Gilead Sciences mengatakan hasil uji coba obat Corona pada hari Rabu, menunjukkan setidaknya 50 persen pasien yang diobati dengan remdesivir selama lima hari membaik. Bahkan lebih dari setengahnya dilaporkan pulang dari rumah sakit dalam waktu dua minggu.
Ia juga mengatakan percobaan lain oleh Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) AS menunjukkan hasil yang sama. Meski belum diberikan rincian lebih lanjut terkait efek samping dari obat tersebut.
Pada Rabu kemarin, penasihat kesehatan White House, Dr Anthony Fauci, mengatakan uji coba obat remdesivir oleh NIAID, yang mendaftarkan sekitar 800 pasien, menunjukkan 'kabar baik'. Obat itu akan ditetapkan menjadi standar perawatan baru untuk pasien COVID-19.
"Efek positif yang jelas dalam mengurangi waktu untuk pulih," ujar Fauci kepada wartawan, dikutip dari CNBC pada Kamis (30/4/2020).
Sementara itu badan pengawas obat dan makanan AS (FDA), juga tengah berdiskusi dengan Gilead untuk membuat remdesivir tersedia dengan cepat untuk seluruh pasien Corona.
"Secepat mungkin, sebagaimana diperlukan," kata penasihat senior FDA, Michael Felberbaum.
Uji coba klinis Gilead yang lebih kecil melibatkan 397 pasien COVID-19 dengan kondisi parah. Studi ini meneliti dua kelompok pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19.
Satu kelompok menerima pengobatan remdesivir selama lima hari, sementara kelompok lain tidak menerima pengobatan remdesivir, dan menjalani perawatan biasa selama 10 hari. Hasil dari kedua kelompok tersebut sama-sama bisa dipulangkan dalam 14 hari. Mereka mengatakan 64,5 persen dari pasien yang menerima pengobatan remdesivir lebih singkat menunjukkan hasil klinis yang sama dengan 53,8 persen kelompok pasien yang dirawat selama 10 hari.
"Data ini menggembirakan karena menunjukkan bahwa pasien yang menerima remdesivir dengan jangka waktu yang lebih pendek yaitu lima hari mengalami peningkatan klinis yang sama dengan pasien yang menerima pengobatan atau perawatan biasa selama 10 hari," kata Aruna Subramanian, pemimpin peneliti tersebut.
Peneliti Inggris Temukan Semprotan Hidung untuk Atasi Virus Corona
Para peneliti di University of St Andrews 'spin-out company telah melakukan penelitian dan menemukan semprotan hidung, yang dipercaya bisa mengobati infeksi virus Corona COVID-19. Mereka percaya bahwa alat ini bisa sebagai antivirus dan menghentikan virus sampai ke paru-paru, setelah dipastikan positif.
Perusahaan spin-out Universitas St Andrews, Pneumagen, ini telah melakukan tiga studi yang berbasis tes laboratorium secara terpisah untuk mengujinya. Hasilnya, alat ini bisa menghentikan virus SARS-CoV-2 yang diketahui sebagai penyebab dari COVID-19.
Dalam penelitian ini, para ahli menggunakan neumifil dan Modul Pengikat Karbohidrat multivalen (mCBM) dengan teknologi GlycoTarge. Neumifil dan mCBM ini pun sebelumnya sudah pernah dikembangkan untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan, termasuk virus influenza (IFV), virus respiratory syncytial (RSV), dan virus Corona.
"Antivirus klasik seperti ini akan benar-benar bekerja untuk menyerang virus. Sedangkan alat kami akan menghambat virus agar tidak masuk ke dalam sel," kata peneliti utama dan profesor biologi di St Andrew, Gary Taylor.
Menurutnya, obat ini akan bekerja dengan menutup reseptor glykan pada saluran udara pernapasan. Dengan cara itu, virus tidak akan masuk dan bisa menjadi revolusi untuk obat infeksi saluran pernapasan.
Mengutip dari Daily Star, Glykan merupakan nama generik dari karbohidrat kompleks yang dibuat dari molekul karbohidrat atau gula. Glykan juga melapisi sel-sel yang ada dipermukaan virus tersebut.
"Dari hasil penelitian mCBM, menunjukkan bahwa pengikatan glykan bisa berpotensi mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh COVID-19, ujar Kepala eksekutif Pneumagen, Douglas Thomson.
"Ini bisa memblokir akses virus ke sel paru-paru yang bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Kami dengan cepat akan memulai uji klinis untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19," imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar