Sistem imun atau kekebalan tubuh adalah benteng utama pertahanan terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Selain menjaga kebersihan dengan cuci tangan dan menggunakan masker, asupan gizi yang baik juga sangat penting agar tak mudah terserang penyakit terutama di pandemi virus Corona COVID-19 seperti saat ini.
Zat gizi baik mikro dan makro sangat diperlukan untuk fungsi imunitas tubuh yang diperoleh dari konsumsi makanan beragam dan seimbang sesuai kebutuhan.
Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan (PKGK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ir Ahmad Syafiq, MSc, PhD, mengatakan untuk menjaga kondisi tubuh tetap optimal dibutuhkan imunitas yang tangguh untuk dapat mendukung tubuh beradaptasi dengan berbagai macam virus dan penyakit.
"Untuk menjaga imunitas, kita memerlukan beragam asupan gizi, salah satunya protein hewani yang tentunya dikonsumsi sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Kalau kurang gizi, sistem imun turun karena zat gizi yang diperlukan tidak tersedia," jelas Ahmad dalam diskusi online pada Rabu (29/4/2020).
Adapun zat gizi yang diperlukan tubuh antara lain:
1. Asam amino esensial: daging ayam, daging sapi, ikan, susu, dan telur
2. Asam lemak esensial: ikan kembung, ikan laut
3. Vitamin A: minyak ikan, hati sapi, hati ayam, wortel, dan kuning telur
4. Asam folat: hati sapi, sayuran hijau, buah, kacang-kacangan
5. Vitamin B6: hati ayam, daging ayam, daging sapi, ubi jalar
6. Vitamin B12: hati ayam, kerang, ikan, susu, tahu, yogurt
7. Vitamin C: jambu biji, brokoli, pepaya, jeruk, lemon, stroberi
8. Vitamin D: daging merah, hati ayam, kuning telur, susu fortifikasi
9. Vitamin E: kuaci, almond, minyak jagung, margarin, minyak zaitun
10. Zinc: hati sapi, hati ayam, susu, kacang merah, kuning telur, tempe
12. Tembaga: makanan laut, hati sapi, kacang-kacangan, cokelat
13. Zat besi: hati sapi, telur, daging ayam, daging sapi
14. Selenium: ikan laut, udang, daging ayam, daging sapi, telur, susu
Dianjurkan juga untuk makan makanan yang beraneka ragam. Sebab zat gizi yang diperlukan agar fungsi imun bisa bekerja dengan baik cukup banyak.
"Hampir tidak ada makanan yang mengandung semuanya sehingga disarankan untuk fokus ke makanan yang mengandung beberapa sumber zat gizi dalam satu kali makan," pungkasnya.
Teori Konspirasi Selalu Bikin Penasaran? Memang Begitulah Sifat Otak
Teori konspirasi bermunculan di tengah pandemi virus Corona. Banyak di antaranya tampak meyakinkan, meski setelah ditelusur sumbernya sulit dipertanggungjawabkan.
Dokter ahli bedah saraf, dr Roslan Yusni Al Imam Hasan, SpBS, dari Mayapada Hospital Tangerang, menjelaskan bahwa hal ini berkaitan dengan kemampuan kognitif otak. Kemampuan inilah yang disebutnya membuat orang cenderung tertarik pada teori konspirasi.
"Ya memang begitulah cara kerja otak manusia. Secara evolusioner, kemampuan kognitif otak manusia adalah kemampuan pengenalan dan memetakan pola yang bisa secara efektif memberikan kemungkinan lebih besar untuk survive," ungkap dr Ryu, sapaan akrabnya, saat dihubungi detikcom, Rabu (29/4/2020).
"Di zaman purba, kemampuan otak manusia untuk memperkirakan cuaca, perilaku binatang buruan, kapan buah bisa dimakan, atau ancaman predator sangat penting memperbesar kemungkinan survivabilitas manusia," lanjutnya.
Cara kerja otak manusia, menurut dr Ryu, cenderung lebih mencari cara untuk bertahan dan selamat dari sesuatu yang membahayakan, dibandingkan harus memilih mencari tahu kebenarannya.
"Kalau rumput tinggi yang bergoyang-goyang, mungkin ada macan yg mendekat di baliknya atau ya hanya karena tiupan angin aja. Meyakini ada macan di balik rumput bergoyang, akan membuat orang ngibrit (berlari) menjauh secepatnya. Ini akan menyelamatkan hidup manusia itu, kalau keyakinannya benar," begitu analogi yang ia paparkan.
"Tapi kalau keyakinan ada itu macan ternyata salah, ya manusianya nggak rugi-rugi amat, paling ngos-ngosan saja dikit. Tapi kalau si manusia malah pengen verifikasi keyakinannya karena dia percaya itu hanya angin, matilah dia kalau ternyata itu macan," lanjutnya.
Maka menurutnya, tak heran jika sampai saat ini asumsi yang paling mengancam manusia lebih banyak muncul dibandingkan dengan asumsi lain. Pada akhirnya, ia menyebut segala cara rasional juga akan dicari orang tersebut untuk mendukung asumsi seperti teori konspirasi.
"Ya memang benar bahwa cara mengambil asumsi dan keputusan semacam ini bertolak belakang dengan metode pemikiran rasional (sains) yang membangun asumsi berdasarkan fakta yang ada. Tapi faktanya juga, ratusan ribu tahun manusia selamat tanpa sains. Jadi ya jangan heran kalau lebih banyak manusia yang berteori konspirasi ketimbang orang yang mendahulukan verifikasi. Karena memang begitulah cara kerja otak manusia," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar