3. Ekstraksi dan PCR
Selanjutnya, tahap kedua adalah ekstraksi, pada tahapan ini pihaknya memisahkan RNA virus dari virus. Irene menyebut, satu kali kerja pihaknya mampu melakukan puluhan ekstraksi. Dimana ekstraksi itu menggunakan primer.
"Sembari mengekstraksi, kita juga melakukan pencampuran reagan. Ekstraksi itu memerlukan waktu 3-4 jam, kemudian kita lakukan pencampuran reagan sembari mengekstraksi (sampel PDP)," ucapnya.
Tak berhenti di situ, selanjutnya akan ada tahapan memasukkan hasil ekstraksi ke dalam mesin real-time Polymerase Chain Reaction (PCR).
"Nanti setelah ekstraksi selesai, penyiapan reagan selesai, dimasukkan ke mesin PCR realtime untuk membaca, membaca itu 3 jam dan tahapan persiapannya setengah jam, jadi ada 3 setengah jam waktu yang diperlukan," kata Irene.
Setelah mesin bekerja selama 3 jam nantinya akan mengeluarkan hasil. Selanjutnya, petugas akan menginput hasil pada catatan yang sudah dibuat pihaknya saat prosedur pertama.
"Jadi kalau secepatnya-cepatnya itu bekerja paling cepat satu kali proses itu 8 jam, itu paling cepat. Tapi kan begitu sampelnya masuk tidak bisa langsung simpulkan, kita baru bisa simpulkan setelah sampel kedua masuk kan, hari berikutnya," ucapnya.
"Jadi dalam keadaan normal, artinya kalau tidak ada penumpukan pasien karena misalnya primer habis atau apanya habis itu 2 hari sudah bisa kita keluarkan karena kita menunggu sampel itu 2-3 hari. Tapi kalau sudah numpuk, itu yang menjadikannya lama," lanjut Irene.
Kerja keras memeriksa sampel
Saat ini pihaknya belum mengalami kendala sehingga proses pengujian sampel berjalan lancar. Bahkan, dia mengaku kemarin, Senin (30/3/2020) pihaknha sempat memeriksa 115 sampel yang berasal dari DIY-Jateng.
"Sekarang sudah lancar kok, seperti kemarin kita periksa 115 sampel. Tadi yang membaca itu sekali running itu bisa 29 sampel yang 3 jam (dengan PCR). Jadi 115 sampel itu perlu running 4 kali, itu anak-anak bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 12 malam," katanya.
Karena itu, dia mengaku tidak ada maksud untuk memperlambat proses pengujian sampel. Menurutnya, cepat tidaknya pengujian sampel tergantung dari logistik dan kemampuan mesin real-time PCR.
"Jadi sepanjang logistiknya cukup, primer ada baik untuk ekstraksi dan membaca itu bisa cepat, tapi seandainya logistik terkendala ya tentu mempengaruhi kecepatan pembacaan juga," katanya.
"Karena kalau sampelnya, misalnya hari ini habis, terus besok berhenti meriksa sehari kan mundur sampel yang masuk tiap hari. Padahal tiap hari sampel masuk 80-100, jadi kalau mundur sebentar, nah itu agak susah mengejar kembali ketertinggalan," sambung Irene.
Irene mengaku, secara manual pihaknya telah bekerja semaksimal mungkin. Namun secara kinerja mesin menyesuaikan kemampuan mesin. Apalagi, dia tidak bisa mempercepat kinerja mesin.
"Karena kita juga tidak bisa push mesinnya bekerja, karena mesinnya bekerjanya 3 jam. Nah, sambil nunggu (mesin bekerja 3 jam) anak-anak mulai lagi proses sampel berikutnya. Selesai ekstraksi masuk lagi tempat pembacaan, sehari bisa 3-4 running. Jadi kalau sudah ketinggalan sehari saja susah," katanya.
Irene juga mengaku jika BBTKLPP bisa saja hanya memeriksa 5 sampel salam sehari untuk mempercepat uji laboratorium. Namun, pihaknya menghemat primer karena sejatinya dapat untuk menguji sampai 29 sampel.
"Sebenarnya bisa saja kita hanya periksa 5 sampel tapi kan sayang primernya, kontrolnya. Kalau kita periksa 5 harusnya bisa dapat 29 ya ngejar yang 29. Karena tiap hari banyak sampel masuk, kan Balai ini mencakup DIY-Jateng," ucapnya.
Terlepas dari hal tersebut, Irene menegaskan bahwa dia dan timnya saat ini terus berupaya semaksimal mungkin dalam melakukan pengujian sampel PDP. Terlebih, saat ini BBTKLPP memiliki banyak stok primer.
"Stok primer aman, saat ini kami punya banyak, mudah-mudahan gak ada halangan lagi yang lain dan minimal tumpukan yang ini bisa kita selesaikan. Sehingga tidak ada antre lama. Ini saya juga push tim saya, semoga tim saya sehat-sehat semua dan hasilnya (uji sampel) bisa cepat keluar," ujar Irene.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar