartasasmita menjelaskan, vaksin COVID-19 bisa cepat tersedia karena adanya dukungan teknologi dan ketersediaan dana. Teknologi memungkinkan vaksin dibuat dengan cepat, tanpa mengesampingkan keamanannya.
"Kenapa bisa cepat vaksin COVID-19, (padahal) dalam keadaan normal dilakukan lebih lama. Karena sekarang teknologi sudah maju, biaya ada, sehingga semua dilakukan paralel. Bahkan infrastrukturnya sudah mulai diadakan (lebih lengkap)," jelas Prof Cissy dikutip keterangan tertulis, Senin (16/11/2020).
Ia menjabarkan, dahulu pengembangan vaksin memang membutuhkan waktu 5 hingga 10 sebelum bisa diberikan kepada masyarakat luas. Sebab, vaksin harus melalui serangkaian tahapan untuk memperoleh jaminan keamanan dari lembaga kesehatan negara atau dunia.
"Kandidat vaksin, dilakukan dulu praklinis, disuntikkan kepada binatang. Tetapi ini tidak boleh sembarangan menyuntikkan pada binatang," ulas Prof Cissy.
Setelah dipastikan tidak ada efek samping pada hewan, tahapan pengujian masuk pada fase I yang melibatkan 20-100 relawan. Jika dinyatakan aman, berlanjut ke fase II dengan 40 -1.000 relawan untuk melihat efektivitasnya pada lebih banyak orang.
"Kemudian dilakukan fase III, dicek keamanan pada jumlah yang lebih banyak. Apakah ada efek samping yang ketemu kalau jumlah yang disuntikan banyak. Jumlahnya sampai puluhan ribu untuk relawannya," imbuh Prof Cissy.
Ia menegaskan pemerintah dan lembaga terkait akan terus mengawasi dan mengevaluasi efektivitas ketika vaksinasi sudah dilakukan.
Sementara itu, mengenai vaksin COVID-19 yang telah diuji coba pada ratusan relawan di Indonesia, dia mengatakan tidak ditemukan efek samping berat dari penyuntikan vaksin tersebut.
Sebagai informasi vaksin COVID-19 yang jumlahnya masih terbatas akan diberikan terlebih dahulu pada orang-orang yang bertugas di garda terdepan seperti tenaga kesehatan dan kepolisian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar